Setetes Keringat Arya - FLP Blitar

Setetes Keringat Arya

Bagikan

 


 Sumber gambar: Megapolitan.kompas.com

 

 

Oleh : Anisa Dewi

 

 

 

Arya seorang anak laki–laki bertubuh gemuk dan tinggi. Dia tinggal di sebuah desa terpelosok. Tahun ini dia lulus dari bangku Sekolah Menengah Pertama. Dia ingin sekali melanjutkan pendidikannya kejenjang Sekolah Menengah Kejuruan, tetapi ibu Arya tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkannya. Karena ibunya hanyalah buruh di sawah tetangga.

 

Terlebih Arya juga masih mempunyai tiga orang adik yang satu kelas tujuh Sekolah Menengah Pertama, yang dua masih dibangku Sekolah Dasar. Sedangkan ayah Arya sudah meninggal ketika Arya masih kelas tujuh. Arya ikhlas ketika dia harus membantu ibu untuk bekerja demi kelangsungan hidup keluarganya.

 

“Arya, kamu lagi apa kok duduk di teras terus?” tanya ibu.

 

“Gak papa Bu, Arya cuma capek aja seharian angkat–angkat barang di pasar,” keluhnya dengan raut muka yang terlihat letih.

 

“Maafkan Ibu ya Arya, gara–gara Ibu tidak bisa membiayai sekolahmu. Kamu harus bekerja seperti ini, diusiamu yang masih terlalu muda.” Ibu sambil memegang tangan Arya dengan wajah yang sedih.

 

“Ngomong apa sih Ibu ini, Arya ikhlas Bu, dengan semua yang terjadi. Allah akan membantu hambanya yang berusaha dan berdoa.”

 

Ibu langsung memeluk anak laki-lakinya itu, ibu merasa gagal menjadi orang tua dari Arya karena tidak bisa membantu mewujudkan impian Arya untuk bersekolah. Akan tetapi, ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk Arya. Lalu Arya masuk ke dalam kamarnya, karena hari sudah larut malam, esok akan bekerja kembali Arya segera tidur. 

 

Tak terasa hari sudah pagi, Arya segera bergegas ke kamar mandi dan segera sarapan lalu berangkat bekerja ke pasar. Dengan lulusannya yang hanya SMP dia hanya bisa bekerja sebagai tukang kuli beras yang mengandalkan tubuh gemuknya itu.

 

“Ayo Ya, berangkat kerja,” ajak Doni teman kerja Arya.

 

Mereka berdua berjalan menuju tempat kerja, karena mereka berdua tidak mempunyai kendaraan dan pasar pun juga dirasa tidak jauh mereka berdua berjalan kaki. Akan tetapi, mereka berdua tidak pernah merasakan lelah saat berjalan jauh karena Doni dan Arya selalu bercanda dengan hal–hal yang ada disekitar. Mereka berdua melewati jembatan yang sudah hampir ambruk, bergantian dengan anak–anak yang ingin berangkat sekolah. 

 

“Miris banget ya, Don, pemerintah belum membantu pembangunan jembatan di desa kita ini.”

 

“Iya, Ya, mungkin karena desa kita sangat pelosok sekali. Dan pemerintah pun harus mengelola dana untuk banyak hal, aku melihat di TV banyak sekali bencana alam yang sekarang terjadi.”

 

“Iya, Don, tapi apa Pak Kepala Desa tidak berusaha membantu ya? Padahal ini kan sangat penting. Jika tiba–tiba jembatannya rusak terus memakan korban gimana? Iya ‘kan, Don?”

 

“Bener banget kamu, Ya, tapi ya mau gimana lagi. Setiap bilang ke Pak Kepala Desa pasti cuma diganti jembatan bambunya aja. Udahlah dari pada bahas jembatan terus mending kita buruan berangkat ke pasar.”

 

“Hehehe iya, Don.”

 

Saat sudah sampai di pasar dan bekerja, Arya berpikir untuk mengumpulkan uang agar bisa membantu membuat jembatan yang kuat. Tapi Arya sedikit cemas kehidupannya saja masih kekurangan untuk membantu ibu yang menghidupi ketiga adiknya itu. 

