Buku dan Internet - FLP Blitar

Buku dan Internet

Bagikan




Apa dampak dari membaca? Jawaban paling sederhana atas pertanyaan ini adalah, untuk menambah wawasan. Apalagi ada kalimat populer berbunyi : buku adalah jendela dunia. Dulu mungkin iya, sekarang kalimat itu kurang relevan, karena jendela dunia saat ini adalah internet. Internet menawarkan banyak hal, yang bahkan tidak pernah kita fikirkan.

Lantas apakah masih perlu membaca buku, jika sudah ada internet?
 
perpus UIN Malang, foto by @julee_brarian
Kita perlu ingat bahwa internet hanyalah wadah, atau sistem pencarian yang memudahkan kita menemukan sesuatu. Tetap ada penyuplainya, yaitu pengguna internet itu sendiri. Orang tidak akan pernah menemukan subyek “FLP Blitar” di internet jika tidak pernah ada yang memposting tulisan tentang itu, entah melalui website, blog, atau sosial media.

Sebagai orang yang bergiat dalam bidang tulis menulis, pada akhirnya kita tidak saja sebagai pengguna atau penikmat internet, tapi juga penyuplai tulisan. Tidak saja sebagai konsumen, tapi juga produsen.

Jika kita mencari data untuk tugas kuliah atau sekolah misalkan, kadang kita menemukan postingan entah berupa makalah atau artikel ilmiah yang dilengkapi dengan sumber. Kecil kemungkinan sumber-sumber tersebut berasal dari internet. Jikalau sumbernya sebagian besar dari internet, itu sungguh  keterlaluan.

Artinya, membaca buku masih menjadi prasyarat. Tentu kita akan meragukan, bilamana ada sebuah tulisan yang terlampau teoritik, namun tidak disertai dengan sumber. Kita mempertanyakan tingkat validitasnya, mempertanyakan sandaran ilmiahnya, apakah disandarkan pada pemikiran atau penelitian tokoh yang ahli dibidangnya atau hanya sekedar imajinasi liar penulisnya.

Misalkan, ada artikel yang menjelaskan jika tanaman tertentu bisa menyembuhkan total penyakit ginjal, atau kanker. Mudah sekali? dunia kedokteran saja tidak berani sampai mengklaim demikian. Makanya perlu data yang valid. Jika tidak, itu bisa saja hoax.

Internet tidak bisa sepenuhnya menggantikan buku. Meskipun tidak semua tulisan memerlukan data pendukung, semisal catatan bebas seperti ini. Namun banyak hal dalam buku, yang tidak selalu ada di dalam internet. Misalkan tentang pemikiran seorang tokoh. Kita tidak cukup hanya membaca wikipeda, lalu merasa tahu segalanya.

Kita perlu membaca buku yang pernah ditulis tokoh tersebut, untuk mengetahui pemikirannya lebih mendalam. Kalau merasa tahu semuanya hanya karena info sekilas dari internet, bisa bahaya.

Semisal, kita kadung benci sebenci-bencinya dengan Karl Marx, yang merupakan ideolog sosialis, embrio dari pemikiran komunis. Namun disatu sisi kita menggunakan idenya untuk sesuatu hal, misalkan melakukan cara-cara represifmenekan rezim. Demonstrasi, atau teori konflik lain, yang jelas-jelas merupakan buah pemikiran Marx.

Internet relevan sebagai media informasi, atau untuk menampung catatan-catatan ringan lain. Kita tetap perlu membaca buku untuk mengetahui banyak hal yang lebih kompleks. Tidak sekedar dipermukaan. Apalagi jika itu buku sastra seperti novel. Kita tidak cukup hanya membaca ulasan atau sinopsis singkatnya yang tertuang di internet, lantas kita merasa tahu keseluruhan isinya.

Kita tetap perlu membaca buku, karena kompleksitas fikiran dan perasaan penulisnya ada pada buku yang mereka buat. Lagipula, buku lebih awet. Berbeda dengan internet, jika sewaktu-waktu dunia maya lenyap. Lenyap pula semuanya. Tapi buku tetap tersimpan rapi di rak, meski kini banyak yang berdebu. []

7 Mei 2017
A Fahrizal Aziz

No comments:

Pages