MERAWAT EKSISTENSI Oleh : Heru Patria - FLP Blitar

MERAWAT EKSISTENSI Oleh : Heru Patria

Bagikan
MERAWAT EKSISTENSI 


Sebagai kegiatan kreatif, menulis mengharuskan pelaku untuk meluangkan waktu, pikiran dan tenaga secara maksimal. Di tengah padatnya kegiatan rutin sehari-hari tentu hal itu tidaklah mudah untuk dilakukan. Terlebih ketika seseorang begitu eksis di media sosial. 

Namun bukan berarti hal itu tidak mungkin ya. Semua tergantung beberapa faktor baik intern dari diri pelaku maupun faktor dari luar dirinya. 

Untuk menjadi seorang penulis yang memiliki eksistensi tinggi untuk berkarya, diperlukan beberapa upaya serius guna mewujudkannya. Di antaranya : 

1. Niatkan menulis untuk ibadah. 
Ketika kita niatkan menulis untuk ibadah, dalam artian menulis untuk berbagi kebaikan dalam mencapai ridho Tuhan, maka proses menulis akan bisa kita jalani dengan ikhlas. Kita tanamkan kesadaran bahwa menulis adalah ladang pahala agar kita tergerak untuk melakukannya setiap saat. Karena sebagai bekal menuju akhirat kita butuh amal dan pahala yang sebanyak-banyaknya. 
Akan berbeda rasanya jika kita menulis hanya sekadar hobbi untuk meraih materi dan ketenaran. Jika tujuan menulis hanya materi dan ketenaran, maka jika hal tersebut tak tercapai, serta merta kegiatan menulis akan kita tinggalkan. Padahal untuk menjadi penulis eksis diperlukan proses yang panjang. 

2. Jadikan menulis sebagai kebutuhan. 
Seperti tindakan makan dan minun yang saban hari kita lakukan ketika diri merasa haus dan lapar, menulis pun bisa dijadikan kebutuhan pokok yang wajib ada dalam keseharian kita. Bagaimana caranya? 
Cara yang paling efektif adalah dengan melakukan pembiasaan menulis. Gunakan sistim target harian. Misalnya dalam sehari kita harus menulis satu halaman secara kontinyu. 
Pada awalnya hal ini memang berat, tapi harus dipaksakan. Jika sudah terbiasa maka ketika sehari saja kita tidak menulis, akan berasa punya hutang. 

3. Atur manajemen waktu. 
Kita sering mendengar seseorang mengeluh tak sempat menulis karena tak bisa menyisihkan waktu. Tentu saja hal ini bohong besar. 
Dalam sehari Tuhan memberi kita waktu 24 jam. Sering tanpa kita sadari, kita justru menggunakan waktu untuk hal-hal yang kurang manfaat. 
Maka ubah mindset bahwa kita tak bisa sisihkan waktu untuk menulis. Namun secara rutin, SEDIAKAN waktu untuk menulis. Misalkan sehari satu jam. Bisa pagi, siang, sore, atau malam. 

4. Jadikan menulis sebagai sarana rekreasi. 
Pada dasarnya menulis memang bisa menjadi media untuk melepas penat setelah menjalani rutinitas. Segala persoalan yang tak mungkin kita ceritakan pada orang lain, bisa dengan mudah kita tuang dalam bentuk tulisan. Di sini peran menulis menjadi semacam media curhat agar hati kembali lapang. Daripada curhat di status media sosial, tentu akan lebih bagus jika bila dituliskan. Karena hanya dalam dunia kita bebas mau jadi apa saja sekehendak hati kita. Yang penting bahagia. 

5. Inten komunikasi dengan sesama penulis. 
Pepatah, bergaul dengan tukang parfum akan kebagian wanginya, sangatlah relevan dengan dunia menulis. Semakin banyak kita menjalin komunikasi dengan sesama penulis, maka akan semakin kuat pula keinginan kita untum terus berkarya dan berkarya. Dari sebuah komunikasi kita bisa mendapat motivasi guna menyemangati diri untuk terus eksis di dunia literasi. 

Untuk itu, mari kita merawat eksistensi agar bisa terus berkarya untuk negeri Indonesia tercinta. 

Salam literasi Indonesia 
Blitar, 5 Desember 2020

No comments:

Pages