 

Siang harinya saat beristirahat sambil makan siang bersama Doni, tiba–tiba Arya cemas dengan sesuatu hal. Tak begitu lama, Pak Hadi tetangga Arya datang memberikan sebuah kabar buruk untuknya.

 

“Ya … Arya …” teriaknya dari kejauhan sambil berlari, lalu Arya menoleh kearah Pak Hadi.

 

Nggeh Pak, wonten nopo lo? Kok dengaren golek i kulo teng pasar?

 

“A-anu, Ya,” ucap Pak Hadi terbata–bata yang membuat Arya kebingungan.

 

Sing tenang Pak, wonten nopo?” Arya berusaha tenang walaupun di dalam hatinya cemas dengan apa yang akan disampaikan oleh Pak Hadi.

 

Awakmu sing sabar ya lee cah bagus,” Pak Hadi sambil mengelus–ngelus pundak Arya.

 

Arya masih kebingungan dengan perkataan Pak Hadi, lalu dilanjutkan pembicaraannya.

 

Ibumu mau arep mulih soko sawah, nah pas lewat jembatan ujuk–ujuk jembatane rusak. Ibumu ceblok ning kali sing deres ngisore kui. Banjur sak iki warga golek i ibumu.”

 

Arya yang mendengarkan hal tersebut langsung berlari menuju sungai terdekat untuk membantu menemukan ibu. Sampai di sana juga sudah ada beberapa warga yang mencari ibu, dilihatnya juga ada tiga adik–adik Arya yang menangis di pinggir sungai. 

 

“Rasanya ini semua hanya mimpi, tadi saja aku masih berbicara kepada ibu.”

 

Arya berusaha menenangkan adik–adiknya. Dia masih belum yakin jika ibunya lah yang sedang dicari-cari. Arya berlari ke sawah dan berteriak memanggil nama ibunya berkali-kali, tapi tidak ditemukan olehnya. Dia lari ke pinggir sungai, dan langsung menyebur ke sana.

 

Byurrrrrrrrrr!!!

 

“Aryaaa!!!” teriak beberapa warga yang melihat Arya menyebur ke sungai yang airnya sangat deras.

 

Beberapa tim yang sudah dipanggil oleh Pak Kepala Desa, langsung membantu Arya naik ke daratan. Sebelum Arya hilang seperti ibunya, adik-adiknya teriak histeris memanggil nama Arya. Karena Arya dipanggil berkali-kali oleh tim hanya diam saja. Dia segera dilarikan ke puskesmas terdekat. Syukurnya Arya dapat terselematkan.

 

“Pak Kepala Desa, apakah ibuku sudah ditemukan?” suara Arya lirih karena baru tenggelam di sungai.

 

“Belum, Ya. Kamu yang sabar dulu ya, beberapa warga dan tim sudah berusaha mencari ibumu.”

 

Arya hanya terdiam dengan jawaban Pak Kepala Desa, dia sangat cemas dengan keadaan ibunya. Yang sudah beberapa jam belum diketahui kabarnya sama sekali. Di samping itu, adik-adik Arya cemas melihat kondisi kakaknya yang baru saja tenggelam saat mencari ibunya.

 

Hingga pukul tiga sore ibu Arya akhirnya ditemukan, akan tetapi nyawanya sudah tidak tertolong karena derasnya arus sungai. Arya sangat terpukul dengan hal tersebut, tetapi dia berusaha terlihat kuat untuk adik-adiknya.

 

Sing sabar ya Ya, iki wes takdir soko gusti Allah. Nek enek opo–opo sampean gak perlu sungkan ngomong ning Bapak ya,” ucap Pak Kepala Desa setelah selesai pemakaman ibu Arya.

 

Nggeh Pak, matur suwun.”

 

Arya segera membawa adik–adiknya pulang ke rumah, dia tidak menyangka jika ibu meninggalkannya secepat itu. Setelah ketiga adik–adiknya tertidur, Arya keluar untuk duduk di teras. Rasanya Arya yang tadinya menahan tangis di depan adik–adiknya dan para tetangga, akhhirnya Arya ingin menangis saat malam yang sepi itu.

