Pudak Bukan Jenang Gresik - FLP Blitar

Pudak Bukan Jenang Gresik

Bagikan

Dari Hotel Horison kami bertolak ke Jalan Sindujoyo, mencari toko pusat oleh-oleh Bu Muzanah. 

Kendaraan tumpah ruah sore itu, ruas-ruas jalan dipenuhi beragam angkutan, termasuk truk truk besar yang keluar masuk pabrik.

Dari balik kaca mobil, mata saya tertuju pada sebuah tulisan super besar: Petrokimia Gresik.

Oh, jadi ini pabriknya? Batin saya. Namun perhatian justru tertuju pada cerobong yang mengeluarkan api. Terlihat seperti obor raksasa.

Selepas keluar dari jalan TOL pagi tadi, pemandangan didominasi oleh bangunan-bangunan pabrik. Kami berhenti untuk sarapan di sebuah tempat semacam pujasera, yang kami kira pasar.

Saya memesan nasi kari ayam dan kopi hitam, mencari tempat yang masih kosong, duduk di depan seorang bapak yang mengenakan seragam "bongkar muatan".

"Sekitar sini pabrik semua, itu pabrik mie sedaap," jelasnya.

Saya jadi ingat kalau punya sepupu yang bekerja di pabrik mie instan terkenal itu. Gresik memang kota industri, pabrik-pabrik besar beroperasi di sini. Namun, yang saya ingat dari Gresik adalah Pudak.

8 tahun lalu

Fajrin, teman saya satu kontrakan baru kembali dari rumahnya, ia membawa sesuatu yang dibungkus daun pinang kering dan ditali dengan rafia, jajanan khas itu disebut Pudak.

Sebelumnya, kakak tingkat saya di Fakultas Syariah pernah menyuguhkan pudak saat berkunjung ke kontrakannya.

Orang Blitar pasti akan menyebut itu Jenang sumsum yang dibuat lebih padat. Rasanya hampir mirip, tetapi jika dihayati lagi, ada letak perbedaannya.

Sekilas juga seperti Nogosari tanpa pisang, namun jika dihayati tetap ada bedanya.

Apa mungkin pembungkusnya itulah yang membedakan rasanya? Atau cara masaknya? Intinya, lidah saya terlanjur nyaman mengunyah pudak.

Pertama kali makan pudak, saya langsung jatuh hati dengan rasanya. Rasanya membekas bahkan setelah ditelan.

Bukan Jenang Gresik

Kemaren saya membeli beberapa ikat untuk dibawa pulang. Ibu saya mencicipinya, dan bisa ditebak, pasti akan mengira itu Jenang. Namun, dibuat lebih padat. Orang Jawa biasa menyebutnya taneg.

Kuliner adalah satu dari kekayaan bangsa Indonesia sejak dulu. Pudak misalnya, kadaluwarsanya bisa 3-4 hari, karena masaknya taneg itu tadi.

Di Blitar, di daerah Kademangan juga ada sentra Jenang. Ada produk Jenang Besek yang juga bisa bertahan beberapa hari. Pudak dan Jenang seperti "saudara" beda karakter.

Namun Pudak adalah Pudak, bukan Jenang. Apalagi Jenang Gresik. Semua sudah ada namanya masing-masing. []

Manyar, 25 September 2021
Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages