Algoritma Hati - FLP Blitar


"Bagaimana skripsimu?" tanya Fara.

Jalu tersenyum, dilipatlah laptopnya, lalu ia masukkan ke dalam tas. Pak Satpam sudah melambaikan tangan, tanda kantor harus segera dikosongkan.

"Ingat, Vanda menunggu lo?" Lanjutnya.

Jalu tersenyum kecut. Sejak seminggu lalu, Fara menjelma juru bicara Vanda. Mereka memang satu organisasi yang sama, hanya beda jurusan.

"Langsung pulang? Ngopi dulu yuk?" ajak Jalu.

Fara menggeleng.

"Aku bukan anak kafe, bye," ledeknya.

###

Seminggu terakhir, hubungannya dengan Vanda jadi berbeda, ada rasa canggung tersendiri. Mereka yang biasanya saling lempar candaan, tampak seperti dua orang yang baru kenal.

Tidak ada yang tahu tentang apa yang terjadi antar mereka, kecuali Fara.

Seminggu lalu, Fara menemui Jalu di kosnya. Tumben sekali, pikir Jalu. Pasti ada hal spesial.

"Oke, aku cuma mau nyampein amanah dari Vanda," jelas Fara.

"Ha?"

"Vanda suka sama kamu, Jal. Dia gak bisa mendam perasaannya, tapi juga gak berani ungkapinnya, kamu sebagai cowok harusnya yang memulai," cerocos Fara.

Jalu melongo.

"Paham kan? Gini, kan Vanda itu cewek, jadi dia gak mungkin yang bilang, harusnya kamu," lanjut Fara.

"Kok aku?"

"Ah pokoknya gitu deh, dah ya, udah malem aku balik dulu," pamit Fara, buru-buru.

"Eh Fa... Fa..."

Fara hanya melambaikan tangan dan buru-buru pergi dari hadapan Jalu.

##

Jalu termenung, di kamar kos berukuran 2x2 meter itu, pikirannya melayang ke sosok Vanda. Terakhir, ia dan Vanda menjadi ketua dan sekretaris sebuah acara inagurasi. Dari situlah mereka menjalin komunikasi intensif, terutama soal kepanitiaan.

Fara, selaku stering commite, juga terlihat akrab dengan Vanda. Bahkan Fara banyak membantu Vanda mengurus segala kebutuhan kesekretariatan yang harusnya diselesaikan Vanda.

Jalu sering memprotes Fara karena terlalu banyak membantu Vanda. Namun Fara berkilah, daripada acara berantakan, lagian tugasnya sebagai SC juga tak banyak.

Jalu dan Fara sudah seperti saudara. Mereka kuliah sambil kerja sebagai pegawai kontrak di Kemahasiswaan. Jalu menjadi staf urusan beasiswa, sementara Fara menjadi staf urusan kemahasiswaan.

Mereka tidak hanya satu organisasi dan satu jurusan, namun juga satu pekerjaan. Semua orang tahu seberapa dekatnya mereka.

###

Sejak keterlibatannya dalam kepanitiaan itu, Vanda punya kesan lain pada Jalu. Lelaki itu sangat berwibawa, sebagai ketua panitia khususnya.

Selain itu, juga tidak pernah memarahinya. Satu-satunya yang pernah dimarahi Jalu hanyalah Fara.

Sekalipun usia mereka sama, namun Jalu terlihat lebih dewasa, mampu mengayomi. Maka, gejolak perasaan yang sebenarnya sudah tumbuh sejak pertama kali bertemu dulu, makin menggelora.

Vanda kemudian menyimpulkan bahwa ia telah menaruh rasa pada Jalu, ia menemukan sosok yang membuatnya nyaman. Namun apa yang harus ia lakukan?

Fara. Ia terpikir Fara bisa membantunya, menyampaikan perasaannya ke Jalu. Ia melihat betapa Fara sangat dekat dengan Jalu, bahkan seperti saudara.

1 Bulan berlalu

Sudah satu bulan berlalu, sejak Fara menyampaikan perasaan Vanda ke Jalu, namun tak ada perubahan sedikitpun pada Jalu.

Vanda menghubungi Fara, menanyakan hal itu.

"Kamu kok masih gantungin dia? Kasihan tauk," cetus Fara, saat mereka sedang istirahat makan siang di kantin.

Jalu menaruh kembali sendoknya di atas piring. Padahal, satu sendokan nasi kuning nyaris ia lahap.

