Mendung (Bagian 8) - FLP Blitar

Mendung (Bagian 8)

Bagikan


Hari ini Clara tak masuk sekolah. Sementara aku sedikit canggung menanyakan sejauh mana perkembangan persiapan acara, juga sama canggungnya menanyakan kenapa tak masuk?

"Dia sakit," Jelas Zanuba.

Sakit? Karena kehujanan kemarin? Padahal acara tinggal seminggu lagi, dan pihak-pihak yang akan mengisi acara harus sudah final. Panggung harus didesain 5 hari lagi.

Pada rapat panitia sepulang sekolah hari ini, aku sendiri mewakili sie acara. Beberapa penampil sudah memberikan konfirmasi, terkecuali yang dihubungi Clara.

"Tolong dipastikan ya, waktu kita mepet," Pinta Alfi, ketua panitia ulang tahun sekolah.

Sekitar jam 5 sore, setelah istirahat dan mandi, aku berniat ke rumah Clara. Aku meminjam motor bapak. Rumah Clara tak begitu jauh dari rumahku, namun aku belum pernah kesana.

Dia hanya menjelaskan dekat gapura perbatasan kota kabupaten, ada rumah yang didepannya membuka kios kue. Itu rumahnya.

Aku menyusur sepanjang jalan Borobudur, lalu belok kiri ke jalan utama Ir. Soekarno, terus ke utara, belok sedikit ke timur arah ke Jiwut Nglegok. Sampai di gapura perbatasan dan terlihat ada kios kue yang catnya serba hijau.

Kue-kue cantik terpampang di etalase kaca. Perempuan muda menyapaku, kalau dilihat dari wajahnya, ia terlalu muda untuk menjadi ibunya Clara.

"Apa benar ini rumahnya Clara?"

Ternyata benar. Aku dipersilahkan masuk lewat pintu samping. Tak berselang lama, muncul perempuan yang sepertinya seumuran Ibuku, itu Ibunya Clara.

"Clara sakit hari ini, sedang di kamar dia," Jawab Ibunya.

Aku hanya membawakan beberapa buah untuk Clara, sekaligus menjelaskan maksud kedatanganku, selain menjenguk, tentu saja untuk urusan kepanitiaan.

"Masuk aja."

Aku dipersilahkan masuk ke ruang tengah. Kamar Clara ada di sebelah kiri. Dia kaget melihatku datang.

"Oya, siapa nama kamu?"

"Rizaldy, bude," Jawabku.

"Bude bikinin minumanan ya."

Dengan langkah pelan aku masuk kamar Clara. Kamarnya rapi, bersih, dan foto-foto masa kecilnya terpampang di sekitar dinding.

"Hai Ra," Sapaku.

"Hai, sorry hari ini gue nggak masuk. Gimana tadi rapatnya?" Clara langsung membuka topik perbincangan.

"Ya gitu, harus fix untuk acara. Kamu gimana? Biar aku saja yang handle gak masalah kok," Tawarku.

Ibu Clara kemudian masuk membawakan segelas minuman bewarna merah.

"Kemarin itu Clara kehujanan. Dia bandel sih, makanya sekarang sakit," Sambung Ibu Clara.

"Ih mama apaan sih," Protes Clara.

"Eh btw, kamu temen cowok Clara yang pertama dateng kesini lo?"

Aku hanya tersenyum, tersipu malu.

"Kita temen OSIS kok ma, bukan temen sekelas. Dia anak IPA, anaknya rajin banget, fokus belajar dia," Sahut Clara.

"Oia, bagus dong."

Kami pun terlibat percakapan kecil sore itu, percakapan yang cair. Sebelum akhirnya kami ditinggalkan berdua.

"Bapak kamu masih kerja ya?" Tanyaku.

Clara hanya menggelengkan kepala. Lalu dia menanyakan soal hasil rapat tadi.

"Semua udah fix kok, tinggal dikonfirmasi. Dari kelas yang lain juga udah ada nama, tinggal nanti dijelasin teknis acaranya. Moga gue udah bisa sekolah besok atau lusa," Jelas Clara.

"Kalau kamu masih sakit, biar aku aja yang hubungi mereka," Tawarku.

Clara pun memberikan beberapa catatan tentang nama-nama pengisi acara, dan menyodorkannya padaku.

"Kamu beneran gak ikut ngisi?"

Clara menggelengkan kepala.

"Kenapa nggak ikut? Nggak kangen main musik?" Sambung Ibunya, yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.

Clara tak menjawab. Aku pun hanya terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal tiap kali membahas soal ini.

Sampai azan magrib pun berkumandang, dan aku harus segera pamit.

"Aku pamit ya Ra, moga cepet sembuh," Pamitku.

Ibu Clara pun mengantarku sampai ke depan.

"Clara sepertinya sudah tak mau lagi bermain musik, saya sudah minta tolong ke gurunya, tetapi sepertinya belum berhasil," Ibu Clara membuka perbincangan baru.

"Memangnya kenapa bisa begitu, Bude?"

Ibunya pun menjelaskan sesuatu yang teramat memgejutkan. Aku hanya terdiam dan mengangguk perlahan.

"Tolong ya, bantu dia untuk kembali ceria," Pinta Ibunya.

Apa aku termasuk segelintir orang yang tahu permasalahan Clara dan keluarganya? Apakah Hazmi dan Pak Andro sudah tahu juga? Ah entahlah.

Ibu Clara menghadiahiku sekotak kue bolu pandan ketika aku pamit pulang. Clara memilih membenci musik dan meninggalkannya, karena suatu hal, karena ayahnya.

Bersambung

~~~
Cerbung by Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages