TENTANG SOBAT AMBYAR DI KELAS PUISI 2 - FLP Blitar

TENTANG SOBAT AMBYAR DI KELAS PUISI 2

Bagikan



Oleh : Alfa Anisa


Ahad, 1 Maret 2020 adalah jadwal kelas puisi 2 yang dilaksanakan di Ruang Koleksi Khusus Perpustakaan Proklamator Bung Karno. Saya nyaris memutuskan berangkat sendirian, kalau saja Nezli tak segera menelpon.

Jam setengah 11 baru berangkat dari rumah, kami berdua tak merasa bersalah telah terlambat beberapa menit padahal ada tugas. Tak disangka sampai di sana telah disambut senyum ramah teman-teman dan petugas perpus yang sudah duduk melingkar.

Kelas dibuka oleh Nezli, dan dia adalah tokoh utama yang mengajak teman-teman turut serta menjadi sobat bucin. Tiba-tiba celetuk seseorang di sela-sela puisi rindu dibacakan membuatku membenarkan katanya, "Kenapa puisi romantis malah dibilang bucin, sih!"

Selanjutnya kultum disampaikan oleh Bu Miza tentang setiap amal perbuatan tergantung niatnya. Dilanjutkan bedah karya oleh Mas Jon. Puisi setiap orang dibacakan lalu dibedah bersama. Sayangnya area diskusi tak ada meja sehingga sedikit menyulitkan untuk menulis dan mengalihkan perhatian jika mendadak bosan.

Bedah karya dimulai dari puisi Pak Adi tentang bingkai Subuh di Kebunrojo, Mbak Imro tentang spiritualnya di makam Mbah Dim Yati, Abi dengan puisi sederhananya menuju warung es degan, Bu Ning tentang Blitar dulu dan sekarang, Ikla dengan rindunya di Gumuk Sapu Angin, Bu Miza dengan jenis puisi panggung  mengisahkan tentang laga sepakbola yang mencekam Kota Blitar beberapa hari lalu, serta penutup bedah karya adalah puisi Nezli yang mengajak teman-teman untuk ambyar dengan judul Selamat Tinggal.

Bedah puisi kali ini Mas Jon lebih banyak berbicara dengan teori-teori puisi. Saya hanya melengkapi yang sekiranya puisi belum menyentuh lokalitas, serta latar tempat hanya sebagai tempelan. Selebihnya saya tak memperhatikan jalannya kelas, sibuk menikmati aroma perpustakaan, buku-buku berderet rapi terlalu membahagiakan jika tak dipandang, dinginnya AC berbaur dengan angin yang dibawa derasnya hujan, turut menambah beban kerinduan agar lekas dipertemukan #loh

Saya memang buruk soal teori dan berbagai macam pengertian puisi, dan buruknya lagi terlalu memegang prinsip licentia poetica. Jadi entah apa kata orang tentang puisi, tugas saya adalah tetap menulis. Ketika puisi sudah dilahirkan dari rahim kata-kata, maka selanjutnya anak-anak puisi akan menghidupi dirinya sendiri di hadapan pembaca.

Gelak tawa dan canda saling dilemparkan, terlebih ada kakak cantik--Mbak Hepy--teman baru dan Pak Pur sebagai salah satu yang mengawasi agar kelas berjalan lancar sekaligus sebagai bahan laporan.

Begitulah kelas puisi yang terasa ambyar ketika Nezli sebagai MC-nya. Semoga keambyaran dan kebucinan bisa melengkapi puisi-puisi lokalitas menjadi semakin kuat.

Blitar, 2020

No comments:

Pages