Perempuan dan Islam - FLP Blitar

Perempuan dan Islam

Bagikan

Oleh : Nabila Ananda

Hari ini, jika kita membicarakan tentang perempuan maka tidak bisa lepas dari feminisme dan kesetaraan gender.

Feminisme lahir di Eropa sekitar abad 18, di mana pada saat itu Eropa dikuasai oleh gereja. Pandangan gereja pada perempuan yang tidak manusiawilah yang menyebabkan lahirnya gerakan feminisme. Pandangan tersebut diantaranya; menganggap perempuan adalah laki-laki yang terlahir cacat, perempuan tidak boleh meminta cerai terhadap suami apapun alasannya, ada juga yang membuat perdebatan apakah perempuan itu manusia atau bukan, bahkan melakukan pembakaran hidup-hidup pada perempuan yang dianggap nenek sihir.

***

Pada awalnya para feminist memang berjuang untuk hak-hak kaum perempuan, seperti diperbolehkannya meminta cerai dari suami, akses pendidikan bagi perempuan hingga peran perempuan dalam ranah publik.

Tetapi saat ini, bukan itu lagi yang menjadi perjuangan mereka. Mereka menginginkan perempuan harus setara dengan laki-laki dalam semua hal. Padahal setara tidak selalu pas pada porsinya. Mereka sudah mulai menuntut persamaan yang sifatnya kodrati. Misalnya, jika perempuan menyusui maka laki-laki juga harus menyusui. Jika perempuan melahirkan maka laki-laki juga harus melahirkan. Di beberapa negara barat, para aktivis feminisme ini juga menuntut agar perempuan diperbolehkan bertelanjang dada sebagaimana laki-laki.

Gerakan seperti ini ternyata tak hanya ada di dunia barat, di Indonesia pun juga ada. Mereka menuntut hak yang sama seperti yang dilakukan oleh kaum feminist barat hari ini. Tak sedikit dari aktivis ini juga mengatasnamakan agama. Mereka mengatakan agama-dalam hal ini Islam-tidak adil terhadap perempuan. Dalih mereka seperti pembagian waris yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, berjilbab yang mereka anggap sebagai bentuk pengekangan terhadap perempuan, perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan (publik-domestik) dan sebagainya.

***

Lalu benarkah Islam memang tidak adil pada perempuan? Bagaimana pandangan Islam sendiri terhadap perempuan?

Sebelum berbicara tentang perempuan dalam Islam, sedikit kita bahas terlebih dahulu mengenai Mekkah-sebagai tempat lahirnya Islam-pada masa sebelum datangnya Islam. Pada masa itu, orang Mekkah memperlakukan perempuan tidak lebih dari hanya sekedar hiasan, perempuan tidak boleh mengeluarkan pendapatnya, bahkan tidak segan mereka membunuh bayi perempuan.

Nabi Muhammad yang pada saat itu belum diangkat menjadi rasul, memiliki anak perempuan, tak hanya satu tapi empat. Lalu rasul mengatakan kepada masyarakat Mekkah yang membunuh bayi-bayi perempuan mereka “Aku adalah ayah dari anak-anak perempuan."

Sungguh perkataan ini menyiratkan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, yaitu hak untuk hidup. Di lain kesempatan, nabi juga mencium tangan putrinya di hadapan orang banyak. Ketika itu tentu saja orang-orang menganggap beliau aneh.

Dari apa yang dilakukan nabi, kita tahu bahwasanya perempuan juga memiliki hak yang sama, yaitu kasih sayang dan pengakuan. Ketika Islam hadir, kita juga hafal bagaimana Islam menempatkan ibu sebagai yang pertama sebanyak tiga kali sebelum ayah yang harus dihormati. Dalam urusan ibadah dan pahala juga tak ada perbedaan. Allah tidak memberikan pahala seseorang menjadi dua kali lipat hanya karena dia laki-laki.

***

Lalu bagaimana dengan jilbab yang selama ini dianggap orang feminist sebagai bentuk pengekangan terhadap perempuan? Perintah berjilbab hadir, sebenarnya untuk menghormati dan menjaga kaum perempuan. Menjadikan perempuan ibarat barang yang mahal, karena tidak mengizinkan sembarang orang bisa melihat yang ada pada dirinya. Dengan berjilbab juga tidak menghalangi seseorang untuk tetap berkarya dan berprestasi seperti orang yang tidak menggunakan jilbab. Karena yang ditutupi dalam jilbab adalah aurat bukan otak.

Bagaimana Islam memandang perempuan dalam perannya? Apakah perempuan sama sekali tidak diperbolehkan untuk berada di ranah publik?

Adalah Nusaibah binti Ka’ab salah satu shahabiyah (sahabat perempuan) Rasulullah yang ikut berperang bersama Rasul hingga zaman Khalifah Abu Bakar As-Siddiq. Uniknya dalam peperangan tersebut, Nusaibah tidak hanya berperan dalam bidang logistik melainkan benar-benar maju memanggul senjata bersama pasukan muslim lainnya. Beliau pulalah yang melindungi Rasulullah ketika berada di Perang Uhud saat Rasul terdesak oleh orang-orang kafir Quraisy.

Yang kedua, yaitu Asy-Syifa binti Abdullah. Pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, ia ditugaskan untuk mengawasi pasar dengan segala dinamikanya, mulai harga, kejujuran barang dan timbangan, ada tidaknya monopoli dan sebagainya. Hari ini kita bisa menyamakan tugas yang diemban Asy-Syifa dengan Menteri Perdagangan. Serta masih banyak lagi perempuan dalam sejarah Islam yang memberikan kebermanfaatannya pada masyarakat luas.

Terbukti bahwa Islam sama sekali tidak memberikan batasan pada perempuan untuk melakukan perannya hanya dalam bidang domestik saja. Perempuan dalam Islam juga diperbolehkan untuk berada dalam ranah publik, selama memiliki kemampuan dan tidak meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu dan istri.

***

Bagaimana dengan akses pendidikan pada perempuan? Apakah perempuan dalam Islam dilarang cerdas? Ada dua istri Rasul yang bisa membaca (di sebuah zaman yang bahkan laki-laki banyak yang tidak bisa membaca) yaitu Aisyah r.a dan Hafsah r.a. Jika memang Islam melarang perempuan untuk menjadi cerdas, maka harusnya Rasulullah sebagai panutan utama dalam Islam tidak perlu menikahi mereka berdua. Hal ini menandakan bahwasanya Islam sangat menganjurkan bagi para perempuan untuk menjadi manusia yang cerdas. Bukankah anak yang cerdas terlahir dari ibu yang cerdas? Bukankah di belakang laki-laki yang hebat ada perempuan yang hebat (cerdas)? Jika hal ini dipahami dengan baik oleh umat Islam sendiri terutama, maka tidak perlu ada kejadian seperti yang menimpa Malala Yousafzai.

Kenapa dalam hal waris perempuan hanya mendapatkan bagian setengahnya dari laki-laki? Karena laki-laki nantinya akan menjadi kepala rumah tangga yang bertanggung jawab untuk seluruh keluarganya. Sedangkan perempuan, segala kebutuhannya akan ditanggung oleh suaminya.

Segala hukum yang sudah ditetapkan Allah pasti ada manfaat dan alasannya. Meskipun hari ini kita tidak atau belum tahu alasannya. Allah menciptakan makhluknya berpasangan, dengan kadarnya masing-masing. Akan menjadi salah jikalau kita merusak tatanan yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. Seperti yang diminta para pejuang feminist agar laki-laki melahirkan dan menyusui sebagaimana perempuan. Jika hal ini terjadi maka tatanan yang sudah teratur ini pelan tapi pasti akan rusak. Karena yang setara tak selamanya pas pada porsinya.[]

#Selamat hari Kartini
#Selamat menjadi perempuan cerdas dan menginspirasi.

12 April 2017


No comments:

Pages