Pentigraf, sebuah Alternatif Solusi permasalahan Pembelajaran Menulis Cerpen di SMP/MTs - FLP Blitar

Pentigraf, sebuah Alternatif Solusi permasalahan Pembelajaran Menulis Cerpen di SMP/MTs

Share This


Pentigraf, sebuah Alternatif  Solusi permasalahan Pembelajaran Menulis Cerpen di SMP/MTs

Hariyani

       Menulis cerpen adalah kompetensi dasar yang harus dimiliki dan dicapai oleh siswa SMP/MTs kelas 9 pada semester 1. Sebuah tantangan bagi seorang guru Bahasa Indonesia agar bisa dan berhasil mengantarkan siswanya mencapai tujuan pembelajaran  sehingga mampu menulis cerpen.  Sementara, tidak setiap siswa mempunyai minat yang kuat dalam menulis cerpen. Kalau tetap dipaksakan, ujung-ujungnya mereka hanya 'menjahitkan'. Masih bagus punya ide sendiri lalu 'menjahitkan'. Kalau hanya kopi paste dari google, ini yang lebih membahayakan. Artinya, pembelajaran tidak berhasil.

       Dalam bayangan mereka, menulis berlembar-lembar sangat menyiksa. Belum lagi ketika menemui permasalahan buntu ide di tengah jalan. Namun, karena tugas ini harus terlaksana mereka harus memaksakan diri. Bagaimana hasil tulisan yang diungkapkan dengan keterpaksaan?  Daril sinilah guru harus mencari alternatif lain agar siswa  tertarik tanpa terpaksa untuk menulis cerpen.

       Sebuah teori yang lebih sederhana dalam menulis cerpen yang dicetuskan dan dikembangkan oleh Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd.  adalah satu teori yang bisa dijadikan alternatif menulis cerpen. Siswa yang tidak suka menulis terlalu panjang  bisa dialihkan pada cerpen jenis ini. Pentigraf namanya.  Cerita pendek yang pendek.

       Apa pentigraf itu? Menurut  Tengsoe Tjahjono, pentigraf kependekan dari cerpen tiga paragraf. Pentigraf tergolong flash fiction. Karena pendek, pentigraf akan berfokus pada satu alur, satu tokoh sentral dengan beberapa tokoh penunjang, dan satu tema sentral (Tjahjono, 2018:3). Karena pentigraf hanya terdiri atas tiga paragraf, pentigrafis harus memanfaatkan ruang tiga paragraf secara efektif. Syarat satu paragraf hanya berisi satu ide pokok. Dengan demikian, dalam satu pentigraf hanya terdiri atas tiga ide pokok.

       Bagaimana langkah menulis pentigraf? Yang pertama adalah menentukan tema Yang kedua membuat kerangka karangan. Ketiga adalah mengembangkan kerangka karangan. Lalu, bagaimana cara mengembangkan? Karena pentigraf juga merupakan karya fiksi, penulis dapat berselancar melalui internet. Mencari informasi setiap ide pokok yang dia tulis dalam kerangka pentigrafnya. Dengan membaca setiap informasi yang dia butuhkan tersebut, penulis akan memiliki pengetahuan, pengalaman bahasa, dan pengalaman estetika.  Dari pengetahuan dan pengalaman inilah akan menjadikan pentigraf yang ditulisnya lebih hidup dan bermakna.

       Yang perlu diperhatikan lagi, syarat pentigraf   hanya berjumlah 210  kata maksimal. Jika diketik dalam kertas A5, pentigraf hanya membutuhkan satu halaman sehingga dari segi fisik nampak lebih indah dan padat.Namun, meski hanya tiga paragraf, pentigraf tetap memiliki unsur instrinsik  pembangun yang meliputi tokoh, alur, setting, dan konflik yang jelas. Dalam setiap paragraf cukup satu dialog saja.

       Dengan syarat semacam itu, pilihan kata harus efektif. Jangan sampai terjadi pengulangan yang tidak diperlukan. Bahkan tak perlu penggunaan majas yang berlebihan agar tidak menimbulkan kebosanan. Untuk lebih menariknya pentigraf diakhiri dengan 'twist' atau kejutan. Cerita tak bisa ditebak endingnya. Biarlah pembaca mengakhiri  cerita sesuai kemampuannya. Ketika pembaca paham akhir cerita, dia merasa terkejut karena meleset dengan perkiraan sebelumnya.

       Teori ini bisa dijelaskan kepada siswa kelas 9. Dengan berbekal teori ini akan memberi kebebasan  mereka memilih jenis cerpen yang mereka sukai. Semoga pembelajaran menulis cerpen menjadi lebih berwarna dengan adanya pilihan. Siswa yang suka cerpen yang panjang bisa memilih jenis ini sedangkan siswa yang lebih suka cerpen yang pendek akan beralih kepada pentigraf.

 

Daftar Pustaka :

Tjahjono, Tengsoe. 2018. Meneroka Dapur Pentigraf (Ke Arah Kegiatan Apresiasi Cerpen Tiga

             Paragraf). Sidoarjo : Delima.

 

Hariyani

Penulis yang lahir di Blitar, 23 Desember 1968 ini berprofesi sebagai seorang guru di MTsN 1 Kota Blitar. Selain mengajar, penulis meluangkan waktunya untuk menulis baik puisi, cerpen, esai, maupun novel. Buku solo yang diterbitkannya adalah novel dwilogi Mentari Senja, kumpulan cerpen Senyum Terakhir, dan puluhan karya antologi bersama. Dari kegiatan menulis memperoleh berbagai prestasi dari beberapa event yang diikutinya. Baik juara 1, 2, 3, 4, dan 5 dari berbagai penerbit.

Alamat : Jalan Cilincing 28, Bendo, Kepanjenkidul, Blitar

Nomor kontak : 081334301712

No comments:

Pages