Bisakah Saya Memesan Kenangan? - FLP Blitar

Bisakah Saya Memesan Kenangan?

Bagikan

Senin, 23 Desember 2019

Di sini saya hanya bisa pesan kopi dan camilan. Batin saya. Sembari mengenang deretan kursi yang letak dan bentuknya masih sama seperti 7 tahun silam. Nyaris tak ada yang berubah, hanya rasa dan suasananya saja yang berbeda.

Tiap kali pulang ke Blitar pada akhir pekan, atau kala liburan semester tiba, tempat itu hampir selalu menjadi lokasi bertemu. Sebab tak ada pilihan lain.

Tempat itu pula yang akhirnya saya abadikan dalam sebuah cerpen untuk antologi pada 2016.

Sekembalinya saya ke Blitar pada penghujung 2015, di situlah saya sering duduk sendiri, memesan kopi dan jamur krispi, sembari membuka laptop untuk menuangkan beberapa paragraf pada lembaran microsoft word.

Tentu banyak sekali kenangan. Obrolan segar dan tawa penuh canda hingga larut malam. Perbincangan soal asmara, pekerjaan, agama, sastra, filsafat, dan masih banyak lainnya.

Mengenang hal-hal semacam itu terasa melankolik, namun nyatanya banyak orang melakukannya. Sering saya ditunjukkan sebuah tempat yang dahulu menyimpan banyak memori, apalagi jika tempat dan bangunannya masih utuh.

Semua orang mengenang jalan hidupnya, dengan caranya masing-masing. Dengan hanya sekadar mengingatnya sendiri, diceritakan pada orang lain, ditulis, atau dipuisikan.

Setiap orang mengenang perjalanan hidupnya, sebagai refleksi. Dari kenangan besar, hingga kenangan kecil.

###

Setelah tempat itu kini sudah tidak ada, entah berpindah, memulai dari awal dengan konsep yang berbeda, atau benar-benar tutup permanen, yang sekarang bisa saya lakukan hanya mengenangnya.

Menyembulkan kembali memori dan imaji, di antara deretan kursi, meja, dan hilir mudik kendaran yang terlihat dari balik kaca, atau selintas topik perbincangan yang pernah ada.

Begitulah kenangan, ketika waktu terus berjalan, dan otak masih setia menyemai ingatan. Termasuk ketika saya berkunjung ke kota bunga, atau kota apel, atau kota dingin itu.

Demi nostalgia, rela masuk gang-gang sempit sekitar Sumbersari gang 1-3, mengamati tempat rental komputer, warnet, playstation, hingga warung makan yang dulu sering saya singgahi, yang sebagian besar sudah mengalami pembaharuan.

Juga menilasi beberapa kafe dan warung kopi, yang sebagian sudah berganti nama. Menyusur trotoar area Suhat dan sekitaran stasiun kota yang sering jadi tempat favorit untuk menghabiskan malam.

Sejak saat itu saya mengerti arti mengunjungi. Selalu ada dialog dalam diri sendiri, yang membersamai setiap perjalanan tersebut.

Bahwa kenangan menjadi suatu keasyikan, meski ada beberapa kenangan yang menyisakan trauma dan ketakukan. Tetapi toh, semuanya sudah berlalu, bukan?

Kita tak bisa memesannya ulang. Hanya sebagian yang tersaji dan abadi dalam bait-bait puisi, atau buku diari. []

Kedai Doppio
Ahmad Fahrizal Aziz


No comments:

Pages