Menumbuhkan Semangat Meraih Mimpi Bersama "Orang Jujur Tidak Sekolah" - FLP Blitar

Menumbuhkan Semangat Meraih Mimpi Bersama "Orang Jujur Tidak Sekolah"

Bagikan

Oleh : Adinda RD Kinasih

Identitas Buku

Judul                           : Orang Jujur Tidak Sekolah
Penulis                        : Andri Rizki Putra
Tebal Buku                 : 262 halaman
Penerbit                     : Bentang Pustaka
Cetakan Pertama    : Oktober 2014
ISBN                          : 978-602-291-062-6

“…menuntut ilmu tidak terbatas dimensi waktu, tempat, status, keterbatasan fisik, dan finansial.”
—Andri Rizki Putra

Saya pertama kali melihat lelaki 24 tahun ini dalam acara Sudut Pandang Metro TV, tiga tahun lalu. Ia mulai banyak diperbincangkan sejak buku yang memuat kisah inspiratifnya diluncurkan.

Dalam buku yang bertitel Orang Jujur Tidak Sekolah ini, pemuda yang biasa disapa Kiki itu mengungkapkan kerisauannya akan potret pendidikan di Indonesia  saat ini. Ia mengalami banyak perlakuan diskriminatif di sekolahnya. Bahkan diakuinya, sejak kecil ia tidak suka diatur dan dipaksa.

***

Di masa kelas satu hingga awal kelas lima SD, banyak guru yang kesal dengan tingkahnya yang sulit diatur dan malas mengerjakan tugas. Dia juga gemar melakukan bullying, sehingga dijauhi teman-temannya.

Namun, ketika memasuki pertengahan semester dua kelas lima, Kiki berniat mengubah diri. Dia mulai mengejar ketinggalannya dengan cara meringkas semua bahan pelajaran dari buku-buku paket dan buku-buku milik kakak kelas yang dipinjamnya. Berkat usahanya itu, nilainya membaik, bahkan berhasil masuk peringkat lima besar di kelasnya.

Namun, meski begitu, ia tetap mengalami diskriminasi karena keterbatasan ekonomi. Selama enam tahun duduk di bangku SD, ia selalu tak diijinkan mengerjakan ujian di dalam kelas, karena menunggak uang SPP.

***

Memasuki SMP, kemampuan akademis Kiki semakin membaik.Peringkatnya masuk tiga besar, dan ia juga menjadi ketua kelas, ketua OSIS, dan aktif mengikuti beberapa ekstra kurikuler. Akan tetapi, Kiki sering tidak masuk sekolah karena ketiadaan ongkos untuk pergi ke sekolah. Dia juga kesulitan membeli buku-buku pelajaran. Mendengar hal itu, pihak sekolah berniat memberinya beasiswa. Awalnya, bantuan itu ditolaknya karena ia merasa tak berhak menerimanya. Tapi, pihak sekolah tetap membantunya.

Namun, kemudian Kiki merasa kecewa, karena ternyata ia menemukan praktik contek-menyontek yang “dilegalkan” di sekolah itu. Bahkan banyak guru yang memberikan kunci jawaban soal UN pada semua siswa.

***

Kiki melanjutkan pendidikannya ke sebuah SMA Negeri di Jakarta Selatan, dengan masih dibayangi rasa trauma akibat praktik menyontek pada saat UN di SMPnya. Hal itu membuatnya kehilangan motivasi dan semangat untuk bersekolah.

Bisa dikatakan, Kiki bersekolah di sana hanya selama dua setengah bulan, itu pun diisi dengan banyak membolos. Dia hanya datang ke sekolah pada saat ujian. Terakhir, ia sempat mengikuti UTS di sekolahnya, dan berhasil mendapatkan nilai yang sangat baik.

***

Hingga pada akhirnya, Kiki memutuskan untuk berhenti sekolah. Dia sudah merasa trauma dan membenci praktik ketidakjujuran yang terjadi. Dia juga tak ingin lagi membebani ibunya dengan biaya sekolah yang mahal.

Awalnya, sang ibu yang seorang single parent keberatan dengan keputusan itu. Namun Kiki berhasil meyakinkan ibunya, bahwa ia akan mencari jalan lain untuk bisa melanjutkan pendidikannya. Akhirnya, di akhir September 2006, ia putus sekolah.

***

Setelah mencari informasi lebih lanjut, Kiki memilih melanjutkan sekolahnya dengan sistem homeschooling tunggal, yaitu homeschooling yang dilakukan di rumah oleh satu keluarga. Dalam hal ini, orangtua terjun langsung dalam proses belajar sang anak.

Namun, Kiki menyadari bahwa ibunya tak selalu bisa memantau kegiatan belajarnya di rumah. Maka, ia lebih suka memakai istilah selfschooling untuk sistem belajarnya ini.

***

Pada November 2006, Kiki mengikuti placement test, sebuah tes kemampuan untuk bisa mengikuti UN Kesetaraan Paket C. Sebenarnya, normalnya sebuah program akselerasi diselenggarakan selama dua tahun, tapi Kiki bersikeras ingin menamatkan SMAnya dalam tempo setahun saja. Akhirnya dia dinyatakan lolos placement test, dan diperbolehkan mengikuti UN Kesetaraan Paket C.

Di bulan Juni 2007, Kiki mengikuti UN Kesetaraan Paket C. Dia sama sekali tak menyangka bahwa ia menemukan lagi praktik kecurangan yang sama seperti di masa SMP dulu. Ada beberapa orang yang menawarinya bocoran soal. Tentu saja Kiki menolaknya. Dalam pengumuman hasil ujian yang disampaikan sebulan kemudian, Kiki dinyatakan lulus UN Kesetaraan Paket C.

***

Tak berhenti sampai di situ, Kiki ingin melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Kampus impiannya adalah Universitas Indonesia (UI). Maka, sejak dinyatakan lulus UN Kesetaraan, Kiki mulai berjuang keras untuk menghadapi SNMPTN.

Dia meminjam buku-buku kumpulan soal ke sana kemari, juga membuat ringkasan soal-soal dan menempelkannya di setiap sudut kamar. Pokoknya tiada hari tanpa belajar.

Aksi Kiki ini memunculkan beragam komentar dari orang di sekitarnya. Mereka takut Kiki menjadi depresi karena terlalu ngotot belajar. Tapi Kiki tetap bertahan dengan pilihannya.

Tapi, nyatanya Kiki tidak selalu baik-baik saja. Ia sempat frustrasi karena ambisinya itu. Namun, dengan tekad kuat, ia memutuskan tak menyerah menghadapi semuanya.

***

SNMPTN dilaksanakan pada awal Juli 2008. Di hari pertama, Kiki cukup yakin dengan jawaban-jawabannya. Namun, pada hari kedua dia datang terlambat ke lokasi ujian, karena menaiki salah jurusan pada saat naik bus. Akibatnya, ia kehilangan 40 menit untuk mengerjakan soal. Untungnya, ia bisa mengerjakan semua soal dengan lancar.

Sebulan kemudian, hasil SNMPTN diumumkan melalui internet. Kiki tidak terlalu banyak berharap untuk bisa lulus, apalagi setelah ia melihat tetangganya gagal menembus SNMPTN. Tapi ternyata, Kiki dinyatakan lolos dan diterima di Program Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia.

***

Di jenjang kuliah ini, Kiki bertekad ingin lulus dalam waktu tiga tahun. Untuk bisa mencapai keinginan itu, ia harus mengambil program SP (Semester Pendek). Tapi, biaya pendaftaran SP terlalu mahal baginya. Dia mulai melupakan impiannya untuk bisa lulus kuliah dengan cepat. Untunglah, pada saat itu salah satu sahabat Kiki bersedia meminjamkan uang.

Menjalani kuliah dengan sistem SP memang sangat padat. Tak ada kata liburan untuk Kiki. Namun, meski begitu, ia masih juga aktif dalam banyak organisasi kampus. Pada semester lima, dia sudah menyusun skripsi. Dan kemudian, pada Juni 2011 dia mengajukan diri untuk mengikuti siding skripsi.

***

Selepas lulus, Kiki bekerja di sebuah biro konsultan. Tapi, dia juga berkeinginan membangun suatu wadah belajar bagi mereka yang putus sekolah, yang guru-gurunya berasal dari berbagai kalangan dan profesi.

Sebenarnya, Kiki sudah membuat komunitas belajar yang dinamakan Masjidschooling, pada saat ia masih kuliah dulu. Namun kali ini ia ingin membangun lembaga yang lebih besar. Bersama seorang teman sekantornya, Kiki menggagas pembuatan Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB).

Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang belajar di YPAB makin banyak. Mereka berasal dari berbagai kalangan, seperti anak-anak yang putus sekolah, pedagang keliling, office boy, cleaning service, dan juga sopir. Lambat laun, jumlah tutor dan kelas juga makin banyak. Hingga akhirnya, Kiki memutuskan resign dari pekerjaan kantorannya agar lebih fokus di YPAB.

***

Lewat buku ini, kita kembali belajar tentang arti keyakinan dan pantang menyerah dalam hidup. Temukan passion, lalu berusaha keras untuk menjalani apa yang telah kita pilih.[]

14 Mei 2017

No comments:

Pages