BUKU HARIAN KESUNYIAN - FLP Blitar

BUKU HARIAN KESUNYIAN

Bagikan

Oleh : Alfa Anisa

Ini sudah bulan kedelapan saya belajar mengakrabi kesunyian di tempat yang benar-benar jauh dari kebisingan berita-berita, ingar bingar media sosial. Apa yang saya dapatkan di sana? Banyak. Lahir dan batin cukup membuat saya belajar dewasa bersama teman-teman yang lebih dulu mengakrabi dunia seperti itu semenjak kecil.

Di awal-awal ketika saya dilepas keluarga untuk menetap di tempat asing, rasanya saya belum siap. Saya akan berkenalan dengan orang-orang baru, aktivitas berbeda, pakaian yang lebih sopan (bukan berati selama ini pakaian saya tidak sopan sih, hanya membiasakan diri untuk memakai rok setiap hari), teman-teman yang kebanyakan berusia jauh di bawah saya. Hal yang terakhir sempat membuat saya down, sudah setua ini saya masih belum bisa ngaji seperti mereka, tapi jauh di lubuk hati saya itu sudah menjadi resiko dan saya harus tetap menuntut ilmu di sini.

Mungkin aneh menurut beberapa orang, ketika dinyatakan lulus di sebuah kampus bukannya melanjutkan mencari pekerjaan tapi malah masih mau belajar ngaji alias mondok. Tatapan orang-orang yang heran bercampur keanehan sudah saya rasakan di awal, bahkan ditengah-tengah saya menuntut ilmu di sana saat pulang pondok buat mengambil ijazah juga sempat disindir dan diperlakukan seolah keputusan saya ini tidak tepat, melihat efisiensi waktu dan usia saya yang tidak lagi muda.

Ah, sayangnya saya hidup bukan dari omongan orang-orang. Saya hidup untuk belajar. Apapun. Selama masih belum bisa saya akan berusaha untuk menekuninya. Karena ada yang pernah bilang, ketika kamu sudah tidak mau belajar dan sudah merasa pintar sebenarnya kamu itu yang bodoh, kamu telah berhenti melangkah. Orang yang benar-benar pintar mereka akan menganggap dirinya tidak bisa dan masih belajar.

Banyak hal yang saya pelajari di tempat itu. Sederhana. Tidak bisa dinilai dengan mata uang yang bisa diperjualbelikan, atau nilai sks yang harus dibayar ketika akhir semester usai. Karena hal ini berkaitan dengan akhlak. Teman-teman saya selalu mengatakan, bahkan sudah menjadi peringatan setiap hari. "Selama orang itu pinternya setinggi langit, tapi kalau akhlaknya tidak baik ya percuma. Akhlak itu nomer satu."

Namun yang sangat saya sayangkan imej mereka di beberapa orang-orang. Mereka dimasukkan ke sana seolah setelah melakukan perbuatan nakal, atau masa depan mereka yang pasti menjadi guru ngaji. dan lain sebagainya.  Ah, padahal ada yang lebih sederhana tapi bermakna dari itu semua. Orang tua mereka telah menyiapkan jauh-jauh hari bahwa anak mereka akan menjadi madrasah pertama untuk cucunya.

Nah. Ada beberapa yang saya ingin ceritakan. Mungkin lain waktu akan  saya tulis lagi dalam beberapa bagian dalam buku harian ini.[]

Kamar Perempuan, 24 Agustus 2018

No comments:

Pages