Kriiiing!
Kriiing!
Tepat jam duabelas malam ponselku berbunyi. Kulirik sebentar. Ada panggilan grub whatshap. What? Malam-malam begini?
Penasaran, buru-buru kuusap layar ponsel dengan jari. Segera serasa berada dalam ruangan tak kasat mata.
Di sana
sudah riuh suara teman-teman FLP Blitar.
Senyum,
tawa dan canda bertukar satu sama lain, membuatku terharu.
Ya,
PPKM membuat semua seperti ini. Meski berjauhan berusaha seakan sedang duduk
berdampingan. Aku pun mencari tempat duduk ternyaman yaitu di lantai, bersandar
pada dinding kamarku.
Ruang
menjadi hening ketika Kama, ketua FLP Blitar menunjukkan sebuah tumpeng mini
bertulisan milad FLP Blitar ke 13 tahun.
Tak
lupa setelah itu Pak Yo membaca sebuah doa, lalu katanya, " Yuk, kita makan
bersama-sama," ajaknya sembari mulai mencuci tangannya dengan hand
sanitizer.
"Bismillahirohmanirrohim,"
lanjutnya lagi.
Teman-teman
tampak amat menikmati tumpeng di depan mereka. Ya, mungkin hanya aku yang
melongo.
"Ayo,
Mbak Sa dimakan!" ajak Kama.
Sementara
aku tak kerkedip menatap layar ponsel ini. Seakan sedang kena prank. Kok bisa
sih mereka sudah bawa tumpeng? Tak ada yang memberitahu aku tentang acara ini.
Harusnya aku turut memesan tumpeng.
"Kenapa,
Mbak Na? Ndak suka sama tumpengnya? Kok nggak dibuka?" kali ini suara
Putra.
"Maksudnya?
Apa yang dibu ...," ucapku belum paham tetapi sedetik kemudian mataku
tercengang melihat bungkusan di depanku. Tadi terlalu fokus melihat ponsel
sampai tak sadar ada bungkusan tumpeng tepat tigapuluh sentimeter di depanku,
entah kapan itu ada di sana.
Kubuka
tumpeng itu dengan perasaan tak karuan. Setelah melihat seisi kamar yang
lengang, pintu dan jendela kamar yang tertutup, akhirnya kuputuskan menikmati
tumpeng seperti teman-teman.
Tiba-tiba
... ...
------------
Kriiing!
Kriiing! Alarm jam beker di kamar berbunyi nyaring. Aku mengerjab-ngerjabkan
mata, seakan ada lem yang membuatnya menutup. Ah, rupanya tadi hanya mimpi.
Tanganku
meraba-raba meja di samping ranjang, berniat mematikan alarm. Tetapi, malah
menyentuh sesuatu yang tak biasa. Sontak aku duduk dan menatap bungkusan
disana. Tercengang! Bukankah itu tumpeng mini, persis seperti dalam mimpi tadi?
Tak
lama kemudian ponselku berdering, itu panggilan whatshap. Aku tahu karena
sengaja memberi nada berbeda.
Benar
saja itu panggilan grub dari teman-teman FLP Blitar. Segera kuperhatikan waktu
di ponselku, melirik jam dinding berbentuk buku di dinding. Juga di jam beker
tadi. Semua tepat pukul 24.00.
Apa
yang ada di panggilan grub ini persis seperti mimpiku tadi. Bedanya kali ini
aku sudah membawa nasi tumpeng.
Usai
Pak Yo membacakan doa, kami makan tumpeng bersama-sama. Sesekali bercanda
seakan benar-benar dalam satu ruangan.
Namun,
lagi-lagi ... ...
----------
Kriiing!
Kriiing!
Byar!
Mataku terbuka, nyaris menjerit kaget melihat ibu yang sedang mematikan jam
beker.
"Memangnya
jam 12 mau apa sih, Na? Berisik sekali," kata ibu. Ibu pun ngeloyor keluar
kamar.
Aku
melongo, lagi-lagi mengucek-ucek mata. Duh, mimpi lagikah ini?
Barangkali
Allah menyuruhku shalat malam saat itu juga. Usai berwudhu dan ketika mulai
memakai mukena, jam lonceng di ruang tamu berbunyi dua belas kali.
Kali
ini entah kenapa dadaku berdebar hebat. Kulirik meja di samping tempat tidur.
Benar saja ponselku berdering. Dari nadanya
aku paham kalau itu panggilan grub teman-teman FLP Blitar.
Ah,
terserah! Kepalaku mulai pening. Kuputuskan untuk tetap shalat, memuaskan diri
dengan membaca Al-Qur an.
Lalu
aku menghampiri ponselku. Kian heran ketika jam disana masih menunjuk angka 12.
Lagi-lagi kuperhatikan jam buku di dinding dan jarum jam beker. Semua
menunjukkan angka yang sama.
Ponselku
pun bergetar, dan muncul panggilan grub dari teman-teman FLP Blitar.
Apakah
kali ini aku masih bermimpi? Kulempar ponselku ke atas kasur. Terjatuh
di samping sebuah bungkusan rapi yang langsung membuat mataku tak berkedip. Itu
tumpeng mini bertulisakan Selamat Milad FLP Blitar!
