Antara Drama Korea dan Sinetron Indonesia - FLP Blitar

Antara Drama Korea dan Sinetron Indonesia

Bagikan

Oleh : Nabila Ananda

Kenapa saya membandingkan keduanya? Alasanya sederhana. Karena kedua-duanya sama-sama berepisode serta ditayangkan di televisi di mana banyak orang bisa melihatnya tanpa harus membeli karcis.

Drama Korea sendiri di Indonesia mulai tenar sekitar awal tahun 2000-an. Dimulai dengan drama Dae Jang Geum: Jewel In The Palace. Drama ini dibuat berdasarkan fakta sejarah, yaitu tentang seorang tabib istana perempuan pertama yang sangat berpengaruh pada Dinasti Joseon di Korea. Drama ini begitu tenar bukan hanya dari segi cerita sejarahnya, tetapi juga obat-obatan tradisional dan makanan Korea pada zaman Joseon. Diceritakan sebelum menjadi seorang tabib, Jang Geum adalah seorang dayang di bagian dapur istana.

Bahkan drama ini sudah di ekspor ke 91 negara di dunia termasuk Indonesia, Selandia Baru, Perancis, Rusia, Chicago, UEA bahkan Amerika Serikat, dan masih banyak lagi lainnya. Drama ini mempunyai dampak budaya yang sangat luas bagi masyarakat dunia. Hal ini dikenal dengan istilah Korean Hallyu atau Korean Wave.

Setelah suksesnya drama Jewel In The Palace, Indonesia kembali memasukkan drama Korea lainnya. Sebut saja misalnya Something Happened in Bali yang mengambil lokasi shooting di Jakarta dan Bali selain di Korea; lalu dilanjutkan dengan Full House yang juga sempat tenar di Indonesia.

Drama selanjutnya yang begitu terkenal adalah Boys Over Flower yang ditayangkan di Indonesia sekitar tahun 2010-an. Drama Korea ini juga mempunyai dampak sosial yang besar pada masyarakat khususnya para remaja.

Pada awalnya, saya pribadi bukanlah orang yang menggemari drama Korea. Bahkan ketika drama Boys Over Flower yang saat itu terkenal dan teman-teman sekitar saya membicarakannya, saya tidak tahu sama sekali. Baru sekitar tahun 2012 ketika kuliah di Malang saya mulai melihat drama Korea. Pada masa awal-awal menonton, drama dengan jenis romance memang yang paling banyak menjadi koleksi saya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu saya baru tahu jika ternyata genre drama Korea tidak melulu romance.

Saya sendiri tidak tahu kenapa di Indonesia drama bergenre romance menjadi favorit, hingga orang yang tidak mengerti drama Korea akan selalu berpikir jika drama Korea itu hanya bercerita tentang kisah cinta yang tidak masuk akal, seperti halnya saya dulu juga berpikir seperti itu.

Masalah genre ini adalah salah satu yang membedakan antara drama Korea dan sinetron Indonesia. Selain itu kira-kira apa lagi ya?

Pertama, yaitu episode dan fokus cerita. Jika sinetron Indonesia episodenya terkesan panjang hingga ratusan bahkan ribuan, tidak begitu dengan drama Korea. Episode drama Korea lebih sedikit, berkisar antara 16, 20, hingga 25 episode. Ada juga yang lebih dan bahkan ratusan, tapi tak banyak.

Selain itu, meski berepisode banyak, secara jalan cerita drama korea tidak keluar dari fokusnya. Sebut saja sebuah drama yang menceritakan perjalanan hidup seorang penulis, maka sepanjang episodenya ceritanya juga berkisar tentang itu, tidak ada pelebaran cerita atau tokoh-tokoh yang bertambah banyak layaknya sinetron Indonesia.

Jika sinetron Indonesia sendiri selain episodenya yang ratusan bahkan ribuan, jalan cerita juga terkadang tidak jelas. Misalkan sinetron “Penjual Bakpao Naik Haji”-bukan judul asli (silahkan sebut sendiri judul aslinya). Bahkan tokoh utama dalam sinetron sudah tidak ada, tetapi sinetronnya tetap berjalan. Pemainnya semakin banyak dan antara jalan cerita dan judulnya sudah tidak sinkron lagi. Dan sayangnya, hal seperti ini tidak hanya terjadi pada satu sinetron saja.

Kedua yaitu akting pemainnya. Menurut saya secara akting, artis Korea lebih mumpuni dari pada artis Indonesia. Hal ini tidaklah mengherankan, karena setiap artis korea akan melalui masa trainee selama bertahun-tahun pada management yang menaunginya. Pada masa trainee ini mereka akan dilatih menyanyi, menari juga akting. Lalu bagaimana dengan artis Indonesia?

Silahkan anda membuat video yang menghebohkan, cukup dengan modal wajah cantik, maka tawaran bermain sinetron dengan segera akan didapatkan. Meskipun anda tidak bisa akting sama sekali. Tentu saja tidak semua artis Indonesia seperti itu. Tidak semua dari mereka mendapatkan ketenarannya secara instan dan dengan cara yang kurang baik. Masih banyak artis Indonesia yang mempunyai kemampuan akting mumpuni. Tapi meski begitu, yang saya sayangkan dari industri hiburan di Indonesia adalah para pemodal begitu mudahnya meminta mereka yang sedang terkenal (dan sayangnya tidak selalu tentang prestasi) untuk bermain dalam film maupun sinetron tanpa melihat kualitas aktingnya terlebih dahulu. Maka jadilah sebuah tontonan yang menurut saya kurang secara kualitasnya.

Ketiga yaitu genre. Seperti yang saya katakan sebelumnya, banyak orang yang tidak pernah melihat drama Korea akan menilai jika drama Korea ceritanya hanya berkisar tentang cinta yang tidak masuk akal saja. Tetapi kenyataannya tidaklah begitu. Ada banyak sekali genre dari drama Korea. Mulai dari romance, action, thriller, police procedural, medical drama, comedy, time sleep, school, period drama (drama sejarah), legal drama, dan masih banyak lainnya. Dengan bermacam-macam genre yang disuguhkan akan membuat penonton tidak bosan untuk melihatnya. Berbeda sekali dengan sinetron Indonesia yang mayoritasnya hanya bercerita tentang kisah cinta saja.

Dulu saya pernah menonton sebuah drama Korea dengan genre police procedural. Diceritakan dalam drama ini, seorang polisi cyber dengan kejeniusannya mengungkap pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pengusaha yang menjadikan internet sebagai senjatanya.

Selain itu, medical drama juga akan selalu menyuguhkan keahlian para dokter yang sedang melakukan operasi pada pasiennya atau penyelamatan dalam bentuk lainnya.

Ada juga drama dengan genre keluarga yang bercerita tentang hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya, suami-istri, kehidupan bertetangga, juga persahabatan.

Salah satu yang menjadi favorit saya adalah drama korea dengan genre sejarahnya. Meski ada beberapa drama sejarah dengan tokoh fiktifnya, tapi tak sedikit yang mengangkat cerita dari tokoh nyata. Sebut saja Jang Geum, kemudian ratu Seon Deok, Jang Yeong Sil yang merupakan ilmuwan hebat pada masa Dinasti Joseon, dan masih banyak lagi lainnya.

Bagi orang-orang yang tidak suka membaca, sinetron, drama, maupun film adalah salah satu media yang bisa digunakan untuk belajar. Jika saya dan orang-orang penikmat drama Korea lainnya bisa sedikit mengetahui tentang sejarah dan tokoh-tokoh Korea pada masa lalu, harusnya hal itu juga bisa dilakukan di negara kita ini.

Saya berharap suatu hari nanti sinetron Indonesia dapat berevolusi menjadi tayangan yang mendidik atau paling tidak memberikan pengetahuan kepada masyarakat seperti halnya drama korea. Tokoh-tokoh hebat Indonesia pada zaman kerajaan, seperti Patih Gadjah Mada, Sultan Iskandar Muda, Gayatri Rajapatni, Ken Arok-Ken Dedes dan lainnya, punya cukup banyak cerita unik dalam kehidupan mereka yang bisa dijadikan sinetron. Tapi dengan catatan sinetron yang dibuat tidak melenceng jauh dari sejarah aslinya, yaitu dengan cara membatasi episode dan tidak perlu menambah pemain yang sering dilakukan dalam sinetron Indonesia. Jumlah episode yang tidak menentu dan penambahan pemain yang kadang tidak ada hubungannya dengan cerita inti malah akan merusak kisah itu sendiri.

Tapi meski film, sinetron, dan drama bisa digunakan untuk belajar sejarah, kita tentu harus tetap membaca buku sebagai referensi utama. Film, sinetron, dan drama meskipun berorientasi pada sejarah tidak menutup kemungkinan ada penambahan cerita di sana-sini agar cerita tersebut menarik untuk ditonton. Sehingga cerita yang ada tidak selalu sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Selanjutnya yaitu penelitian. Dalam beberapa drama Korea yang saya lihat, penulis dan sang sutradara akan melakukan penelitian terlebih dahulu pada hal-hal yang berkaitan dengan dramanya.

Misalkan pada drama police procedural yang pernah saya lihat, ada beberapa istilah yang berhubungan dengan dunia internet, komputer, dan hacking. Pun pada drama medis, mereka akan mengenalkan beberapa istilah medis bagi penontonnya. Sedangkan dalam drama sejarah, mulai makanan tradisional, pakaian, juga istilah-istilah politik, sistem keluarga, bahkan sampai istilah pada ilmu hitam, dan lainnya juga ditampilkan disini. Ini menggambarkan betapa sang penulis dan sutradara dalam menggarap sebuah drama tak main-main, mereka tak hanya sekedar membuat sebuah cerita dan memainkannya dengan seenaknya sendiri. Ada tanggung jawab di sini. Hal inilah yang juga tidak saya temui di sinetron Indonesia.

Saya sendiri bukanlah penggemar fanatik drama Korea. Saya hanya melihat beberapa diantaranya yang menurut saya bergenre bagus. Saya juga tidak pernah melihat sinetron Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu. Saya hanya mendengar cerita dari orang-orang dekat yang menyediakan waktunya untuk melihat sinetron. Dari situ saya bisa mengira-ngira seperti apa sinetron Indonesia itu.

Sinetron adalah salah satu jenis tontonan yang paling banyak dilihat oleh masyarakat kita. Maka sebenarnya, pihak pembuat sinetron, entah sutradara, penulis, produser dan lainnya punya kesempatan yang sangat besar untuk ikut mencerdaskan masyarakat. Yaitu dengan cara membuat sinetron yang ceritanya fokus pada temanya (tidak nglantur kemana-mana), para pemainnya yang memang mempunyai kemampuan akting mumpuni-tidak asal memilih pemain, juga genre yang beragam, sehingga masyarakat tidak tenggelam dengan kisah cinta berlebihan yang hampir selalu ditayangkan.

Kita bisa belajar dari drama Korea untuk membuat sinetron Indonesia lebih berkualitas. Semoga suatu hari nanti sinetron Indonesia lebih baik dari pada hari ini dalam berbagai aspeknya.[]

Sumber gambar : Google / Kompasiana

No comments:

Pages