Menulis; Antara Sendiri dan Tidak Sendiri - FLP Blitar

Menulis; Antara Sendiri dan Tidak Sendiri

Bagikan

Oleh: Rizkha N. Latifah

1 Oktober 2017 selain sebagai tanggal peringatan-peringatan nasional  juga bertepatan perayaan tahun baru Hijriyah 1439. Tetapi, tanggal penting hari itu bagi saya  utama dan wajib, meski hari libur nasional yang bertepat hari Ahad.

Perencanaan yang kuat dan melekat di kalender rumah telah saya lingkari sebelumnya. Karena, saya  memiliki niat kuat untuk dapat menghadiri dan ikut serta dalam agenda penting dan wajib.

Tentu tidak banyak yang mengetahui bahwa hari Ahad, bagi warga Blitar hanya menarik pada ikon kota Proklamator yakni Makam dan Museum Bung Karno yang selalu laris dan manis di setiap hari Ahad.

Sekali lagi, bagi saya bagian menarik terdekatnya adalah tempat jutaan buku di sebelahnya. Perpustakaan daerah Bung Karno, menjadi basecamp tersendiri untuk wadah bertemunya peminat sastra dan ahli sastra se-Blitar Raya. Pukul 13.00 menjadi agenda wajib muqodimah rutinan komunitas penulis Blitar yang di dalamnya berdiri Forum Lingkar Pena.

***

Nah, saat tanggal 1 Oktober 2017 lalu,tiba saatnya saya dan teman-teman masuk pada agenda  penting dan genting sehingga mengingat kejadian itu, ada rasa pergulatan yang dalam untuk melingkari di kalender rumah supaya saya dapat hadir di antaranya. Agenda apa sebenarnya? Yang membuat saya selalu terngiang-ngiang untuk bertekad hadir.

Hari itu rupanya agenda penting dan acara wajib bagi seluruh keanggotaan Forum Lingkar Pena cabang Blitar. "Reaktivasi Anggota FLP Blitar dan diskusi penting Antologi Puisi" acara undangan dalam jaringan (online) digembor-gemborkan berulang-ulang di grup whatshapp milik FLP Blitar maupun di grup Literasi Terbuka Blitar.
Tentu, sangat disayangkan apabila tak bisa berada di tengah-tengah agenda tersebut.

***

Seusai disebarluaskan,  tidak sedikit cara saya berusaha merengek dan merayu kawan hidup baruku. Supaya izin dan ridhonya mempermudah rencana dan tekad saya waktu itu.

Tiba waktu tanggal 1 Oktober menyapa, ada haru dan pilu menyelimuti. Kawan baru setengah hati memberi ridho dan izin, terlebih amanah profesi di tempat kerja mengharuskan harus bergelut dengan tekad yang jalan di tempat. Kuintip sesekali pemberitahuan di grup whatsapp . berulang-ulang hanya umpatan kecewa di hati, sesekali tersiram lantunan dzikir pengampunan supaya tak lagi berontak dengan kenyataan yang ada.

***

Saya kira memang beginilah pilihan, di saat saya masih belum berkawan hidup baru dan masih jadi tanggungan orang tua(sendiri), tentu sesuka hati antara keinginan, cita-cita, harapan, dan rencana bisa dilampaui dengan mudah. Terlebih saat itu tanpa ada ikatan ketidakpastian mengatur diri saya memudahkan perjalanan dan pencapaian kemanapun.

Meski, saat ini tidak jarang saya masih bisa merasakan berperjalanan jauh tanpa kawan hidup baru. Alasan apapun itu. Tidak bisa menjadikan saya menjadi lebih baik. Justru, dengan kehidupan baru dengan status double bukan single lagi membuat cambuk kedua meraih capaian-capaian keinginan dan harapan waktu dulu.

Bisa dibilang saat reaktivasi anggota FLP bahkan sebelumnya, saya tidak bisa dengan gampangnya tiba-tiba berangkat dan terbang berkecepatan tinggi untuk menghadirinya walau penting sekalipun. Berbeda Perasaan bebas saat sendiri (meski saat sendiri juga masih sering merasa tidak bebas luas),  setidaknya masih ada tindakan dalam hadir di acara penting organisasi internal dan eksternal apapun.

***

Kali ini, saya sebenarnya tidak membicarakan reaktivasi FLP, organisasi lainnya, atau bulan pancasila dan bulan bahasa yang identik waktu Oktober.

