| Oleh Ahmad Fahrizal Aziz
Kenapa saya tertarik bergabung dengan Forum Lingkar Pena (FLP) pada 2008? Karena ingin belajar menulis cerpen, dan punya harapan bisa membukukan novel suatu saat nanti.
Ketika itu, bahkan saya bersedia gabung ke FLP Malang. Untungnya, beberapa bulan pasca muncul keinginan itu, ada ajakan untuk mendirikan Forum Lingkar Pena di Blitar. Sayang, kurang dari setahun saya aktif di FLP Blitar, karena harus pindah mukim ke Malang.
Selama 7 tahun di Malang, saya aktif macam-macam komunitas, termasuk menjadi pengurus FLP Ranting UIN Malang dan mengikuti kegiatan FLP Malang. Selain itu, saya mulai berkenalan dengan "esai". Sebuah bentuk tulisan singkat dan subyektif, dan juga lebih bebas.
Padahal saat itu belum tuntas rasanya saya belajar cerpen, dan sudah tergoda dengan esai.
Esai menjadi menarik, sebab esai lebih pendek dari cerpen. Kalau cerpen umumnya lebih dari 7 halaman, maka esai berkisar antara 3-5 halaman saja.
Bedanya lagi, selepas membaca cerpen, tidak semua orang langsung bisa menangkap isinya. Sembari menerka-nerka maksud atau pesan dari cerpen tersebut. Sementara esai, lebih mudah ditangkap isinya, karena lebih lugas dan kongkrit.
Esai pun tak terikat unsur intrinsik seperti halnya cerpen. Menulisnya pun lebih mudah, karena bentuknya lebih sederhana. Sering saya menjadikan esai sebagai alternatif untuk menuliskan pendapat, menceritakan pengalaman, atau menjelaskan sesuatu.
Dalam komunikasi lisan, esai itu ibarat bicara biasa antar manusia, yang cair dan informal. Anda bedakan ketika orang ngomong biasa, dengan pidato, deklamasi puisi, atau monolog. Beda kan? Ngomong biasa lebih santai dan cair.
Itulah kenapa saya akhirnya tertarik menulis esai, ya karena esai lebih bebas dari segala macam kaidah dan konsep. Layaknya orang ngobrol biasa.
Esai juga lebih kongkrit menyampaikan pesan ke orang lain. Tidak membuat kening berkerut, atau tidak butuh waktu lama untuk menerka isinya, sebagaimana ketika membaca cerpen atau karangan ilmiah.
Esai itu kongkrit. Apa yang anda sampaikan, akan ditangkap sama oleh pembaca. Belum tentu dengan puisi atau cerpen, apa yang disampaikan penulis bisa beda dengan apa yang ditangkap pembaca.
Meski demikian, agar pikiran dan imajinasi lebih berkembang, puisi dan cerpen memang sangat penting untuk dibaca. Jika ingin yang santai-santai, baca esai saja. Apalagi jika esai tersebut berisi pengalaman. []
No comments:
Post a Comment