Puasa Paymen - FLP Blitar

Puasa Paymen

Bagikan

Oleh Imro'atus Saadah

Beberapa hari ini, Paymen selalu jadi topik hangat di kampung Ede. Dimana-mana orang asyik membicarakan Paymen. Dari mulai berbisik-bisik sampai terang-terangan, sampai dengan suara lantang. 

Berawal di malam pertama Ramadhan, Paymen tiba-tiba datang ke Masjid An-Nuur, satu satunya masjid di Kampung Ede. 

Paymen memakai kaos oblong dan celana cekak. Tanpa ba-bi-bu dia langsung ke tempat wudhu. Lama ia terdiam, menoleh kesana kemari. Tapi tempat wudhu itu sepi. Akhirnya dia menyalakan kran,mencuci muka, disusul kaki dan tangannya. Lalu beranjak masuk ke Masjid.

Begitu Paymen keluar dari tempat wudhu, orang-orang langsung berhamburan ke tempat wudhu. 

Pak Tono malah celingak celinguk memeriksa seluruh tempat wudhu sampai kamar mandi.

"Cari apa Pak?" Tegur Roni

"Heran saja. Tadi ngapain Paimen kesini ya" jawab Pak Tono bingung.

"Iya, ya. Ngapain tuh orang kesini. Kagak ada apa-apa disini yang bisa dicolong" lanjuk Pak Poniran, mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar mandi.

Wajar saja kalau mereka berburuk sangka pada Paymen. Paymen. Laki-laki umur 40 tahun itu adalah preman yang paling ditakuti di Kampung Ede. Sudah biasa keluar masuk penjara. Bukannya bertobat malah menjadi-jadi ulahnya. Sudah biasa tangannya main kemplang seenaknya, atau meminta sesuatu dengan paksa.

Masalahnya dia punya ilmu kebal. Tahan bacok. Jadi orang-orang memilih tidak berurusan dengan Paymen. Ya... daripada bonyok.

Sementara itu Paymen berdiri mematung di pintu Masjid. Dilihatnya beberapa orang di dalam masjid sudah duduk rapi dalam shaf shalat. Pakaian mereka rapi bersih, memakai peci dan sarung. Berbalik dengan penampilan Paymen yang hanya kaos oblong dan kaos cekak. 

Sementara orang-orang yang dibelakang Paymen tidak berani masuk masjid.

"Ada sarung di almari Pak, boleh dipakai siapa saja," tegur Asep ramah pada Paymen dari belakang. 

Paymen menoleh heran. Walau dia berusaha tersenyum tetap saja wajahnya tampak garang. Orang-orang berbisik-bisik sembari menunjuk Arsep. Arsep pemuda yang baru datang seminggu yang lalu di kampung ini, adalah mahasiswa yang sedang KKN. Jadi pasti belum mengenal siapa Paymen.

Paymen diam saja. Tapi dia berjalan menuju almari dan memakai sarung. Seumur-umur ini kali pertama Paymen memakai sarung, jadi Paymen tak tahu cara memakainya. Lagi-lagi Arsep menghampiri Paymen, memasangkan sarung Paymen. Paymen diam saja. Dia hanya tersenyum. 

Paymen ikut shalat Tarawih sampai selesai. Lalu bergegas pulang, tanpa menyapa siapapun. Esoknya, di sore hari seperti Ramadan-ramadan sebelumnya, Paymen menuju Warung Bu Eti.

Halaman warung Bu Eti sangat luas. Jika Ramadan begini banyak warga berjualan aneka takjil, aneka lauk dan sayur matang. Meja-meja mereka berjajar rapi di tepi halaman. 

Mereka sudah tak heran dengan kedatangan Paymen. Sudah biasa Paymen akan mengambil apa yang ia suka lalu memakannya di tempat. Kalau tidak bisa kena gampar. Katanya dia yang menjaga keamanan disini jadi sudah pantas kalau makan gratis. Dan orang-orang tak mau ambil pusing, mereka menurut saja.
 
Paymen menghampiri meja Mbah Minah. Dia mengambil 4 plastik es campur Mbah Minah. 

"Kresek Mbah. Mana!" Katanya.

"Biasanya kan dimakan disini!" Mbah Minah heran sembari memberi kresek.

"Lagi puasa Mbah" jawab Paymen. Suara Paymen memang lantang, terdengar sampai keluar halaman. 

"Semua berapa?" tanya Paymen lagi.

Mbah Minah tertegun, tambah heran. Biasanya Paymen selalu main ambil saja.

"Mbah berapa?" Ulang Paymen.

"Eh, 9000" jawabnya tergagab. 

Paymen mengulurkan uang dua lembar dua ribuan dan selembar lima ribuan. Lalu bergegas pergi. 

"Makasih, Mbah" katanya.

Sementara orang-orang yang melihat Paymen seperti itu masih tertegun, bahkan sampai bayangan Paymen hilang dari pandangan.

@@@@@@

Adzan magrib baru berkumandang, Paymen buru-buru menghampiri meja makan. Disana sudah ada Gendi dan Gendul, dua anak laki-lakinya dan Marem istrinya. Paymen menatap isi meja makan yang penuh aneka makanan.

"Tumben pean masak sebanyak ini, Rem. Nggak capek apa?"tanya Paymen.

" Nggak Pak, wong aku malah belum masak sama sekali" tukas Marem.

"La ini apa?"

"Tadi orang-orang yang jualan di halaman warung Bu Yeti yang kasih. Katanya buat buka puasa abang. Emang abang beneran puasa?" tanya Marem.

Paymen mengangguk. Lalu diam. Masa bodo. Dia segera makan dengan lahapnya.

"Nanti kita semua ke Masjid bareng-bareng ya. Tarawih" ajak Paymen pada keluarganya.

Mata Marem sampai berkaca-kaca. Seumur-umur ya baru kali ini Paymen berpuasa dan semalam mau menginjakkan kakinya di masjid.

@@@@@

Begitulah, selama beberapa hari ke depan. Paymen telah berubah drastis. Selalu shalat Tarawih, puasa sampai Magrib. Tidak marah-marah atau berteriak-teriak lagi. Yah, Paymen lebih sopan. Dan orang-orang merasa perubahan Paymen harus benar-benar didukung. 

Tiap hari tak henti berdatangan rezki ke rumah Paymen. Dari makanan berbuka, sampai baju koko dan sarung buat shalat. Marem sampai menangis tersedu-sedu di kamarnya. Meski dulu dia juga sering menangis tersedu-sedu saking sedihnya dengan ulah Paymen. Sekarang dia tersedu-sedu karena sangat bahagia.

@@@@

Sampai suatu malam, di pembaringan, Marem bertanya karena penasaran. 

"Bang!" Tanya Marem hati-hati.

"Hm..." sahut Paymen.

"Marem seneng abang berubah."

"Hm..." sahut Paymen lagi.

"Tapi Marem heran juga Bang. Kok bisa. Kadang Marem masih nggak percaya."

Marem menepuk jidatnya. Ah, bagaimana sih, dia. Suami berubah jadi baik kok malah nggak percaya. Mudah-mudahan Paymen nggak marah.

"Semua ada penyebabnya Rem?"

"Nah, apa Bang?"

"Kamu ingat aku sudah masuk penjara berapa kali kan?"

"Ingat, Bang! Sudah 10 kali!"

"Ingat penyebabnya apa saja kan?"
Marem mengangguk.

"Nah tuh, abang sudah pernah merampok, mencuri dan lain-lain. Dan lain-lain. Nah beberapa hari ini abang ingin sesuatu. Ingin banget kayak orang nyidam. Kamu tahu rasanya nyidam kan?"

Lagi-lagi Marem hanya mengangguk. 

"Emang abang pengen apa, sih?"

"Aku jawab. Tapi janji jangan bilang siapapun ya."

"Janji Bang!" jawab Marem yakin.

Paymen mendekatkan mulutnya ke telinga Marem.

"Aku pengen tahu rasanya membunuh orang." bisik Paymen.

"Hah! Beneran Bang. Abang pengen membunuh orang?" Marem berteriak kaget. 
"Jangan keras-keras! Aku benar-benar pengen membunuh orang," jelas Paymen mantap.

Sekarang ganti Marem merinding sekujur tubuh. Ditatapnya suaminya dengan pilu. Sorot mata Paymen tampak penuh kejujuran. Selama ini, walau terkenal preman Paymen tidak pernah berbohong sekalipun padanya. 

Marem terdiam. Bahkan ketika Paymen mengecup keningnya dan berbisil,

"Aku mencintaimu, Marem"

(Bersambung)

Nantikan lanjutannya. Cerbung ini adalah program Kelas Cerpen dan Novel FLP Blitar, yang akan ditulis secara estafet oleh anggota kelas.

1 comment:

Pages