Oleh Ukhti Ana Salamah
Bel tanda istirahat berdering lima
detik yang lalu. Semua murid berhamburan keluar kelas, termasuk Radit. Tak jauh
di belakangnya, Niko berjalan dengan membawa sebuah buku di tangan kanannya.
"Dit!" Panggil Niko sambil
membenahi kacamatanya yang sedikit melorot.
Yang dipanggil menoleh, "Ada apa?
Temenin ke perpustakaan lagi?" Dengan melirik buku yang dibawa sahabatnya,
Radit sudah dapat menebak ajakan Niko padanya. Itulah kebiasaan Niko sejak SD
dulu, yaitu membaca dan meminjam buku di perpustakaan. Sampai mereka duduk di
kelas sebelas pun, hobi yang bagi Radit menjemukan itu masih dilakukan Niko.
Dan, ya! Sampai dengan hari ini, Radit seperti dayang yang bertugas untuk menemani
Niko setiap ia pergi ke perpustakaan.
Niko menjajari langkah Radit sambil
tersenyum lebar, "iya! hari ini ada buku baru di perpus, Aku nggak mau
ketinggalan baca buku-buku itu, buku baru itu bla-bla-bla dan bla-bla-bla."
Sekiranya kata-kata itulah yang masuk ke telinga Radit.
Radit memutar bola matanya sambil berkata
dalam hati, 'What ever!'. Dia tidak peduli walaupun ada seribu buku baru
di perpustakaan, karena Radit tidak tertarik dengan hobi sahabatnya yang satu
itu. Dia mau menemani Niko ke perpustakaan pun atas dasar persahabatan, dan juga
karena Radit tidak mau pergi ke kantin hanya untuk menghabiskan uang sakunya
disana. Akhirnya, mereka berdua pun berjalan menuju gedung perpustakaan yang terletak
tak jauh dari kantor guru.
<[¤_¤]> <[¤_¤]> <[¤_¤]>
Radit memang selalu begitu, entah karena
kelelahan setelah berolahraga di jam pelajaran ketiga tadi, atau karena tadi
malam ia kurang tidur, setiap memasuki ruang perpustakaan rasa kantuk selalu
menyerangnya. Pernah suatu hari, dia tertidur di meja perpustakaan sampai bel tanda
masuk berbunyi, dan ruang perpustakaan sepi karena murid-murid sudah kembali ke
kelas. Hanya tinggal dia, Niko dan kak Iyath si penjaga perpustakaan yang
tersisa di sana.
"Hoaahhm! Astaghfirullahal 'adzim,"
Radit menutup mulutnya dengan punggung tangan kiri, sambil berjalan mengikuti
sang sahabat menuju meja kak Iyath, untuk mengembalikan buku.
Niko menyerahkan buku dan kartu
anggota perpustakaan pada kak Iyath. Kak Iyath ini umurnya sudah dua puluh
tahun, dia adalah alumni sekolah ini dan sekarang kuliah sambil bekerja sebagai
penjaga perpustakaan.
"Ada banyak buku baru lho, Nik.
Antologi cerpen, puisi, novel, majalah sastra dan buku tokoh agama baru datang
tadi pagi." Ucap librarian yang bernama lengkap Riyad As-Solih ini pada Niko.
"Tokoh agama juga ada kak?"
Niko seperti tidak percaya dengan ucapan kak Iyath.
Kak Iyath mengangguk mantap. "Iya!
Tuh, di sebelah sana!" Kak Iyath menunjuk satu rak buku yang bercat hijau,
disana ada banyak murid yang berkumpul untuk mengambil buku. Tanpa ba-bi-bu
lagi Niko pun berlari ke rak tersebut, Sementara Radit berjalan menuju meja
yang terlatak di sampingnya. Di meja itu ada beberapa buku yang sudah dibaca
oleh murid lain. Radit mengabsen satu persatu buku yang tergeletak di atas meja,
ada Dilan, Amelia, majalah Horison, Story, dan satu lagi buku berjudul Kitab
Lupa dan Gelak Tawa. 'Membosankan sekali,'
ucapnya dalam hati. Radit meraih buku yang berjudul Kitab Lupa dan Gelak Tawa
dengan malas, dia membuka buku tersebut halaman demi halaman.
'Nggak ada gambarnya, nggak seru!', Radit
membolak-balik lembaran kertas itu tanpa membacanya isinya, hingga halaman dua
puluh.
"Hoaahmmm, astagfirullahal'adzim!"
Untuk kesekian kalinya Radit menguap. Semakin lama, matanya terasa semakin
berat, semakin berat, dan plug!!
<[¤_¤]>
<[¤_¤]> <[¤_¤]>
'Rrrt, tit rrrtt tit tit,' suara itu
mengganggu telinga Radit.
"Hmmhh"
Tuk-tuk! Radit merasa tangannya ada yang
mengetuk.
"Hmmhh lima menit lagi!" Gumamnya
lemas.
'Rrrt tit tit' tuk-tuk-tuk!
"Bentar," Radit masih
enggan membuka mata.
Tuk!
"Hmm, apa sih ko?" Radit
membuka sedikit matanya, hanya keremangan yang ia lihat.
Tuk-tuk! "Ka-mu, si-apa?" ucap
sebuah suara.
Radit mengucek-ucek kedua matanya agar
bisa melihat dengan jelas.
"Haaaaah!" Teriak Radit saat
melihat sebuah robot canggih di depannya. Robot itu berbentuk seperti manusia dengan
tinggi satu setengah meter lengkap dengan tangan dan kaki yang terbuat dari
besi.
"Ka-mu si-a-pa? Se-dang a-pa di si-ni?"
Tanya si Robot dengan suara terbata-bata.
"Aku Radit. Kamu robot ya?"
Radit ragu-ragu menanyakannya.
"Ya! Na-ma-ku Lyp-po, se-la-mat da-tang di 'Ac-lips', mu-se-um bu-ku pa-ling
leng-kap di a-bad i-ni"
"Museum buku?!" Tanya Radit
keheranan. Kenapa robot ini menyebut perpustakaan sekolah sebagai museum
buku? Dan, Sejak kapan perpustakaan sekolah mempunyai robot secanggih ini?
Dan, dan..
Radit melihat sekeliling, dia baru
menyadari kalau dirinya tidak lagi berada di perpustakaan sekolah, tapi ...
*Bersambung...
No comments:
Post a Comment