Mengapa Harus Novel Fantasi? - FLP Blitar

Mengapa Harus Novel Fantasi?

Bagikan
| Oleh Nezli Rohmatullaili


Novel seperti Harry Potter dan The Lord of The Ring mungkin sudah tidak asing lagi bagi para penggemar cerita fiksi bergenre fantasi. Kedua novel itu memiliki banyak penggemar berat di seluruh dunia sehingga dinobatkan sebagai novel terlaris.

Meskipun saya bukan penggemar kedua buku seri tersebut, saya adalah penggemar berat cerita bergenre fantasi. Apa yang membuat cerita bergenre fantasi begitu menarik untuk saya?

Sebelumnya memang saya tidak terlalu mengetahui genre buku yang saya baca, kemudian saya menemukan buku berjudul Frankie, Peaches, and Me dari seri Stella etc. yang ditulis oleh Karen McCombie.

Buku ini menceritakan tentang petualangan Stella di lingkungan barunya dimana ia menemukan hal-hal yang ‘aneh’ dan ‘ajaib’. Saya membaca buku ini ketika duduk di bangku SMP dan merasa terikat sekali.

Rasanya seolah-olah saya menjadi Stella itu sendiri yang sebenarnya berpetualang dalam imajinasinya. Bahkan sangking penasarannya dengan kelanjutan cerita petualangan Stella, saya sampai mencarinya di internet.
Sayangnya tidak ada toko buku bahkan pedagang online yang menjualnya. Mungkin karena novel itu tidak begitu terkenal dan terbitan lama. Bagaimanapun saya sangat mencintai Stella.

Sejak tahun lalu saya sudah membaca empat seri novel bergenre fantasi hingga kemudian menyadari bahwa fantasi benar-benar genre saya. Saya terikat sampai terbawa mimpi, menjelajah ke tempat-tempat
yang ada dalam buku dan bertemu makhluk-makluk di dalamnya.

Semua terasa nyata dan menyenangkan bahkan menstimulasi imajinasi untuk menulis.
Waktu membaca Hush Hush series, saya nyaris tidak bisa tidur karena belum menyelesaikan seri novel ini. Saya bisa terbawa hingga merasa sangat emosional.

Hanya dengan novel fantasi saya dapat menghabiskan waktu seharian membaca tanpa melakukan apapun. 

Pernah suatu kali saya membaca trilogi The Infernal Devices karya Cassandra Clare dalam waktu tiga hari, masing-masing lebih dari 500 halaman.

Padahal bisanya ketika membaca buku setebal itu saya membtuhkan waktu tiga hingga empat hari, bisa dua minggu lebih kalua ternyata tidak menarik.

Berbeda halnya dengan ketika saya membaca novel romansa—saya tidak begitu menyukai romansa kecuali dicampur dengan fantasi.

Dalam cerita fantasi para penulis selalu menggambarkan tempat-tempat yang tidak ada, mereka membuat dunia sendiri dan saya suka membayangkan itu semua ; tempat indah, asing, hingga mengerikan yang tak terjamah oleh manusia, sangat menarik.

Selain itu saya rasa penulis cerita fantasi merupakan orang-orang
paling kreatif dan menyenangkan. Bayangkan bagaimana mereka bisa menciptakan karakter yang tidak biasa, setting yang ‘tidak ada’, dan plot yang menegangkan.

Cerita fantasi memiliki isi paling komplit, dari action, thriller, dan romansa. Membaca fantasi seperti memakan makanan yang kaya rasa dengan rempah-rempah.

Orang-orang yang tidak menyukai cerita fantasi mungkin tidak memiliki imajinasi, tidak bisa membayangkan apa yang belum pernah dilihatnya, realistis. Saya tidak menyalahkan mereka karena setiap orang memiliki seleranya sendiri.

Tetapi ketika seseorang mengatakan bahwa cerita fantasi adalah khayalan yang aneh, maka pastilah ia tidak pernah membaca buku-buku tersebut dan tidak bisa menggunakan imajinsinya dengan baik.

No comments:

Pages