Gairah Menulis - FLP Blitar





Menulis bukan pekerjaan (atau lebih tepatnya aktivitas) yang cukup menjanjikan. Memang banyak penulis yang berkecukupan dari segi finansial, terutama mereka para pengarang buku-buku best seller, yang bukunya di filmkan, atau diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Namun tak sedikit penulis yang tetap hidup ala kadarnya, sampai usia senja.


Satu-satunya alasan, atau penguat mereka tetap berkarya di jalur menulis, tentu saja gairah, rasa cinta yang mendalam terhadap apa yang tengah dikerjakan. Meski senyatanya, tidak semua penulis adalah murni sebagai penulis, sebagian merangkap sebagai pengusaha media/penerbitan, politisi, dan sebagainya.

Penulis yang murni menulis, biasanya adalah mereka yang khusyuk berkarya, sambil menanti honor dari media yang menerbitkan atau memuat karyanya. Mereka menjadi penulis lepas, karena itu memberikan sebuah kemerdekaan tersendiri. Namun sebagaimana penulis lepas, pemuatan karyanya sangat bergantung pada “yang punya kuasa”.

Pram termasuk salah satu penulis lepas yang cukup diperhitungkan, meskipun pernah juga aktif sebagai redaktur di sebuah media dan mengelola sebuah agency yang menyalurkan tulisan ke beberaapa penerbit. Namun dilihat dari royalty novelnya saja, harusnya Pram bisa menjadi orang kaya, dengan tarif mahal setiap kali diundang sebagai narasumber kepenulisan.

Namun menurut Ajip Rosidi, diakhir hayatnya setelah bebas dari penjara dan dinyatakan tidak terikat dengan G30 SPKI, Pram bisa menikmati hidupnya sebagai “pensiunan” yang tinggal di rumah gedongan lengkap dengan kebun untuk bercocok tanam. Namun kenikmatan hasil menulis itu tidak lama ia rasakan, karena pada tahun 2005 ia meninggal.

Namun tidak semua penulis memiliki nasib yang baik atas kara-karyanya. Banyak juga penulis yang tidak populer, bukunya tidak begitu laku, padahal isinya sangat berbobot. Mau tidak mau, pendapatan terbesar penulis lepas adalah dari royalty buku. Pendapatan lain dari ongkos menjadi narasumber dari seminar yang ia hadiri. Namun besarnya ongkos narasumber juga bergantung pada popularitas karyanya.

Itu berbeda jika seorang penulis, sekaligus ngobyek ke yang lain. Banyak orang pandai menulis, tapi mereka bukan penulis. Misalkan, pejabat publik, pengusaha, aktivis sosial, dan lain sebagainya. Banyak juga anggota dewan yang menulis buku, atau opini di koran. Atau akademisi yang memproduksi opini-opini ilmiah.

Penulis adalah mereka yang mendedikasikan dirinya untuk memproduksi karya tulis. Waktu dan tenaga ia curahkan untuk dunia kepenulisan. Kalaupun ia menjadi aktivis sosial, yang ia perjuangkan juga berkaitan dengan dunia kepenulisan, berkampanye untuk mengajak orang cinta membaca dan menulis.

Jika tujuan menulis adalah mencari keuntungan finansial, maka siapapun akan kecewa. Bukan tidak mungkin, karena banyak juga penulis yang secara finansial tercukupi, bahkan berlebih. Namun prosesnya tidak bisa diterka, itu juga faktor nasib. Jika ingin mencari finansial, lebih baik menjadi pedagang, atau politisi. Itu lebih menjanjikan keuntungan finansial dalam waktu yang relatif cepat, dibandingkan menulis.

Orang bertahan menulis karena gairah yang kuat akan dunianya. Ia sungguh-sungguh menjiwai. Ada rasa bahagia ketika melakukan atau memperjuangkannya. Rasa bahagia dan puas itu yang membuatnya bertahan. Kedamaian bathin, atau apalah namanya, yang membuatnya tekun. Jadi bertambah giat, ketika ia dipertemukan dengan nasib yang mujur sebagai penulis dengan pendapatan besar. []

6 Mei 2017
A Fahrizal Aziz

No comments:

Pages