Pahitmu terlalu memikat
Menjadi kawan kala jemari sedang layu
dan mata semakin malu-malu
Secangkir tanpa lapikpun selalu
mengundang aroma biji yang sempurna
Menyeduh ketika berteduh bahkan sang
punduh sekalipun
Sembari terdengar senandung sabda dari
nurani tentangmu yang didamba
Tunggu..
Biar kumulai saja dulu hasrat pesanku
Kopi---
“Kopi-katku dengan senyum mu”
“Kopi-sah saja darinya”
“Kopi-lih saja aku”
“Kopi-ndah kan segala rasa untuk kita bersatu”
Sudah, tanpa lama waktu.
“Kopi-nang ku dengan segera”
Tidak, itu terlalu dini
“Ko-pijak saja kakiku, hingga ku sadar
pada lamunan semuku”
---Kopi
Sederhana, namun nikmatmu terlalu
nampak disengaja tanpa perlu ku eja dengan samar-samar
Apalagi hitam pekat mengusikku untuk
selalu menyapamu dengan sapaan halus saja
Biarlah sukaku yang tak jemu pada kopi
mengantar pada sukaku yang hakiki
Hingga suatu hari nanti
Tanganku meramu secangkir kopi di
setiap pagi diminum sang sejati
Ikhlaskan saja pesan tadi untuk
disampaikan
Dan buailah dengan nyata pada apa yang
disampaikan
Kelak jika nanti tiba pada kopi yang
akan sakral di lumbung hati
(Malang, 2018)
Salah satu puisi yang dimuat di Buku Tala Loka karya Ulil Musyaekh
No comments:
Post a Comment