Aku
pun terhuyung mundur, menubruk tembok. Di sana kepalaku berbenturan
dengan foto pigura hingga terjatuh. Aku memungutnya. Fotoku saat masih berumur
sepuluh tahun bersama ... ibu. Oh, tidak. Serasa aku baru teringat sesuatu -
bahwa ibu sudah meninggal saat aku berumur sepuluh tahun. Lalu siapa perempuan
yang tadi mematikan jam bekerku?
Nafasku kian tersengal, apalagi ponselku mulai riuh suara teman-teman FLP Blitar.
Padahal aku yakin tadi belum memencet tombol hijau untuk bergabung.
Berikutnya
terdengar suara Kama, "Selamat Milad FLP Blitar ketigabelas tahun.
Semoga semakin berbakti, berkarya dan berarti, "
Dilanjutkan
suara Pak Yo yang berdoa, lalu ajakan makan tumpeng.
Deg!
Deg! Deg! Jantungku memacu lebih cepat. Butiran keringat sebesar jagung
memenuhi wajahku.
Nafasku
tak beraturan.
"Mbak
Na, kenapa tumpengnya belum dibuka?"
"Tidaaaak!"
jeritku panik.
Beberapa
saat kemudian, ... ...
‐--------------
Plakkk!
Aw! Seseorang menamparku. Sakit!
"Mbak! Bangun Mbak! Mbak kenapa!" suara yang amat kukenal, adikku Doni.
Mataku yang telah terbuka menatapnya dalam-dalam. Segera duduk dan mencubit pipi adikku bertubi-tubi. Sekadar meyakinkan bahwa ini bukan mimpi lagi.
"Sakit, Mbak!" teriak Doni.
Haa! Aku tertawa memeluk adikku dengan erat, " Ah, akhirnya aku bangun! Akhirnya!" kataku riang.
"Mbak, kenapa sih tadi tidur kok teriak-teriak. Maaf ya Mbak, aku menampar Mbak. Biar Mbak bangun!" jelas Doni.
"Nggak pa pa, Dek. Makasih!" ucapku padanya.
"Oya Mbak, tadi ada yang ngirim itu ke rumah," Doni menunjuk bungkusan di atas meja. Tumpeng bertuliskan Selamat Milad FLP Blitar.
"Aku ke kamar ya, Kak!" Doni menuju kamarnya tanpa menunggu jawaban dariku.
Aku tertegun. Tiba-tiba kamar ini terasa lengang. Sunyi. Hanya terdengar suara detak jam berbentuk buku di dinding kamar. Ketakutan aku melirik jam itu. Tepat pukul 24.00. Sebentar lagi ponselku pasti berbunyi.
Derrrt! Derrrt! Derrtt!
Benar saja, ada panggilan grub whatshap. Kuberanikan diri menatap layar ponsel. Barangkali sekarang nyata dan bahwa ini bukan mimpi.
Lalu aku melalui lagi rentetan sama seperti dalam mimpi. Sampai pada momen memakan tumpeng. Perutku yang tiba-tiba terasa lapar, ditambah aroma nasi tumpeng yang menggoda membuatku ingin menelan bulat-bulat tumpeng itu.
Bismillah, aku mulai memakan tumpeng seperti yang lain. Pertama kucuci tangan dengan hand sanitizer di dekatku. Kedua, kucicipi sedikit bumbu-bumbu di tumpeng. Hm, lezat. Pelan-pelan menjimpit nasi dan lauk sedikit demi sedikit.
Aku mengambil nafas dalam-dalam. Huft, akhirnya aku benar-benar bangun.
Namun, ... sebuah panggilan masuk dari adikku, Doni.
"Mbak!" sapa suara di seberang.
"Kenapa sih, Don?" Bukannya dia di kamar sebelah? Ngapain sih, telpon begini?
"Mau minta tolong! Tadi sore aku ngechas latop di kamarku! Lupa belum kucabut, tolong dicabut ya Kak! Aku tidur di rumah Dion, nih," pintanya.
Kali ini kepalaku pusing. "Kamu ke rumah Dion sejak kapan?" tanyaku tak percaya.
"Tadi sore, Kak," jawabnya pelan.
"Hah!"
Beberapa saat kemudian, ... ...
----------
Kriiing!
Kriiing!
Aku dikejutkan dengan alarm jam beker di meja samping ranjang. Kali ini nafasku tersengal-sengal. Keringat dingin berbutir-butir di seluruh tubuhku.
Aku sudah hafal dengan semuanya. Jadi mataku beralih pada meja disampingku. Benar saja sebuah tumpeng mini disana.
Jam dinding kamar mulai menunjuk angka dua belas. Ponselku berbunyi tanda ada panggilan grub whatshap. Tanpa kubuka, sudah terdengar suara Kama, " Selamat Milad FLP Blitar ke tigabelas tahun!"
Aku
beringsut merepet ke dinding kamar dan menutup wajahku. Entah kapan ini
berakhir.
(END)
Dari Penulis
"Selamat Milad FLP Blitar yang ke 13. Semoga kegiatan-kegiatannya makin kreatif dan panuh berkah, bisa menggemakan literasi ke seluruh pelosok Blitar raya. Seperti motto FLP : Berbakti Berkarya dan berarti!"
No comments:
Post a Comment