Siapa yang Rela dan Bersedia Mengurus FLP Blitar Periode berikutnya? - FLP Blitar

Siapa yang Rela dan Bersedia Mengurus FLP Blitar Periode berikutnya?

Bagikan



Kurang lebih 3 bulan lagi, FLP Blitar akan menggelar Musycab untuk memilih ketua dan pengurus baru periode 2021-2023. Secara kuantitas, memang banyak anggotanya, namun siapakah yang rela dan bersedia menjadi pengurus?

Biasanya, jelang Musycab ada konsolidasi intens. Minimal lewat pertemuan mingguan, sementara setahun terakhir aktivitas kita dibatasi karena pandemi, dan kini kondisinya juga tidak kunjung membaik. Awal 2021 justru jumlah pasien makin bertambah, RSUD setempat sampai menyiapkan tenda darurat.

Bukan tak mungkin, sampai bulan April nanti, segala kegiatan masih akan dibatasi, yang berdampak pada terkendalanya kegiatan Musycab. Entah ditunda atau dijalankan via daring.

Namun bukan itu masalahnya. Tantangan paling kentara adalah, siapakah calon pengurusnya?

Ini dikarenakan kurang intensifnya kita menjalin komunikasi, terutama pertemuan tatap muka. Mungkin setiap hari say hello lewat whatsapp grup atau sosial media. Namun itu tidak cukup.

Contohnya saja, anggota baru yang bergabung 2020 ini, nyaris tak ada momentum yang tepat untuk lebih intens menjalin kedekatan. Mungkin mereka juga belum sepenuhnya merasa memiliki FLP Blitar.

Biasanya, seminggu sekali kita bertemu. Pertemuan itulah yang perlahan-lahan menciptakan kedekatan tersebut. Sekarang, momentum pertemuan rutin itu tidak ada karena kondisi pandemi.

Perasaan memiliki itu penting sebab bisa memunculkan kerelaan, termasuk rela menjadi pengurus.

Jangankan yang baru bergabung, yang sudah lama pun belum tentu rela sepenuhnya. Ada yang bersedia dengan sedikit terpaksa, atau sepenuhnya terpaksa. Mereka yang agak terpaksa jadi pengurus itu biasanya mendapat amanah di struktural, namun tidak ada agenda yang dijalankan. Ada tapi tiada.

Rela dan bersedia itu kunci penting. Sebab jadi pengurus sebuah organisasi nirlaba itu tidak menguntungkan, terutama secara materi. Belum lagi jika ada desakan dari FLP Wilayah atau Pusat untuk segera ini itu.

Berat kan? Udah tak dibayar, didesak-desak pula.

Jika tidak ada kerelaan, tidak disirami semangat religius, itu akan terasa berat nan menyiksa. Termasuk harus sabar.

Belum lagi, jika ia bergabung awalnya hanya sekadar ingin belajar menulis, tidak ingin mengurus organisasi. Kalau tujuan itu sudah didapat, ya buat apa aktif jadi pengurus?

Terlebih, ketika orang bergabung sudah dalam kondisi mapan ; sudah mahir menulis, punya banyak karya. Bergabung hanya sekadar mencari teman kongkow.

Itulah yang dulu saya rasakan pada tahun 2015 silam. Kala itu, saya pada posisi sudah bisa menulis, setidaknya sudah terverifikasi sebagai orang yang bisa menulis. Saya sudah gabung di FLP sejak 2008, aktif di Cabang dan menjadi ketua Ranting.


Sebenarnya, sejak 2014 saya sudah ingin berhenti dari segala kegiatan keorganisasian di FLP, Pasca lengser dari ketua Ranting di Malang.

Namun keaktifan tersebut diperpanjang di Blitar, dengan alasan saat itu saya belum banyak aktif berkegiatan di tanah kelahiran sendiri.

Karena telah mengambil keputusan, suka tidak suka, ya harus dijalankan. Karena itu suatu bentuk tanggung jawab, kan?

Meskipun yang saya rasakan kemudian, tidak sepenuhnya buruk. Ada banyak kesempatan menjalin relasi, portofolio sebagai penulis atau pegiat literasi semakin kuat.

Dari kegiatan menulis yang statis, saya jadi bagian dari suatu gerakan literasi yang dinamis.

Sebagai penulis kita bisa memproduksi karya tulis, namun lewat organisasi kepenulisan, bibit-bibit penulis baru akan terus ditumbuhkan.


-00-

FLP Blitar periode berikutnya akan penuh tantangan. Jujur, dari pengamatan sekilas, dari angkatan 2018 hingga 2020, belum ada figur yang rasanya bisa menggantikan Hendra Burhanudin.

Ya, kalau sosok yang mahir menulis tentu banyak. Namun untuk menjadi pengurus perlu kerelaan dan ketersediaan, baru berikutnya kompetensi kepemimpinan.

Ada yang jago nulis, namun kurang jago, atau belum terlihat, mampu mengelola organisasi. Ada yang jago mengelola organisasi namun kemampuan menulisnya masih perlu dilatih. Ada yang terlihat jago semuanya namun secara praksis ternyata tidak terbukti.

Ada yang jago keduanya, namun tidak rela dan bersedia menjadi pengurus, karena berbagai alasan.

Namun jangan juga ada pikiran, ya sudah pengurusnya tetap saja, tinggal diperpanjang, gampang kan?

Saya termasuk yang tidak bersepakat dengan itu. Mending vakum daripada dilanjutkan dengan orang yang sama. Lho kenapa?

Orang yang sama, meski sudah teruji, tentu semangatnya tidak selalu sama. Generasi sebelum 2018, mungkin teruji menjadi pengurus, namun jika mereka lagi yang harus menjadi pengurus selanjutnya, kondisi psikologisnya sudah berbeda.

Regenerasi, penyegaran, itu perlu. Generasi lama tetap ada sebagai sistem pendukung, misalnya duduk sebagai mentor atau pembina.

Pengurus periode berikutnya, selain perlu keahlian menulis dan kompetensi keorganisasian, jauh lebih penting lagi kerelaan dan ketersediaan, karena dengan itu mereka akan belajar.

Nah, kira-kira siapa ya yang rela dan bersedia menjadi pengurus FLP Blitar periode berikutnya?

Sabtu, 9 Januari 2021
Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages