RUTINAN DI TENGAH BERLAKUNYA KEBIJAKAN PPKM DARURAT - FLP Blitar

RUTINAN DI TENGAH BERLAKUNYA KEBIJAKAN PPKM DARURAT

Bagikan

Acara rutinan Komunitas Penulis Blitar (Forum Lingkar Pena Blitar) kali ini mengulas tentang Puisi dengan Tema Jangan Menulis Puisi Kalau Nggak Mau Ngopi.

Pada awal acara, rekan-rekan pengurus sempat meragukan bahwa rutinan kali ini tidak akan berjalan sesuai dengan rencana awal. Sebab, rutinan digelar di tengah berlakunya Kebijakan PPKM Darurat, yang diberlakukan akibat meningkatnya kembali angka paparan Covid19 di Kota Blitar. 

Namun, dengan koordinasi yang sudah tersusun rapi dan tetap mematuhi protokol kesehatan, akhirnya acara kali ini dapat berlangsung dengan semestinya. 

Rutinan bertempat di Kedai Kopi Abah, hari Minggu, 04 Juli 2021 pukul 13:30. Acara dipandu oleh Ragil Anim selaku Moderator, sedangkan kultum diisi oleh Bagas Abi Subekti. Kultum yang disampaikan mengangkat topik Makna Tersirat yang Disisipkan Oleh Penulis.

Mas Abi, sapaan akrabnya, menerangkan bahwa penulisan karya sastra khususnya puisi tentu disisipkan makna tersirat yang dapat dimaknai beragam oleh pembaca. Makna tersirat inilah yang menjadikan karya penulis terdahulu dapat dikenang dan diterima hingga saat ini. Dengan kutipan favoritnya, suatu karya tulis tidak harus memiliki kalimat yang halus atau kata-kata yang cantik, diksi yang diangkat pun tidak harus rumit, tetapi pastikan memiliki makna yang baik. 


Setelah kultum selesai, maka masuklah pada acara inti yang diisi oleh Jon Blitar. Beliau adalah sosok yang sudah mencatatkan nama dan karyanya di dunia kepenyairan. Selain penyair, Jon Blitar juga seorang YouTuber sekaligus Mentor Puisi di FLP Blitar. 

Sesuai dengan tema awal Jangan Menulis Puisi Kalau Nggak Mau Ngopi, Bang Jon menjelaskan, jika seseorang tidak memahami tentang kopi, maka ia juga tidak akan pernah mengerti apa itu arti sebuah puisi. Hal ini selaras dengan kultum yang disampaikan oleh Mas Abi bahwa tema tersebut mengandung makna yang tersirat. 

Kemudian, Pemateri masuk pada pokok pembahasan terkait gaya penulisan, ciri, tujuan penulisan, unsur-unsur puisi, diksi, perenungan, dan semua hal terkait kepuisian. 

Beliau berpendapat bahwa eksistensi di era seperti saat ini menjadi sangat penting, karena identiknya puisi diciptakan untuk dapat dinikmati oleh pembaca, bukan hanya sekedar kepuasan batin semata. Jika hanya kepuasan batin yang menjadi tujuan maka seorang penulis tidak akan dapat bergerak maju. Hal ini tentu berpengaruh pada karya yang dihasilkan, sehingga dikhawatirkan penulis tidak akan dapat berkembang. 

Selanjutnya, tips dalam mengembangkan eksistensi adalah dengan mengikuti event-event dengan memanfaatkan media sosial, serta melakukan hal tersebut secara konsisten. Dengan konsisten, perlahan-lahan mental seorang penulis akan terbentuk. 

Hal ini menjadi penting sebagai antisipasi jika suatu saat nanti karya yang dihasilkan menjadi sebuah kontroversi, sehingga pembentukan mental yang kuat akan menjadi pondasi dalam menghadapi kritik yang pedas sekali pun. Meskipun dasar yang sebenarnya dalam penulisan karya hanya seorang penulislah yang tahu dalam mempertanggungjawabkan karya kepada Tuhannya. 


Di sesi terakhir sekaligus penanda berakhirnya acara rutinan kali ini, pemateri mengajak seluruh peserta untuk belajar bersama dalan menuliskan puisi. Kemudian menuangkan ide pokok dan gagasan yang telah dipelajari melalui pembahasan kopi dalam puisi. 

Ada tiga karya terpilih dari rekan-rekan FLP Blitar diantaranya adalah: 

Aroma Kopi kenangan
Karya; A. Fahrizal Aziz

Di dapur yang sama, 4 tahun silam
Ada aroma kalosi yang kurindu
Ada aroma rasa, menjelma residu, menusuk indra. 

Terlantun renyah tawa suara
Serta hangat sapa, juga desah rayu menggugu ingatanku. 


Rindu di Ampas Kopi
Karya: Ragil Anim

Rinduku sebatas ampas dalam secangkir kopi
Berarti atau tidak untukmu
Bermakna atau tidak bagimu
Hanya engkau yang satu 

Aku hanya sebatas ampas kopi
Habis tak habis engkau nikmati
Aku hanya sebatas ampas kopi
Ampas yang engkau tinggalkan tak lagi bertuan 

Blitar, 04 Juli 2021


Secangkir Kopi dan Pahit Rasa Rindu
Karya: Miza Rahmatika Aini

Secangkir kopi yang kuseduh diam-diam
Sehangat matahari yang muncul perlahan
Sedikit pahit dalam tegukan
Sepahit rasa rindu yang tersimpan dalam-dalam 

Mengapa pahit tak seindah rasa sakit
Karena cinta yang terpendam adalah kesucian yang tak terkatakan
Aku hanya kuasa melihatmu berjalan tanpa menyuarakan sebait pesan 

Secangkir kopi yang kuseduh diam-diam, sepahit rasa rindu dalam tangisku yang tersedu 

Blitar, 04 Juli 2021



No comments:

Pages