 

Diusianya yang belum ada tujuh belas tahun, Arya harus mengalami kepedihan yang sangat mendalam. Pagi harinya Arya tidak bekerja, dan beberapa tetangga datang untuk membantu Arya menyiapkan acara nanti malam berdoa untuk ibunya. Tapi pikiran Arya sangat kalut karena semalaman dia tidak tidur, dia memutuskan menyendiri terlebih dahulu untuk sementara waktu.

 

Aaaaaaaaaaaaaaaa. Arya berteriak sekencang–kencangnya didekat jembatan dan sungai.

 

Gara – gara jembatan ini aku harus kehilangan ibu! Teriaknya lagi sambil menangis.

 

Lalu Arya terdiam didekat situ sambil melamun, tak begitu lama menurut Arya, dia mendengar suara ibunya dan berkata.

 

“Arya … anakku … ojo nangis lee, iki wes takdire soko gusti Allah. Ibu yakin, Arya kuat ngadepi cobaane gusti Allah. Sing sabar ya Lee, insyaallah besok sampean bakal dadi uwong sing sukses. Ibu titip adik–adikmu ya lee,” suara ibu yang tiba–tiba terdengar ditelinga Arya. Tapi ketika Arya mencari ibunya lagi ibu sudah tidak ada disitu.

 

Arya merasa sedikit tenang, dia menatap ke arah jembatan tersebut dan berjanji pada dirinya sendiri sambil berteriak.

 

Aku berjanji! Aku akan berusaha memperbaiki jembatan itu! Agar tidak ada korban selanjutnya lagi! Aku akan berusaha melakukan ini demi ibuku.”

 

 Setelah itu Arya kembali ke rumahnya.

                                                                        ****

 

 

Setelah satu minggu Arya di rumah sambil menenangkan diri, kini persediaan makanan sudah habis. Dia memutuskan untuk berangkat kerja lagi ke pasar, walaupun sebenarnya hati Arya masih rapuh tapi dia melakukannya demi adik–adiknya. 

 

Lalu saat istirahat Arya sambil membaca koran, di situ terdapat cara membuat pisang nugget, di desanya belum ada yang membuat hal tersebut. Arya mempunyai ide untuk sambil berjualan pisang nugget di pasar. Akan tetapi, dia sedikit khawatir karena sama sekali tidak punya modal.

 

“Kenapa kamu, Ya?”

 

“Ini Don, mau sambil buka usaha tapi gak ada modal.”

 

“Aku punya sedikit uang. Dan aku belum begitu perlu membutuhkannya, kamu bisa pakai uangku dulu, Ya.”

 

“Gak lah Don, itu kan uang kamu.”

 

“Kayak sama siapa aja, ya udah gini aja kamu pakai dulu uangku. Nanti kalau kamu udah punya uang kamu bisa menggantinya.”

 

“Baiklah terima kasih, Don.”

 

Ibu Doni yang mengetahui anaknya meminjamkan uang kepada Arya langsung datang ke rumahnya dengan menghina Arya. Rasa sakit yang dihina habis-habisan dihadapan adik-adiknya, Arya hanya bisa diam saja. Dia tidak berani menjawab sepatah kata pun, yang mengakibatkan ibu Doni semakin marah. Setelah puas menghina Arya, ibu Doni langsung pergi dengan meludah di depan rumah Arya sebagai tanda dia kesal.

 

“Astagfirullohaladzim, ujian darimu terasa sangat berat Ya Allah.” Arya sambil meneteskan air mata, karena tak kuat mendengar kata-katanya yang menyakitkan.

 

Pagi harinya, Arya mengembalikan uang yang dia pinjam kepada Doni. Agar ibu Doni tidak marah lagi kepadanya.

 

“Ya, maafkan ibuku kemarin ya, aku keceplosan kalau meminjamkan uang padamu. Pasti ibuku marah-marah banget ya ke kamu? Sampek kamu ngembaliin uang ini ke aku. Sekali lagi aku minta maaf ya.”

 

“Gak-papa kok, Don. Aku ngertiin kok posisi ibu kamu. Aku enggak benci ataupun sedih juga kok.”