"Bentar, maksudnya gantungin? tanya Jalu.

"Ya kamu harus ngasih jawaban," tegas Fara.

"Apa harus?"

"Iya lah!"

"Apa diam bukan jawaban?"

Fara menghentikan makannya seketika.

"Ha?"

"Oke, sekarang coba deh kamu pikir Fa, dia yang suka, terus kamu yang terus-terusan desak. Kalau dia suka sama aku, apa itu jadi urusanku?" protes Jalu.

"Haduh bener-bener kamu Jal, gak punya perasaan," seloroh Fara.

"Emang kamu punya?" Timpal Jalu.

"Kok jadi aku?"

Jalu tersenyum jahil, ia melahap satu sendok nasi yang tadi sempat tertunda.

"Dasar aneh," lanjut Fara.

"Apalagi kamu," balas Jalu.

###

Jalu tak tahu soal perasaannya pada Vanda, semua terasa biasa. Tak ada hal spesial. Selama ini dia lebih fokus pada pekerjaan dan skripsinya yang akan masuk masa sidang.

Konon, perasaan perempuan itu sangat kuat. Sebulan lebih sejak Fara menemuinya, tak ada sesuatu yang ingin ia lakukan demi menjawab perasaan Vanda.

Sampai dia merenung, adakah sesuatu yang membuatnya tertarik pada Vanda? Kenapa dia harus memberi jawaban? Apakah harus menerima atau tidak?

"Minimal kamu bersyukur dia suka sama kamu, gimana sih. Otak kok matematis banget," cela Fara.

Jalu menghela nafas, dia amati suasana sawah sekitar warung tempat mereka makan siang itu.

"Kata orang cinta emang gak perlu alasan, tapi orang kayak aku masih perlu alasan untuk itu," jelas Jalu.

Fara tak terlalu responsif, dan sibuk melahap lalapan bebek goreng kesukannya.

"Oya Fa, kenapa ya kita barengan tiap hari?" tanya Jalu.

Fara menghentikan makannya dan tertegun memandang wajah Jalu yang tersenyum simpul.

"Kan emang kita satu kerjaan, dodol," terangnya.

Jalu tertawa.

Mereka sangat serasi, bahkan saat berbeda pendapat sekalipun.

###

"Menurutmu cewek suka dikasih apa?" tanya Jalu pada Fara.

"Buat Vanda ya? Hmm.. apa ya?" pikir Fara.

"Tadi kan aku tanya, menurutmu.. menurutmu.. tau kan mu..."

"Eits..."

Fara merobek secarik kertas lalu menuliskan sesuatu dan menempelkannya di kening Jalu.

"Gue lagi mau rapat sama warek 3, bye," lanjutnya sembari melengos meninggalkan Jalu.

###

Jalu mengetuk pintu kamar kos Fara, yang kebetulan tak jauh dari gerbang depan. Fara pindah ke kamar depan karena mendapat amanah dari bapak kos menjadi ketua kompleks kos-kosan.

Jalu adalah tamu laki-laki yang paling sering berkunjung, mencari Fara. Sampai sebagian penghuni kos-kosan mengira mereka adalah pasangan kekasih.

"Apa sih Jal pagi-pagi dah ganggu aja," ketus Fara.

"Nih."

Jalu menyodorkan sebuah kotak yang terbungkus rapi.

"Apa nih?"

"Yang kemaren kamu saranin!"

"Lah kok dikasih ke aku?"

"Kan kamu yang nyaranin. Dah ya aku sibuk, met weekend. Bye," pamit Jalu buru-buru.

Fara berdiri melongo, sebuah kotak terbungkus kertas kado ia peluk erat, ukurannya lumayan besar.

Secarik kertas terselip di sampingnya. Isinya :

Fa. Selama bikin skripsi aku sering banget searching di google. Itu ngebantu banget melengkapi data-data penelitianku. Google bisa ngasih info spesifik. Kata temen anak Matematik ya karena google punya sistem algoritma yang bisa ngebantu menemukan informasi yang spesifik.
Nah, sejak kamu terus-terusan ngomongin Vanda, aku pun jadi sering searching, tapi gak di google, tapi di dalam hatiku. Dengan keyword tertentu, ternyata yang muncul justru namamu.
Dah gitu aja.

B E R S A M B U N G

Ditulis oleh Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages