Rutinan FLP Blitar : Belajar Menulis Cerpen Menggunakan Lima Indera - FLP Blitar

Rutinan FLP Blitar : Belajar Menulis Cerpen Menggunakan Lima Indera

Bagikan
Hawa dingin buatan mesin menyambut langkah saya memasuki ruang Koleksi Khusus Perpustakaan Proklamator Bung Karno di lantai dua. Lagi-lagi saya terlambat, meski tak se-terlambat minggu lalu. Saya mengambil tempat di samping Rosy, sementara Irsyad menjelaskan materi tentang Cerpen.
Rupanya banyak yang tak hadir hari ini. Termasuk Alfa Anisa yang tengah berada di Bangkalan untuk acara piknik sastra bersama Nunung. Namun, hal itu tak menghalangi jalannya rutinan kali ini. Irsyad menjelaskan materi lewat modul sederhana berformat PDF yang sebelumnya telah dibagikan ke grup Whatsapp FLP Blitar.

***
Dimulai dari pengertian cerpen, kemudian karakteristik, unsur-unsur, anatomi, hingga trik sukses menulis cerpen. Ada satu bagian yang menurut saya unik, yakni Menulis dengan Lima Indera.
Kelima indera tersebut adalah indera penglihatan, yang menerangkan sesuatu yang tampak secara visual; indera pendengaran, yang menjabarkan bunyi-bunyian; indera peraba, yang menjelaskan tekstur benda, kesan ruang, dan sebagainya; indera penciuman, yang menggambarkan berbagai aroma; juga indera perasa, yang menghadirkan sensasi beragam rasa makanan.

***

Setelah itu, dimulailah praktik menulis cerpen. Cukup dua paragraf saja, dengan memasukkan setting tempat dan salah satu atau kelima indera tersebut. Kami pun mulai serius menuangkan apa yang ada dalam benak.
Duapuluh menit kemudian, selesai sudah. Kami mulai membaca tulisan masing-masing. Sebagian besar telah memahami dan bisa memasukkan unsur setting tempat dan lima indera ke dalam tulisannya.

***
Ada Mila dan Fitria yang gaya bahasanya bagus, ada pula cerita unik dari Ryan yang menggigil karena udara yang dihasilkan mesin pendingin di ruangan tempat kami berdiskusi siang itu. Hendra malah hanya menuliskan dua kalimat saja. Sayangnya, saya tak terlalu bisa mendengarkan cerita Imut dan Ana, karena suara mereka tertutupi oleh barisan peringatan yang menggema dari petugas Galeri yang berada tepat di bawah ruang Koleksi Khusus.

Cerita Nezli dan Rosy juga cukup menarik. Sayangnya, Oma Titiek tak bisa membacakan karya, karena tablet beliau kehabisan baterai. Begitu pun Kak Fahri, yang baru datang saat sesi praktik menulis cerpen sudah usai.

***
Sedangkan saya? Hahaha, saya hanya berhasil menuliskan tak lebih dari sepuluh kalimat majemuk yang menggambarkan situasi siang itu. Kaku sekali rasanya.

Materi ini membawa kerinduan saya kembali menulis cerpen. Saat ini, saya memang lebih sering menulis esai-semacam catatan perjalanan, keseharian, juga ulasan buku. Juga mulai menulis sejumlah puisi sederhana.

***
Demikianlah. Rutinan ditutup pukul tiga lebih sedikit, namun obrolan masih berlanjut hingga satu jam kemudian. Terimakasih untuk semua yang telah menghadiri rutinan kali ini. Bagi yang belum menyetor esai bertema Perempuan, segera kirimkan karya kalian ke email atau Whatsapp saya, ya! Semangat menulis![]

Blitar, 16 April 2017
Adinda RD Kinasih

loading...

Pages