 

Arya mengembalikan uang kepada Doni. Tapi Doni berusaha menolaknya secara baik-baik, karena Doni pun juga tau kalau Arya membutuhkan uangnya. Doni mempunyai cara dan sedikit memaksa Arya untuk mau menerimanya. 

 

Doni meminjamkan uang atas namanya kepada juragan beras. Ibu Doni juga tidak akan tau mengenai hal itu. Doni terus memaksa Arya agar mau menerima uang yang sudah terlanjur dipinjamkan ke juaragan beras. Akhirnya Arya mau menerima uang tersebut untuk membuka usahanya.

                                                                        ****

 

 

Setelah mendapatkan pinjaman modal usaha dari Doni dan menjual beberapa barang rumah untuk modal usaha. Akhirnya Arya berusaha memulai membuat pisang nugget, dia membuat berbagai varian rasa agar lebih menarik ketika dijual di pasar. Akan tetapi, dalam masa percobaanya dia sudah gagal membuatnya berkali-kali, dan uang pinjaman dan hasil penjualan barang rumah sudah habis pada masa percobaan. 

 

Arya kebingungan dan merasa ingin menghentikan perjuangannya yang masih awal, saat Arya duduk di teras rumahnya Pak Kepala Desa datang ke rumah Arya karena kebetulan lewat, dan Arya juga menceritakan permasalahannya saat berbincang-bincang. Tak disangka Pak Kepala Desa mau membantu Arya meminjamkan uang untuk mulai merintis usaha kecil–kecilannya.

 

Alhamdulilah, benar kata ibu. Selagi kita mau berusaha pasti Allah akan membantu kita dengan jalan yang tidak disangka- sangka,” ucapnya saat sesudah salat magrib sambil tersenyum.

                                                                        ****

 

 

Arya harus berjuang begitu keras agar usahanya bisa lancar, awalnya warga merasa aneh dengan makanan buatan Arya. Akan tetapi, Arya berusaha memperbaiki makakanan buatannya hingga enak dan diminati banyak warga desa. Dengan kesibukannya berjualan pisang nugget yang dibantu oleh adik–adiknya, Arya juga masih menyambi menjadi kuli di pasar. 

 

Walaupun begitu Arya tetap bersyukur dengan semua yang terjadi. Satu tahun berjalan begitu cepat, kini Arya sudah tidak lagi menjadi kuli di pasar, dia juga mengembalikan modal usahanya kepada Doni dan Pak Kepala Desa. Arya sekarang fokus dengan usaha pisang nuggetnya.

 

“Alhamdulilah ya, Ya, usahamu sekarang lancar,” ucap Doni.

 

“Hehehe iya Don, ini semua juga berkat bantuan dari kamu.”

 

“Ahh kamu bisa aja.”

 

Walaupun belum terbilang kecukupan, tetapi setiap hari jumat Arya selalu membagikan daganganya kepada orang–orang yang tidak mampu. Kini usahanya semakin lancar dan Arya memutuskan untuk membuka satu cabang di dekat kantor desa nanti yang akan mengelola adalah Doni. Selama ini Arya juga menabung dan bekerja keras untuk menepati janjinya.

 

 Saat semua uang sudah terkumpul Arya membelikan semua bahan bangunan untuk membangun jembatan yang layak dan aman untuk warga. Semuanya terkejut dengan perjuangan Arya selama ini, tak disangka dia sudah sukses dan mandiri diumurnya yang masih delapan belas tahun ini.

 

Arya masih ingat beberapa pesan dari ibunya, dia selalu menerapkanya dalam kehidupannya sehari–hari. Tak terasa diusianya yang dua puluh tahun itu Arya sudah membangun rumah sendiri di desanya sambil menyekolahkan adik–adiknya. Arya berusaha memotivasi adik–adiknya untuk terus semangat belajar, karena Arya dulu ingin sekolah tetapi terkendala dengan biaya. Dan Arya juga membuka cabang di desa tetangga.

 

 

 

Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, ketika ada niat, usaha dan diiringi doa pasti Tuhan akan melancarkan apa yang kita inginkan. Jika kita tetap bermalas–malasan tanpa ada perjuangan yang keras apakah semuanya akan terwujud?

 

 

Blitar, 4 April 2022

 

 

No comments:

Pages