Prank Dampaknya Terhadap Karakter AUD - FLP Blitar

Prank Dampaknya Terhadap Karakter AUD

Bagikan
PRANK DAMPAKNYA TERHADAP  
PERILAKU ANAK USIA DINI 
Oleh: Rahayuningtyas

“Ngeprank” positif atau negatif kah? Fenomena prank saat ini menjarah ke seluruh perilaku anak- anak sampai orang tua. Tanpa ewuh pakewuh atau tanpa memperhatikan etika kesopanan, misalnya; cucu prank kepada nenek kakek, ayah/ ibu kepada anak-anak dan atau sebaliknya. Ditinjau dari perilakunya jikalau dilakukan oleh anak kecil terasa lucu dan menggemaskan. Namun tidak jarang juga mendatangkan kemarahan bagi orang tua. 

Mengingat perilaku anak pintar seperti di atas, teringat cucu balita saya yang sudah bisa “ngeprenk” kami sekeluarga. Pada saat itu ayunan yang biasa untuk bermain di teras rumah digoyang-goyang lalu dia lari sembunyi sambil berteriak minta tolong. Tentu orang-orang yang ada di rumah lari tunggang langgang dan bertanya dalam hati,  “ada apa si kecil?” Singkat cerita semua tertawa, gemes dan mengganggap lucu karena si kecil memberi penjelasan jika dia sengaja ngeprank.

Era sekarang ini orang tua dihadapkan pada  gejala tertentu, gejala setelah memasuki wabah digital. Saat dimana ganget/hp membawa  anak bersikap negatif seperti; diam bahkan karena asyik terbius bermain game cenderung cuek. Di sisi lain  terkadang berbicara sendiri. Hal lain kemunculan sisi positifnya,  anak sangat aktif dan pintar, komunikasi sangat lancar, kreatif karena menirukan segala sesuatu yang viral seperti tik tok, ngeflok dan salah satu di antaranya ngeprank.  

Nah apakah hal ini tidak membahayakan bagi karakter di masa dewasa besok? Bagaimana kegiatan yang dibalut dengan berbohong ini dapat berpengaruh terhadap kecerdasan terutama efeknya terhadap karakter anak?

Seandainya bisa berfikir sederhana saja sehubungan dengan keinginan anak bahwa ngepranknya sebagai candaan ingin memberi kejutan maka intinya disebut kelakar. Sebagai anak-anak layaknya kadar pikiran anak-anak menirukan gaya orang dewasa yang dilihat dan didengar  itu wajar. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Bagaimana pun kesadaran bahwa itu berdampak baik atau buruk bergantung orang dewasa di lingkungannya memberikan pembimbingan.

Sebagian orang beranggapan prank merupakan kreativitas kebablasan.  Jikalau prank diartikan sebagai gurau, kelakar, olok-olok dan seloroh belaka, tiba-tiba membawa dampak buruk misalnya kaget, marah, jantungan bagi orang lain siapa yang bertanggungjawab akan hal ini. Dengan demikian apakah begitu mudahnya sikap anak-anak ini dianulir, cukup kah dengan mohon maaf ? 

Lebih jauh anak menganggap prank sebagai bagian kebiasaan perilaku berbohong adalah sikap biasa saja. Niatnya “ prank” itu sebagai kegiatan selingan yang menyegarkan untuk orang tua.  Adapun kadarnya saja tergantung orang yang di “prank”memaknai. Anak-anak tidak bisa berpikir lebih jauh dari dunianya. Semua menjadi permainan, semua dianggap menyenangkan.  

Anggapan terhadap perihal luar biasa menjadi biasa saja berdalih mode atau mengikuti trand atau viral  adalah pertanda gejala kepribadian bahwa hal seperti itu di luar jangkauannya. 

Anak usia dini (AUD) adalah pribadi yang unik dan dunianya menakjubkan. Dalam jiwanya ada ruang di mana orang tua bisa belajar memaknai segala perilakunya menjadi alat bimbingan karakter. Karakter baik bisa berkembang bersifat permanen jikalau motivasi dan stimulus terus menerus dilakukan dalam alokasi usia AUD (0 tahun sampai dengan 6 tahun). Setelah usia itu penyerapan bimbingan tidak seoptimal di usia AUD.   

Jadi perilaku anak yang dianggap kebablasan (prank) ini bisa dikelola menjadi sebuah kecerdasan terutama kecerdasan sosial emosional. Selayaknya perilaku “negatif” yang dimiliki anak-anak seperti; pemarah, penggangu, pemonopoli, sombong dan lain sebagainya dapat dibimbing secara terbalik menjadi perilaku cerdas seperti peduli, penyayang, santun, suka berbagi dan seterusnya.

Karakter AUD bukan harga mati (bawaan lahir yang tidak dapat diubah) sehingga sangat tidak bijaksana memberi “cap” negatif terhadap anak-anak. Apalagi dikelompokkan dengan tujuan membandingkan antara yang “nakal” dengan yang “penurut”. Selebihnya di dunia pendidikan seperti di lembaga PAUD, bawaan dari rumah (orang tua) sudah menyatakan bahwa seseorang anak suka “paling menang, pemarah, pemukul ”, tidak disarankan guru pembimbing menggolongkan anak dalam posisi selalu seperti kata orang tuanya.

Apabila ngeprank adalah perilaku negatif  sebab jika dirunut berasal dari berbohong maka jika dibiarkan tanpa pembimbingan maka kesimpulan  bahwa ngeprank perilaku yang harus diwaspadai. Terlepas tujuan anak ingin menampilkan kepintarannya akan tetapi jika menjadi perilaku yang kurang mendukung budi baiknya, wajib diarahkan. Intinya anak harus memahami akan ngeprank yang telah dilakukan karena berkenaan dengan orang lain. Orang-orang dewasa yang mengasuh AUD memberikan pengarahan melalui segala perlakuan yang tepat.

Secara garis besar faktanya adanya perilaku yang viral di masyarakat dapat secara cepat dan menyekat ditirukan oleh anak-anak tanpa kesalahan bahkan ibaratnya  titik koma tidak ada yang terlewat. Kejadian seperti ini memberondong orang tua bak martil berpeluru tajam. Namun demikian orang tua bekerja sama dengan guru bisa membuat strategi pembimbingan untuk ngeprank  menjadi karakter yang positif.  

Dapat disimpulkan bahwa ngeprenk oleh AUD  ditinjau dari yang melakukan anak-anak dapat diyakini tidak ada tendensi negatif. Dihubungkan dengan pembentukan karakter, apabila sudah ada kecenderungan perilaku “sering terjadi” maka sebaiknya diarahkan menjadi kegiatan yang bermanfaat. Bagi orang tua menjadi hiburan dan bagi anak sendiri sebagai pembimbingan kecerdasan. Oleh karena ada proses kreatif maka seoptimal mungkin untuk membangun karakter percaya diri, amanah, baik hati dan jujur. 

Pendekatan untuk mengolah gaya hasil tiruan ini (ngeprank) adalah pendekatan personal dan bentuk penerapannya di area dan sarana bermain. Anak dibuat masuk ke dalam dunia belajar serasa bermain, memperbaiki perilaku kurang baik tetapi tidak didekte atau dilarang-larang. Ngeprank yang efeknya negatif dicarikan strategi yang efektif kreatif sehingga berbuah kecerdasan yang majemuk. 

No comments:

Pages