Merawat Ingat - FLP Blitar

Oleh : Ryan Adin Pratama



Bicara mengingat, saya akan bercerita sekelumit hal yang masih mampu dikenang pikir dan dirasa oleh jiwa namun sangat terbekas dan berdampak pada pola pikir saya.

Tepat 5 Agustus tahun lalu berlokasikan Kusuma Argowisata Batu, digelarlah Festival yang bagi saya adalah sebuah rumah dimana penghuninya pulang dan berkumpul.

Bagaimana tidak, Festival Alternatif Tahunan ini disajikan untuk para penggemar Kebudayaan (Kesenian, Musik, dan Literasi) di Indonesia. Mengajak para audiens yang datang turut serta dalam perjalanan menemukan mutiara terpendam yang menunggu untuk dikagumi dan dipelajari bersama.

Dari deretan musisi, ada Danilla, Jason Ranti, Tiga Pagi, Daramuda, Pusakata, Efek Rumah Kaca, Fourtwnty, dan kawan lainnya.

Dari deretan literasi, ada Aan Mansyur, Sancaya Rini, Theoresia Rumthe & Weslly Johannes, Mohammad Istiqamah Djamad, dan kawan lainnya. Tak ketinggalan juga boneka-boneka dari Papermoon Puppet Theatre yang disulap seakan hidup dan bercerita kepada kami.

"Kita hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari." Begitulah jarkom yang sering dikoarkan. Memang iya, saya akui, kita menemukan semua yang kita cari disana.

Sakti memang, mereka tahu apa yang kami butuhkan. Kala tubuh kami dihujani suhu 15°-23°, mereka menghangati dengan bertubi-tubi karya seni yang mampu menghipnotis menari-nari dalam jiwa dan pikiran kala mata menatap. 3, 4, dan 5 Agustus 2018 kala itu tak ada pemisah antara pengunjung dan Penghibur. Kami menyatu menjadi KELUARGA dalam euforia yang kita cari masing masing. Benar-benar keluarga baru bagi yang baru saja bertemu, dan reuni bagi keluarga lama yang lama tak berjumpa. Tawa dan peluk rindu tumpah menjadi selimut bagi jiwa-jiwa tanpa label usia.

Entah petir apa yang menyambar, 30 Juli 2019 kami disedihkan oleh berita jikalau tahun ini mereka tak bisa kembali mengulang. Dalam akun instagramnya, mereka berpamit dan berterimakasih kepada semua pihak yang terlibat pada festival tahun lalu. Sebuah kata pamit yang kata banyak orang memahami dengan kalimat "kau pergi pas lagi sayang-sayangnya".

Ya sepintas memang benar. Bagaimana tidak, sebuah rumah yang sudah dikemas dengan baik dan membuat nyaman penghuninya, tiba-tiba harus menghilang. Siapa yang tahu, kala dulu mereka memberi janji kepada kawan akan bertemu kembali di rumah yang sama? Siapa yang tahu pernah ada kisah yang memang harus mereka ulang kembali dirumah itu? Atau siapa juga yang tahu bila akan mengajak orang baru masuk kedalam rumah?

Yah... Mau bagaimana lagi, kecewanya manusia juga harus bisa memanusiakan manusia. Kita bukan serigala  lapar siap menerkam dan mengaungi para ancaman.

"Dan kau akan selalu bisa datang kesini, sampai tiba waktunya nanti". Itu pesan terakhir dari rumah kepada kami via sosial media. Antara kecewa dan masih berharap, kalimat pamit yang berakhir memberi harapan kembali di waktu yang tak diucap.

Mungkin kami hanya mampu berdoa semoga rumah itu kembali dapat kami pulangi. Kami masih menunggu kabar sampai tiba kapan, dimana kami akan datang bersama kawan.


_saya menulis terdorong kerinduan_

No comments:

Pages