Anjangsana FLP Blitar 2018 : Dari Kalipucung hingga Kesamben - FLP Blitar

Anjangsana FLP Blitar 2018 : Dari Kalipucung hingga Kesamben

Bagikan

Masih dalam suasana Lebaran, sejumlah anggota FLP Blitar melaksanakan anjangsana. Tepatnya pada Ahad, 24 Juni lalu. Meskipun personel anjangsana tahun ini lebih sedikit daripada tahun kemarin, kami tetap bersemangat.

Perjalanan dimulai dari rumah saya. Luluk Kamalia menjadi yang paling awal hadir, disusul Saiful Hardiyanto, Ana Fitriani, Rosy Nursita, dan Alfa Anisa. Sejenak kami menukar cerita.

Pukul sepuluh, kami berangkat. Memang molor dari rencana awal. Tapi tak apa, daripada tidak sama-sekali. Saya berboncengan dengan Ana. Sedangkan Alfa bersama Rosy. Sementara Luluk dan Saiful mengendarai motornya masing-masing.

***

Destinasi pertama adalah rumah Pak Budi Kastowo di kawasan Sentul. Beliau merupakan salah satu staf Perpustakaan Bung Karno. Pak Budi kerap ikut nimbrung pada rutinan kami. Sesampainya di sana, kami disambut sang istri. Rupanya Pak Budi masih di PBK, karena ada tugas piket.

Tak berapa lama, beliau tiba di rumah. Kami berjabat tangan sejenak dan berbincang. Pak Budi bercerita tentang rencananya mengubah dekorasi teras rumahnya untuk dijadikan Taman Baca, sekaligus tempat karaoke dan nonton bareng.

***

Selanjutnya, kami menuju kediaman Pak Budiyono, pembina FLP Blitar. Rumah beliau ada di daerah Sananwetan. Kami disambut oleh Pak Budi dan istri. Di sana, kami berbincang, menikmati jajanan, juga ber-swafoto.

Ana dan Alfa sempat mencoba memainkan alat musik khas Jawa. Namanya Saron, Gender, dan Gambang. Ketiga alat musik pukul ini biasa dimaninkan pada gamelan Jawa.

Tak lupa, sebelum pamit, kami berfoto bersama Pak Budi dan istri.

***

Seusainya, kami langsung meluncur ke kawasan Gedog, tepatnya di Jalan Karya 66. Inilah rumah Mas Ryan Adin. Ia bersama ayah dan ibunya menyambut kami ramah.

Kami lekas duduk dan bertanya banyak hal pada Mas Ryan. Termasuk segala kesibukan yang membuatnya sangat jarang hadir di rutinan. Rupanya lelaki kocak ini tengah sibuk magang dan menyelesaikan skripsi.

***

Perjalanan berlanjut ke kediaman Mbah Gudhel, mantan penjaga Istana Gebang yang kini bekerja di Perpustakaan Bung Karno.

Mbah Gudhel sedikit bercerita tentang suka-duka bekerja di Istana Gebang. Tak lupa, beliau menyematkan pesan, bahwa, "Tak cukup hanya dengan membaca. Karena muara baca adalah menulis. Jadi, kita juga harus tetap menulis, agar dapat dibaca generasi mendatang."

Setelah berbincang agak lama, kami mohon diri. Terlebih dulu kami singgah di masjid Kandepag untuk shalat Dhuhur.

***

Perjalanan berlanjut ke rumah Alfa Anisa di daerah Papungan. Kedatangan kami disambut oleh sang ibu.

Sejenak kami melepas lelah di sana, sembari ngobrol dan menikmati aneka jajanan. Yang paling unik yaitu manisan yang berbahan dasar tomat dan mentimun, juga dodol semangka.

***

Hawa dingin mulai menyergap, seiring warna langit yang mengelabu. Kami bersiap menuju destinasi berikutnya, sambil berharap semoga tak turun hujan.

Rumah yang dikunjungi selanjutnya adalah rumah Luluk di kawasan Tuliskriyo, Kademangan. Kami pun disambut sang ibu. Beliau menanyakan alamat kami dan ke mana lagi setelah ini. Luluk juga sempat menemui putrinya yang tengah terlelap.

***

Kini, mari kita melaju lebih jauh lagi. Ya, Kesamben menjadi tujuan selanjutnya. Ada tiga rumah yang dikunjungi di kawasan ini, yaitu rumah Saiful, Ana Fitriani, dan Rosy Nursita.

Perjalanannya ternyata sangat jauh. Itu yang saya sadari kemudian, hehehe. Lambat-laun, kantuk pun mulai mendera. Saya berusaha keras menghalaunya dengan mengajak Ana ngobrol. Saya salut pada gadis berkacamata ini, yang hampir setiap hari menempuh jarak Kesamben-Blitar untuk kuliah.

***

Tiba di rumah Saiful, kami segera duduk dan menghela napas lega. Lelah dan kantuk sedikit terobati dengan beberapa gelas kopi susu dingin dan kudapan kecil yang terhidang.

Ibu dan nenek Saiful juga ikut berbincang dengan kami. Mereka cukup terkejut saat tahu kami sudah menempuh jarak sejauh itu. Sekitar duapuluh menit kemudian, kami pamit.

***

Rumah Ana Fitriani tak terlalu jauh dari rumah Saiful. Kami disambut sang ibu setibanya di sana. Sang ayah bergabung kemudian, sebelum akhirnya ada tamu lain yang menemui beliau.

Kami melahap jajanan sambil bertukar cerita. Saya sempat mengambil beberapa bungkus permen stroberi untuk dibawa. Beberapa saat kemudian, Ana muncul dengan ransel besarnya.

Rupanya setelah anjangsana ini ia akan langsung ke rumah neneknya di daerah Wonodadi. Itu pula yang membuat Ana bersikeras mengantar saya pulang. Penolakan saya tak berarti sudah. Rencana memesan ojek online pun batal.

***

Terakhir, kami mengunjungi rumah Rosy, yang juga tak jauh dari rumah Ana. Kami sejenak rehat untuk kemudian menunaikan shalat Maghrib.

Seusai shalat, rupanya sudah ada bakso yang terhidang di ruang tamu. Wah, mari redakan keroncongan perut! Hehehe. Di sela-sela makan, Alfa, Rosy, Saiful, dan Ana bersahutan mengisahkan kehidupan di pondok. Ada tawa kami yang menghiasinya.

Hari telah semakin gelap. Bakso pun telah habis terlahap. Kami segera mohon diri. Kali ini Alfa pulang bersama Luluk. Sedangkan saya masih bersama Ana. Saiful yang paling dekat pulangnya, tentu saja.

***

Terimakasih Pak Budi Kastowo, Pak Budiyono, Mas Ryan, dan Mbah Gudhel, atas sambutan hangat dan cerita yang telah dibagi.

Dan terimakasih Rosy, Ana, Alfa, Luluk, dan Saiful untuk telah mewarnai anjangsana ini. Maafkan jika saya lamban dan merepotkan sepanjang perjalanan.

Semoga kita dapat berkumpul dan berkeliling lagi pada Idulfitri tahun depan. Taqabalallahu minna wa minkum, taqabbal yaa kariim. Mohon maaf lahir dan batin.[]

2 Juli 2018
Adinda RD Kinasih

Keterangan gambar:

Berfoto bersama Pak Budiyono.

Berbincang dengan Mbah Gudhel.



No comments:

Pages