Di sekitar stasiun Bogor masih banyak angkot, juga banyak pedagang kaki lima, riuh sekali. Tak seperti stasiun-stasiun lainnya.
Kotanya sejuk, mungkin karena agak mendung. Hawa sejuk Bogor seperti Wonogiri, dan tak sedingin kota Batu.
Pepohonan masih rimbun. Bisa jadi karena ada kebun raya Bogor, yang berdekatan dengan Istana Presiden. Di Kebun raya, baik pepohonan dan fasilitas lainnya cukup terawat.
Istana Bogor itu berfungsi sebagai rumah dinas Presiden, sama seperti rumah dinas walikota Blitar, yang juga ada kebunnya. Bedanya di Blitar lebih kecil, disebutnya Kebonrojo.
Masuk ke Kebun Raya Bogor harus bayar Rp15.000, di dekat loket selalu bersiaga Paspampres, di beberapa titiknya juga banyak TNI.
Jika tak ingin capek berjalan kaki mengelilingi kebun raya, bisa menyewa sepeda pancal Rp25.000, atau ikut rombongan bus terbuka, atau menyewa golf car Rp250.000.
Maklum, kebun raya Bogor begitu luas. Bahkan ada beberapa lokasi yang mirip hutan.
###
Di beberapa sudut kota Bogor juga masih ditemui rerimbunan pepohonan, seperti di sepanjang jalan dari Taman Kencana ke tempat saya menginap. Kiri kanan seperti hutan, bahkan pagi hari suara gangsir terdengar cukup keras.
Sayangnya, saya menginap di lantai 12 dari total 21 lantai. Tertutup semua. Suhu kamar yang biasanya dingin, dibuat lebih hangat.
Baru kali ini keluar hotel terasa lebih dingin, biasanya terbalik. Saat saya meriang di hari kedua, suhu kamar saya buat 30 derajat, dan tubuh bisa berkeringat setelah minum obat. Syukurlah.
Di dalam kamar juga ada jendelanya, sayang terkunci rapat. Saya tanya ke petugas yang biasanya membersihkan kamar, apa tidak bisa dibuka?
"Anginnya kencang, apalagi kalau hujan pak," Jawabnya.
Padahal, dari jendela bisa melihat langsung Gunung Salak. Dari tembok kaca depan pintu kamar, bisa melihat jalanan Kota Bogor, termasuk mengintip ramainya warung-warung di sekitarnya.
Di lantai 12 ada cerita unik dan sedikit horor. Sering terdengar suara anak kecil bernyanyi, juga berulang kali bel pintu berbunyi namun setelah dibuka tak ada orang. Begitu pengakuan teman yang sudah 3 hari sebelumnya menginap di lantai 12, sampai ia memilih pindah kamar ke lantai 17.
Dari lift menuju ke kamar memang terkesan horor, lampunya remang-remang dan kedap suara.
Sayangnya saya tidak mendengar keanehan itu. Anak kecil yang biasanya bernyanyi juga diam saja, mungkin tahu jika saya juga suka bernyanyi, dan tak mau diajak duet. []
Bogor, 27 Januari 2020
Ahmad Fahrizal Aziz
No comments:
Post a Comment