KISAH SEBENTAR (4-habis) - FLP Blitar

KISAH SEBENTAR (4-habis)

Bagikan

Oleh: Adinda RD Kinasih


Ayla

Pelataran terminal Kota Blitar lengang. Aku duduk di ruang tunggu penumpang. Ini hampir pukul tiga pagi, dan hawa makin terasa menggigilkan tubuh. Kurapatkan jaketku, seraya melongok arloji sebentar. Duapuluh menit lagi bis akan berangkat. Tapi aku masih duduk di sini.

“Lho, kamu belum naik, Ayla? Sebentar lagi bisnya berangkat!” Regan menghampiriku separuh panik. “Oh ya, ini ada teh anget, diminum dulu.” ia menyodorkan sebuah gelas plastik.

Kutatap wajah Regan dengan mata basah lagi. “Makasih udah nemenin aku tiga hari ini, ya. Maaf kalau aku banyak ngerepotin. Maaf juga tentang…”

Regan menggeleng. Genggaman tangannya membuatku terdiam. “Nggak perlu minta maaf, Ayla. Aku justru seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Oh ya, ini ada sesuatu buat kamu.” dia menyodorkan sebuah kotak sedang. Aku menerimanya.

“Makasih banyak ya… Aku juga punya hadiah buat kamu,” aku pun mengangsurkan sebuah tas kertas padanya. Regan menyambutnya dengan senyum. Matanya berbinar saat membuka tas itu.

“Waah, keren banget kaosnya. Miracle…” dia membaca tulisan yang tertera di kaos krem itu. Tanpa kusangka, ia langsung memakai kaos itu. Kontan saja aku tertawa.

Ayla, this T-shirt just like us. Miracle. Bertemu kamu, dan menghabiskan tiga hari ini bersama kamu, itu hal paling ajaib buat aku. Makasih banyak ya. Kamu hati-hati,” ucapnya pelan. Aku mengangguk berat.

“Aku yang seharusnya minta maaf. Karena nggak mencari tahu tentang kamu dari dulu. Karena nggak segera mengungkapkan perasaanku. Tapi satu hal yang kutahu, Ayla. Kamu akan lebih bahagia nantinya.”  Regan tersenyum, meski ada hujan yang mulai menggenangi pelupuk matanya. Dini hari ini, aku kembali melihat Regan menangis.

“Kamu…juga harus…bahagia, Regan…” ucapku tersendat. Airmata makin tumpah di wajahku. Kulangkahkan kaki memasuki bis yang telah siap melaju sejak tadi.


Di dalam bis patas yang lengang, kubuka hadiah dari Regan. Sebuah kotak musik berbentuk hati. Instrumental Time To Say Goodbye yang kukenali sebagai karya Richard Clayderman mengalun pelan saat aku membuka penutup kotak musik. Lalu, kutemukan sebuah lipatan kertas pada salah satu bagian kotak musik itu.

Dear Ayla Zahrantiara…
Terimakasih banyak. Hanya dua kata itu yang bisa mewakili segala perasaanku. Terimakasih untuk telah hadir di sini, mengobati rinduku, juga menjawab tanya hati yang selama ini membuat kita penasaran, hahaha…
Mungkin di saat inilah aku benar-benar mengalami apa yang biasanya tertulis dalam novel dan tergambar dalam film. Bahwa cinta tak harus memiliki…
Tapi tak apa, Ayla. Aku tetap mensyukuri perasaan ini.
Mungkin kini, kamu memang akan menikah dengan Mas Yasa, aku pun juga sudah mulai serius dengan Marsha. Tapi, segala tentang kamu takkan pernah hilang dari benakku.
Oh ya, adikku juga titip salam buat kamu. Dia sangat menyukai nama yang sengaja kuberikan untuknya, Nayla Zahrantiara. Hampir sama seperti namamu, ya. Karena hanya dengan nama belakangmu yang tersemat padanya, aku bisa mengenangmu.
Oh ya, sampaikan salamku untuk tunanganmu, Mas Abiyasa. Semoga dia mau memaafkanku yang sudah lancang mencintai calon istrinya selama ini.
Dan terimakasih, karena pernah melukisi hidupku dengan bermacam warna. Dan untuk tetap memanggilku “Regan”.
Finally, it’s time to say goodbye for us. Please forgive me for everything. You’ll be in my heart, Ayla, Always…
Rendra Ganesha

Aku berusaha menyusut airmata yang masih enggan berhenti. Regan, terimakasih juga untuk kisah sebentar ini. Untuk rangkaian kenangan ini. Terimakasih untuk semuanya. Kini aku menuju Surabaya. Menuju ke sana, berarti bersiap kembali pada kisah baruku. Kisah yang akan kurangkai bersama Mas Yasa.
Januari 2014
Dari cerita seorang teman
Baca part sebelumnya di sini.

No comments:

Pages