Saya hanya ingin berceloteh tentang kehidupan saya yang penuh rencana program harian saat sendiri dan tidak sendiri. Pernyataan-pernyataan di atas tadi sudah saya sampaikan bahwa kawan hidup baru adalah suami saya sendiri. Masih di tahun yang sama, tahun 2017. Saya masih bisa sesuka hati dan rajin mengikuti kegiatan organisasi termasuk rutinan FLP.

***

Tetapi, di sela-sela pertengahan tahun saya berani memutuskan menerima pinangan yang secara tiba-tiba langsung diberi lampu hijau oleh kedua orang tua saya padahal beliau berdua tidak serta merta mengizinkan saya berhijrah status. Semenjak saat itu, agenda yang ada dalam program (rencana) harian mendadak lenyap.

Saya bagai hilang ditelan bumi, rutinan FLP setiap Ahad tak lagi nampak, agenda ramadhan goes to school/campus tak seperti agenda saat status sendiri. Terlebih saya melihat di media online (blog FLP, flpblitar.com, Whatsapp, atau Facebook dan Instagram) banyak agenda menarik yang terlewatkan ketika saya telah berkawan hidup baru termasuk Festival Puisi Blitar raya  di Istana Gebang Blitar lalu.

Belum agenda-agenda yang lainnya, banyak pundi-pundi ilmu yang dikeruk dari setiap pertemuan rutin menjadi moment terlewat begitu saja. Menyesal? Saya belum sampai berpikir sejauh kata ini, saya menikmati setiap jeda kekosongan literasi dalam kehidupan pribadi saya. Ada yang memang perlu terlewat begitu saja, tetapi tentu tidak akan jalan di tempat saja tanpa angan, rencana, dan usaha lainnya.

***

Di saat posisi sendiri berubah status menjadi tidak sendiri. Sebagai perempuan berpemikiran era kini, saya semakin menargetkan diri atas capaian postingan teman-teman penulis FLP wilayah atau pusat yang tidak berkendala dan semakin berjaya ketika telah berkawan hidup baru dengan tetap menghasilkan ratusan judul karya di berbagai media.

Sekali lagi, ini hanya celoteh saya atas ketidakmampuan saya menulis secara konsisten dan ajeg,  tantangan terberat saya adalah sebenarnya rasa malas dalam diri tanpa dukungan penuh kawan baru terdekat (walaupun masih sesekali dibolehkan). Sampai detik ini, saya masih berencana dan memiliki angan menerbitan buku karya sendiri tentu atas penerbit mayor atau minor.

Impian saya tentang ikatan ilmu lewat tulisan dan jejak saya pernah hidup di bumi ini, selalu menjadi tantangan dan cambuk tersendiri bagi saya. Termasuk dari keluarga baru saya, cambuk kedua atas minat saya agar bisa mewujudkannya.

***

Harapan saya setelah berstatus tidak jomlo, jomblo, single, sendiri, atau apalah itu. Saya masih bermimpi dan berencana dalam tekad pribadi saya, hingga dalam satu titik pemikiran bahwa satu bulan sekali saya menekadkan diri supaya dapat bergabung dan bermajelis ilmu lagi. Menuntut ilmu dari luar jaringan atau dalam jaringan(online dan offline) tentu berbeda impact (pengaruh) dan hasil bagi penuntut ilmu itu.

Seperti saya tidak akan berhenti begitu saja, meskipun telah tidak sendiri dan berdomisili alamat kawan hidup baru (baca: suami) tidak menjadi excuse alias alasan segudang untuk  tetap aktif di dunia literasi. Dunia yang menghidupkan pemikiran serta impian-impian saya.

***

Saya meyakini seperti ahli sastra di Blitar Raya yang sudah tidak sendiri saja masih bisa ikut dan  selalu mengusahakan diri untuk berkecimpung di wadah dan rumah penulis Blitar Raya.

FLP Blitar ini seperti saja Oma Merry, Pak Budiyono, mbak Imro, mbak Laras, mbak Dewi, bu Eka masih bisa membuktikan eksistensi diri menekuni pertemuan rutin Ahad di perpustakaan Bung Karno. Tidak ada yang sedikitpun mengeluh atau berkelih menolak agenda rutin menuntut ilmu.

Jadi, tidak ada alasan kan menulis itu antara sendiri atau tidak sendiri? Selalu mandiri dan berdikari menebas kemalasan dan halangan. Kalimat ini selalu memompa percakapan batin setiap waktu.[]

Malang, 201017


No comments:

Pages