NUBUAT DI TENGAH SEMESTA - FLP Blitar

NUBUAT DI TENGAH SEMESTA

Bagikan

Sunyi…
Bentangan alam luas tak bertepi berselimutkan sunyi
bumi pertiwi nan kerontang, wajahnya pucat pasi
tak lagi ada bunyi desahan dari dedaunan
tak terdengar pula suara kidung merdu binatang malam

Sebuah kilat di angkasa menyambar awan
setetes percikan air luruh dari langit
semesta alam nan lunglai pun menggeliat bangkit.
Pelosok buana riuh dan lonceng-lonceng kehidupan pun berdentang-dentang rumit

Anak jengkerik kecil itu naik ke atas batu dan hanya terdiam
Ditatapnya kolong langit nan hitam kelam
Dinantinya wajah sang bintang meski tak jua datang
Sahabat nan setia yang kini menghilang

Dibacanya wajah alam nan berlumur misteri
rintihan aneh terdengar dari celah tabir malam yang sunyi.
Mata batinnya menangkap ada sosok-sosok swara menyelinap menyapa alam
diejanya dengan tergagap swara-swara bersenandung doa yang bersandar pada kalam

Doa orang suci berjalan tertatih meniti malam
Di bawah temaram kalam Ilahi yang terombang-ambing angin dan nyaris padam
Saat firasat membisikkan badai besar akan datang
Sang doa berbisik pada siapa yang ditemui segera mencari perlindungan

Hujan badai berhenti saat tiba di ujung malam
Persada bumi basah kuyup menggigil dengan suara menggeram
Dalam istana-istana berkilau, para pemangku kepentingan yang tak pernah tinggal diam
Memulai rehat dengan syahwat tak pernah padam.

Pelahan kabut putih datang
Menyelimuti sudut-sudut semesta yang terbujur tenang
Senyap, tak ada bayang-bayang nafsu manusia bahkan lenguhan binatang
Di catatan Nubuat pun tertulis damai saat halilintar bersabur di sekujur angkasa yang sekonyong benderang

Di ufuk timur sayup-sayup kudengar ketukan samar
Buana bergegas membuka pintu dengan sorot mata nanar.
Nubuat mengatakan, mimpi-mimpi indah mereka langsung buyar,
Tetapi lembaran-lembaran baru pun siap mereka kejar.

Nyanyian burung-burung itu membentuk harmoni dalam orkestra akbar
Penghuni buana membuka jendelanya lebar-lebar
Para paderi Samaritan mulai membentangkan kisi-kisi layarnya yang besar.
Namun, kaum hedonis yang membutakan dunia pun sudah selangkah melempar jangkar

Penduduk negeri menyambut sang mentari yang menyapa dengan senyum berbinar
Kabut-kabut putih pun mereka halau hingga luruh dan memudar
Rakyat jelata yang lugu berebut memandangi lembaran-lembaran baru yang mulai tergelar
Sebelum kenyataan tak sesuai harapan terjanji, menghujam mereka hingga jatuh tergelepar.

Kulemparkan pandangan pada pegunungan nun jauh di sana.
Mereka pun membalas sapaku dengan senyum getir penuh tanda tanya
Kata mereka, hati-hatilah dengan para siluman oligarki kaya yang mempersetankan adab budaya
Karena tak lama lagi mereka datang dengan kafilah-kafilah besar pembawa petaka.

Dari jauh sang guru bangsa berseru
Para murid-murid pun datang dari segala penjuru
Tuntutlah ilmu-ilmu kebajikan hingga meresap jauh ke dalam kalbu
Agar kalian selamat dari belantara dunia yang penuh tipu-tipu

Seorang murid mengadu, ya, Guru, hutan, laut bahkan angkasa pun mereka kuasai
Murid lain langsung menyahut, ya, Guru, sawah dan ladang kami juga mereka curi
Seorang pengemis kumal menyusup dan menyambung, ya, Guru, aparat, pemuka agama yang kami panut, bahkan orang-orang seperti sahaya yang hina dina ini pun mereka beli
Seorang murid yang kritis menukas, Guru, jangan-jangan sertifikat gunung-gunung pun mereka miliki, lalu apa lagi kebanggaan yang tersisa hari ini?

Seorang murid menyahut, aku ingat janji-janji mereka! Tetapi, ya Tuhan, tega benar mereka berbuat kianat
Benar, mereka membiarkan rakyat yang masih bodoh ini jauh tersesat
Hati ini miris, mereka abai dan membiarkan rakyat kecil yang susah malah jadi sekarat
Benar apa kata Nubuat, karena yang kita hadapi binatang-binatang bermental bejat

Seorang murid lain berdiri, katanya mereka itu orang beriman dan mengabdi penuh pada negara!
Yang lain menukas, iman? iman yang bagaimana? Iman yang dipilih sesuai selera?
Yang lain lagi menyambung, Iman yang selalu minta kelimpahan harta maha raya?
Seorang murid berwajah tak berdosa menyahut, semoga Tuhan segera menunjukkan kuasa Nya.

Guru, bagaimana kita bisa ke luar dari situasi buruk ini?.
Kadang dia datang seperti bara yang menggesek jantung kami,
perih dan pedih selalu mengiris jiwa-jiwa ini.
Kami terjebak dalam perangkat yang mengerikan ,
Saya pikir kami seperti di antara iblis dan lautan biru yang dalam

Guru, kami telah kehabisan kata-kata,
Diamnya orang baik akan memberi ruang pada kejahatan untuk menghancurkan kebaikan,
Diamnya orang baik akan menciptakan kebaikan sebagai utopia belaka.
Lalu apa yang harus kami perbuat, wahai Guru kami yang mulia

Sang Guru yang memegang buku Nubuat terdiam dengan wajah terpekur
matabatinnya menyibak kelambu-kelambu kelam yang membuat alam tersungkur.
Dibolak-baliknya catatan nilai-nilai luhur bersandar kalam untuk ditabur
Dilihatnya para murid dengan mata bijaknya sebelum bertutur,

Tuturnya, kita mengharap kejernihan hati dan pikiran tetap berlimpah pada kita.
Jadilah mentari yang selalu di nanti.
Hidup di dunia hanya satu kali, lakukan hal terbaik dalam hidupmu ini
ada satu tempat di mana kebenaran takkan mampu dibeli dan dimanipulasi.
Dan, tempat itu bernama Hati.
Berjuta murid pun bersimpuh taklim dan menunduk dalam rengkuhan empati

Bersabarlah wahai hati-hati yang resah,
Ambilah benih-benih kebaikan, taburkan ke ladang-ladang yang kau temui di sepanjang jalan,
berserah dirilah pada Sang Maha Pengukir,
Kala fitrah kembali ke pangkuan jiwa yang ikhlas itu murni dari hati yang terdalam
Saat itulah hakekat dan kemuliaan diri kalian yang sesungguhnya hadir.

Aamiin.

Blitar, Januari 2020

No comments:

Pages