Jakarta yang Asyik dan Berisik - FLP Blitar

Jakarta yang Asyik dan Berisik

Bagikan


Memasuki stasiun Jatinegara, saya mulai terbangun. Lelah dan pegal perjalanan lebih dari 13 jam via kereta api Gajayana. Meskipun kursi yang saya duduki terbilang nyaman, karena sandaran bisa didesain untuk tidur, plus ada bantal dan selimutnya.

Tak lama kemudian sampailah di Stasiun Gambir. Azan subuh belum berkumandang, kantuk masih menggelayut. Instrument musik ondel-ondel menyambut para penumpang.

Ini pertama kali saya turun Stasiun Gambir. Ya, pertama kali. Juga pertama kali ke Jakarta sendiri. Ah.

Belum jam 6 pagi, dan hujan mengguyur begitu derasnya. Agak lama saya menunggu di kursi dekat mushola selepas shalat subuh, sampai hujan reda.

Dari stasiun, ujung Monas terlihat menyala, kuning api.

"Bisa langsung naik taksi atau ojek mobil online langsung Bogor, nanti biaya diganti kok," Ujar salah seorang teman yang sudah empat hari berada di lokasi.

Kunjungan ini memang disponsori Oxfam Canada, semuanya. Full fasilitas. Namun saya memilih keliling dulu, menembus padat dan ramainya Jakarta pagi itu, rush hours. Jam sibuknya orang sini.

Jalan kaki dari Gambir, naik JPO, dan berjalan kaki sepanjang trotoar Jalan Merdeka Timur. Memandangi gedung-gedung mewah kantor pemerintahan, seperti gedung pertamina, PLN, Kementrian perdagangan, kementrian kelautan dan perikanan, markas TNI Angkatan Darat, dan berhenti sejenak di halte dekat gedung pajak.


Juga melewati Galeri Nasional. Sayangnya belum buka.

Asyik sih, meski jalanan ramai dan berisik. Sebenarnya tak jauh berbeda dengan Malang yang pagi hari juga padat kendaraan.

Stasiun Gambir dekat dengan banyak tempat populer seperti Balai Kota, Masjid Istiqlal, Monas, dan gedung-gedung penting lainnya.

Karena tak kuat lagi jalan, maka saya memesan gojek menuju gedung Perpustakaan Nasional. 

Mendekati jam 08.00, ternyata gedung perpustakaan belum buka. Khusus hari Jumat jam 09.00. Namun bisa masuk ke ruang heritage, dan melihat banyak pajangan menarik seperti diskografi, seni instalasi, dan sebagainya.


Juga bisa duduk di pelataran, mengintip para pegawai sedang senam pagi. Oya, di dekat pos satpam, terdapat saung, semacam gazebo yang bisa dimanfaatkan untuk diskusi.

Sebenarnya saya ingin menanti sampai perpustakaan buka, sekaligus membuat kartu anggota, namun di luar kembali gerimis, sementara saya harus segera ke Bogor.

Naik go-car?

Sebentar. Sepertinya perlu menjajal hal baru. Lantas saya pesan gojek lagi, mengitari Menteng, berhenti di stasiun Gondangdia. Tidak langsung ke stasiun, namun berjalan di sekitarnya, memesan sepiring nasi uduk plus jengkol.

Gerimis lagi. Buru-buru saya menuju stasiun khusus KRL tersebut, memesan tiket pada mesin loket otomatis.

KRL/Commuter line terhubung ke sejumlah daerah Jabodetabek. Saya memesan tiket tujuan akhir Bogor, dengan biaya Rp16.000, nanti akan mendapatkan THB (Tiket Harian Bergaransi), seperti kartu untuk tap ketika masuk dan keluar stasiun.

Di stasiun tujuan nanti, THB bisa dikembalikan ke loket dan uang kita dikembalikan Rp10.000. Artinya, Jakarta-Bogor via KRL hanya Rp6.000.

Siang itu, KRL begitu sepi. Banyak kursi kosong. Seorang perempuan paruh baya duduk di samping saya, baru pulang belanja.

Kami berbincang, tepatnya bertanya banyak hal tiap kali melewati stasiun terkait, seperti ketika melewati stasiun UI. Sebenarnya ingin sekali saya turun dan sejenak masuk kampus UI, namun waktu tak memungkinkan.

Hal ini saya rencanakan sebab pulangnya nanti jelas tak bisa naik KRL. Pihak panitia sudah memesankan taxi, langsung lewat tol, menembus padatnya Jakarta.

"Kalau siang begini lancar mah," Ujar sopir taxi.

Lancar? Padahal, jalanan dipadati mobil, juga motor. Merayap. Namun tetap bisa jalan. Dari Bundaran HI ke Gambir, rasanya lama sekali. Namun itu terbilang lancar, dibanding pagi dan sore, kata pak Sopir.

Macetnya Jakarta memang riil. Ya maklum, selama ini saya hanya melihat dari televisi, sebagai orang desa yang tak sedikitpun punya keinginan tinggal di Ibukota. []

Jakarta, 27 Januari 2020
Ahmad Fahrizal Aziz
www.muara-baca.or.id


No comments:

Pages