Fasilitas Menulis - FLP Blitar





Seringkali untuk memulai sebuah usaha, kita perlu memiliki fasilitas. Termasuk untuk menulis. Semisal, harus punya laptop yang memadahi, gadget canggih untuk mencari data, jaringan wifi, dan lain sebagainya.
 
mesin tik
Fasilitas memang memudahkan, namun juga bisa melenakan. Kenapa? Karena berada pada suasana yang serba mudah, kreatifitas kadang justru kurang terasah. Jika ada yang memiliki fasilitas penuh tapi tetap produktif, biasanya dia pernah mengalami fase minim fasilitas.

Kita bayangkan saja penulis kaliber era sebelum berkembangnya komputer. Mereka menulis masih menggunakan mesin tik, bahkan sebagian besar ditulis tangan dahulu. Soe Hok Gie yang pada eranya termasuk penulis yang produktif, kadang harus meminjam mesin tik dosennya untuk menulis opini, kemudian dikirim ke koran.

Jika kita pernah memegang mesin tik, betapa sukarnya jika harus mengetik berlembar-lembar, dengan suara yang berisik, dan kesalahan harus seminimal mungkin. Lantas bagaimana novelis era itu melakukannya? Ya, fikiran itu muncul karena kita sekarang mendapatkan fasilitas teknologi yang serba canggih.

Saya sendiri baru memiliki laptop (notebook) akhir tahun 2012. Sebelum itu, mengetik apapun menggunakan komputer. Bukan komputer sendiri, karena tidak punya komputer. Bahkan ketika mengerjakan tugas kuliah sekalipun. Sesekali menggunakan laptop teman. Ternyata menggunakan laptop itu lebih enak mengetiknya, lebih ringan.

Makanya, jika suatu ketika saya memiliki laptop, keinginan untuk semakin produktif itu selalu muncul. Karena tidak perlu rental lagi, tidak perlu menulis di kertas, baru kemudian diketik. Bisa langsung mengungkapkan apa yang ada dalam fikiran.

Lalu teknologi informasi pun kian berkembang. Muncul ponsel pintar dan gadget. Saya tidak lantas mengikuti, baru menggunakan ponsel pintar pada pertengahan 2015. Ponsel yang lebar dan agak berat, tapi fiturnya menarik. Mengakses internet jadi lebih mudah dan cepat. Namun masih belum terbiasa menggunakannya untuk menulis, menulis masih menggunakan laptop.

Mungkin karena salah cara penggunaannya, ponsel itu kemudian rusak. Berganti ponsel lain, fiturnya tak jauh berbeda. Hanya lebih ringan. Saat itu mulai mencoba membuat “tulisan utuh” dari ponsel. Jika selama ini hanya untuk mengetik status facebook atau tweet yang hanya beberapa karakter, namun kali ini mencoba untuk menulis agak panjang.

Jadilah beberapa tulisan. Hampir semua tulisan di blog silumankata.wordpress.com atau opiniea.wordpress.com saya ketik dari ponsel. Ternyata bisa juga mengetik panjang-panjang melalui ponsel.

Namun tak sampai setahun ponsel itu rusak lagi. Karena untuk kepentingan komunikasi, saya tetap menggunakan ponsel android, berganti ponsel tipe jadul. Ponsel lama pun akhirnya bisa dibenahi. Sekarang fungsi ponsel itu lebih untuk komunikasi, karena fiturnya terbatas.

Yang agak berbeda, kualitas tulisan saya agak menurun. Itu menurut teman-teman. Mungkin karena sekarang bukan lagi mahasiswa, sehingga interaksi dengan “buku-buku berat” dan diskusi berat agak berkurang. Mungkin juga karena selera menulis yang berbeda.

Tapi sejenak saya pun menyadari, tingkat ketajaman analisis saya berkurang sedemikian rupa karena terlalu asyik dengan ponsel pintar. Baca buku jadi kurang, interaksi fisik dengan orang juga berkurang. Padahal ponsel pintar itu harusnya bisa menjadi fasilitas, untuk semakin produktif dan semakin baik tulisannya.

Fasilitas itu memang memudahkan, namun jangan sampai terlena. Kini saya lebih banyak menyimpan ponsel jadul di dalam tas, dan menggunakannya sesekali. Karena banyak hal dalam hidup kita berubah karena ponsel pintar tersebut.

Padahal ponsel pintar harusnya bisa menjadi fasilitas yang memudahkan untuk menulis, terutama jika ingin menggali informasi, atau mengirimkan karya kita ke beberapa media. Namun disatu sisi membuat kita kian terlena, apalagi jika ponsel tersebut memiliki fitur yang menarik. []

5 Mei 2017
A Fahrizal Aziz

No comments:

Pages