Perlunya Rasa Memiliki Cagar Budaya Daerah di Kalangan Remaja - FLP Blitar

Perlunya Rasa Memiliki Cagar Budaya Daerah di Kalangan Remaja

Bagikan

Oleh: Zulfa Ilma Nuriana

Masa ini adalah masa dimana semua hal bisa dilakukan dengan instan. Tapi, kemunduran moral masyarakat semakin terlihat jelas. Sadar atau tidak kalangan remaja pun kurang tertarik dengan budaya daerahnya. Kecanggihan yang berdampak kemunduran ini harus segera diimbangi dengan peningkatan pengetahuan agama, pendidikan, maupun cagar budaya daerah. 

Karena jika ini tetap dibiarkan begitu saja akan menggerus rasa nasionalisme seorang remaja. Sehingga, remaja pun tidak tahu cagar budayanya sendiri dan lebih tertarik dengan cagar budaya negara lain. Hal ini menjadi salah satu faktor punahnya cagar budaya daerah. 
Sungguh ironis jika remaja tak memiliki rasa bangga dan kepedulian untuk melestarikan cagar budaya daerahnya sendiri atau secara umum budaya bangsa Indonesia. Faktor salah satunya yakni kurangnya informasi cagar budaya daerah. Padahal Indonesia memiliki tujuh warisan budaya dan tiga di antaranya warisan budaya dunia. 
Salah satu cara yang efektif untuk menanamkan rasa memiliki terhadap cagar budaya daerah yakni dengan jalur pendidikan dan wisata religi. Di IAIN Tulungagung memiliki sebuah pusat studi yang bernama IJIR (Institute for Javanese Islam Research). Pusat studi ini menerapkan cara tersebut. IJIR juga mengkaji dan  meniliti banyak hal yang terkait budaya daerah maupun cagar budaya.  Para Mahasiswa pun bukan sekedar menulis opini tapi mencari data langsung ke situs-situs warisan budaya daerah untuk menghasilkan karya tulis. Lomba sayembara menulis esai untuk kalangan SMA dengan tema “Saya Remaja, Saya Indonesia, Saya Pancasila” juga pernah diadakan. Kegiatan lain yang sangat mengapresiasi adanya cagar budaya daerah adalah wisata religi. Wisata religi di pusat studi ini diberi nama ziarah peradaban. Ziarah peradaban bulan lalu atau tepatnya Minggu, 28 Juli 2019 dilaksanakan di Monumen Arjuna (Goa Pasir), Kuti Sanggraha, Prajnaparamita Puri, dan Swatantra Penampihan. Di bulan September dilaksanakan lagi pada tanggal 1. Namun di tempat yang berbeda yakni di Candi Simping dan Goa Selomangleng. Salah satu dari itu adalah cagar budaya daerah Blitar. 
Cagar budaya di daerah Blitar itu bernama Candi Simping. Banyak yang tahu candi ini, namun banyak juga yang tidak tahu sejarah dan lokasinya. Candi Simping terletak di Dusun Krajan, Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Raden Wijaya yang wafat tahun 1309 dimakamkan di candi ini. Dibuktikan dalam Kitab Negarakertagama di dalam pupuh XLVII/3 menjelaskan tentang candi  ini demikian: “... Tahun Saka mengitari tiga bulan (1231 S), Sang Prabu (Nararya Sanggramawijaya/Kertarajasa Jayawarddhana) mangkat, ditanam, di dalam pura Antahpura, begitu nama makam beliau, dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa”. Dalam kitab ini tepatnya pupuh LXI/4  menceritakan juga bahwa Prabhu Hayam Wuruk melakukan upaya perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi pada Candi Simping ini demikian: “... Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping, ingin memperbaiki candi makam leluhur, menaranya rusak, dilihat miring ke Barat, perlu ditegakkan kembali agak ke Timur”. 

Dari kedua uraian tersebut dapat diketahui bahwa Candi Simping pernah mengalami perbaikan atau pemugaran pada zaman pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk. 
Kegiatan ziarah peradaban ini sangat tepat diterapkan di lingkungan akademisi atau sekolah-sekolah menengah karena dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap cagar budaya daerah. Pemanfaatan cagar budaya untuk kepentingan pendidikan dan kebudayaan ini harus diterapkan secara masal. Supaya jati diri bangsa Indonesia tidak luntur digerus dengan zaman penuh kecanggihan ini. 
Secara pengetahuan kebudayaan, cagar budaya menandai tata nilai, perjalanan, sejarah, dan tradisi bangsa. Apabila cagar budaya daerah punah begitu saja maka bangsa Indonesia akan mengalami kemunduran pada unsur-unsur tersebut. Adanya rasa memiliki terhadap cagar budaya daerah di kalangan remaja ini sangat penting karena akan mendorong tingkat partisipasi masyarakat untuk ikut melestarikan aset budaya bangsa. 

Oleh karena itu, nilai-nilai pribadi budaya bangsa harus secara intensif ditanamkan pada diri remaja. Karena melihat saat ini bangsa Indonesia memiliki penduduk besar di kalangan remaja ataupun pemuda. Dengan demikian remaja berperan penting dalam masa bonus demografi Indonesia. Jika, remaja mampu memanfaatkan masa tersebut maka Indonesia bisa menjadi negara maju tanpa kehilangan jati diri.

Pages