Rutinan FLP Blitar : Perempuan dalam Sebuah Esai - FLP Blitar

Rutinan FLP Blitar : Perempuan dalam Sebuah Esai

Bagikan
Oleh : Faridha Fajriyah

Minggu pukul satu yang terik tak mencegah kami untuk tetap berkumpul bertukar ilmu. Kegiatan yang setiap minggu kami jalani menginjak pada pembahasan tentang "Perempuan". Beberapa minggu sebelumnya, kami disuguhi materi untuk membuat esai tentang "Perempuan". Karena April identik dengan Hari Kartini, maka kami memutuskan mengangkat tema tersebut.

Hari itu, kami yang hadir adalah Pak Budi, ibu ketua FLP Blitar yaitu Rosi, Ryan, Fahrizal, Siti Mutmainah, Alfa Anisa, dan Nezli. Mereka telah sampai lebih dulu di perpustakaan barat lantai dua. Kemudian Saya dan Nur Khairiah datang dengan langkah tergesa-gesa, karena kami memang terlambat. Adinda kemudian datang dengan tergesa-gesa juga. Lalu muncul Anna dan Fitriara yang selalu datang bersama-sama. Dan terakhir, pemilik akun instagram @lain_i, alias Irsyad, muncul dengan rambut acak-acakan. Mungkin dia baru bangun tidur.

***

Kegiatan berlangsung diawali dengan kultum yang saya suguhkan. Saya menceritakan tentang perjalanan Mancing dan Safari Sastra bersama si unyu Alfa Anisa beberapa hari sebelumnya. Ilmu yang saya dapat harus dibagikan kepada yang lainnya sebagai motivasi untuk berkarya. Jika membaca ibarat makanan, maka motivasi adalah multivitaminnya. Semoga sedikit ilmu yang telah saya sampaikan waktu itu, tetap terngiang di hati teman-teman lainnya.

Seusai kultum, kegiatan dilanjutkan dengan materi. Waktu itu, kami membahas esai opini yang mengambil beberapa sudut pandang. Tugas kami hari itu adalah menentukan tokoh perempuan dan menjadikannya bahan esai opini. Dari esai yang sering dibaca, kemudian mengaplikasikan pendapat ke dalam esai opini yang bagus, ternyata susah-susah gampang. Beberapa teman yang lain telah membuat esai yang bagus, sementara yang lainnya masih galau dengan bahan dan pendapat yang kurang tepat.
***

Esai yang saya ketahui saat itu adalah milik dari anggota FLP bernama Siti Mutmainah yang membawa nama Cut Nyak Dien sebagai bahan tokoh perempuan. Tulisan yang dibuatnya sangat lugas dan tepat pada sasaran. Banyak nilai-nilai positif yang dapat diambil dari esai karya Siti Mutmainah mengenai kekuatan dalam diri perempuan. Tokoh bersejarah yang dijadikannya sebagai bahan memang tokoh pahlawan yang menjadi teladan. Siti Mutmainah, gadis yang mencintai karya cerpen ini membuat esai dengan baik dan benar. Mungkin juga bisa dijadikan contoh yang bagus untuk anggota lain karena tulisannya sangat mudah dipahami.

Anggota yang lain, Alfa Anisa menulis tentang perempuan di dunia penyair. Jiwa gadis yang satu ini tidak pernah bisa move on dari puisi. Ia menceritakan tentang perempuan penyair yang kerap bersahabat dengan malam, sepi, kesunyian, dan puisi. Di mana penyair amat cinta dengan suasana hening yang kemudian mencipta syair entah dengan diksi dari mana. Seandainya puisi adalah jiwanya, mungkin dia akan gila bila sesaat saja tak bersapa mesra dengan sajak-sajak dalam hati dan pikirannya.

Tak kalah indah esai buah pemikiran dari perempuan berwajah teduh Fitriara. Mengangkat tokoh Rabiah Al-Adawiyah menjadi esai yang luar biasa mempesona gaya bahasanya. Saya masih cemburu dengan tulisannya dan segala puisi yang menyatu dengan nyata. Saya tidak tahu ritual apa yang selalu ia lakukan sehingga melahirkan tulisan yang tak jemu untuk dibaca. Dalam esainya, saya tidak tahu menahu siapa gerangan tokoh yang menginspirasinya itu. Tetapi setiap diksi yang digunakannya memang sangat indah. Saya juga harus belajar banyak darinya.

***

Banyak dari anggota lainnya yang telah menulis esai. Sementara sebagian yang lainnya -sekali lagi- masih galau menyelesaikan esai yang belum benar. Entah itu penentuan tokoh yang belum tepat ataupun pengambilan sudut pandang yang kurang fokus pada kebutuhan esai opini. Mendadak rutinan berlangsung dengan dikuasai oleh Pak Budi, Fahrizal, dan Nur Khairiah. Dan berlangsung lama dengan pembahasan yang lebih luas yaitu mengenai Bahasa Indonesia sebagai Bahasa ASEAN. Hingga pembahasan mengenai penyetaraan gender, dikriminasi usia, dan masih banyak yang lainnya. Mereka antusias sekali membahas topik itu sementara yang lain menjadi pendengar yang paling seksama.

Akhirnya, kegiatan telah sampai di ujung waktu. Materi non fiksi esai "Perempuan" telah usai. Bisa jadi akan kami bahas kembali di lain waktu. Kami akan melanjutkan kegiatan di minggu mendatang dengan tema yang berbeda yaitu fiksi kategori cerpen. Kami diberi tugas untuk membaca dan membawa contoh cerpen di pertemuan minggu mendatang.

***
Terimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk membuat catatan ini. Terimakasih untuk segenap saudara yang setiap hari melahirkan inspirasi.

Mari merintis bersama FLP dan tak lupa untuk selalu Berbakti, Berkarya, dan Berarti. Saya, Faridha Fajriyah mengucapkan salam baper selalu. Yuhuuu .[]

23 April 2017

Pages