Tangga Menjadi Penulis - FLP Blitar

Tangga Menjadi Penulis

Bagikan




Tidak semua yang tergabung di komunitas kepenulisan, termasuk di FLP Blitar, sepertinya akan benar-benar mendedikasikan dirinya untuk menulis. Maksudnya begini :

Jika menulis itu serupa musisi atau penyanyi, maka ada beberapa tangga yang akan dilalui. Misalkan, seorang musisi akan mengawali karir dari group band indie, baru kemudian demo karya ke produser atau label rekaman besar.


Ada juga yang berangkat dari sebuah kontes musik. Ia kemudian terkenal, memiliki single, album, dan kemudian menjadi penyanyi papan atas.

Namun ada juga yang bermusiknya irit, tapi lebih menghayati dunia menajemennya. Ia tidak banyak tampil di panggung, tapi produktif menciptakan lagu, mengorbitkan penyanyi, membiayai rekaman sebagai produser, dan menyediakan label untuk para musisi bertalenta.

Begitu pun dengan mereka yang ingin menjadi penulis besar di masa mendatang. Selain aktif mengikuti lomba-lomba kepenulisan, juga aktif mengirimkan tulisan ke media. Diawali dari media lokal dahulu, yang levelnya kota atau kabupaten. Lalu naik ke media level provinsi, baru kemudian ke media tingkat nasional.

Setelah itu namanya akan dikenal, terutama di kalangan penulis sendiri. Dikenal karena karyanya pernah muat di koran A, Majalah B, atau Tabloid C. Jika sudah punya nama, maka karya akan mudah dimuat, termasuk jika kemudian menyodorkan naskah ke penerbit untuk dibukukan.

Jika sudah terkenal, dan karyanya diakui, biasanya justru media memberikan undangan khusus untuk misalkan, menulis artikel untuk rubrik tertentu. Artinya sebagai penulis, ia sudah diakui.

Namun tidak semua yang suka menulis melalui jalur tersebut. Misalkan para wartawan, betapa banyaknya sastrawan, atau budayawan, yang dulunya adalah wartawan.

Ketika menjalankan tugas-tugas kewartawanannya di awal karir, nama wartawan tidak pernah dicantumkan. Paling hanya kode dua sampai tiga huruf di akhir tulisan. Nama wartawan muncul ketika misal, mendapatkan kolom khusus pada media tersebut. Biasanya ini untuk wartawan senior yang sudah tidak mendapatkan tugas liputan lapangan.

Berbeda dengan penulis lepas yang mengirimkan karya ke media, misal puisi dan cerpen, namanya langsung muncul. Sehingga cepat terkenal.

Wartawan yang akhirnya pensiun dari dunia kewartawanan, sebagian besar memang menekuni dunia kepenulisan. Apalagi wartawan dibekali skill menulis yang baik. Umumnya mantan wartawan bisa membuat hampir semua bentuk tulisan, termasuk puisi, cerpen, dan novel.

Namun ada juga juga wartawan yang tidak lagi menghabiskan waktu untuk menulis. Dia sibuk dalam dunia bisnis, terutama bisnis media. Atau terjun menjadi politisi, pegiat LSM, dan lain sebagainya. Tidak semua wartawan pun juga dikenal luas layaknya penulis.

Namun bagi wartawan yang akhirnya merubah haluan menjadi penulis (murni menulis saja), meski ibaratnya harus memulai dari awal untuk memperkenalkan dirinya ke publik, namun biasanya tidak butuh waktu lama, karena sebelumnya ia juga terbiasa menulis di belakang layar. Bahkan mungkin menjadi “penjaga gawang” rubrik sastra dan budaya.

Karena orang akan lebih kenal cerpenisnya, atau sastrawannya, ketimbang editor media yang memuat karya-karya penulis itu. karena wartawan adalah “penulis belakang layar”, yang namanya tidak tertera, meski tulisan tersebut adalah hasil liputan yang ia lakukan.

Di FLP Blitar, mungkin hanya beberapa yang kini tengah menuju tangga menjadi penulis seperti yang saya uraikan diatas. Lainnya, hanya ingin sekedar menulis untuk meluapkan apa yang ada dalam fikiran. Terutama bagi yang sudah bekerja dalam berbagai profesi.

Itu tidak salah, yang penting semangat utamanya adalah menulis. Kalaupun spirit menulis tersebut belum didapatkan, minimal memiliki kecintaan yang besar terhadap tulisan, atau buku-buku sehingga cinta membaca.

Namun jika memiliki mimpi besar ingin menjadi penulis, tak ada salahnya untuk melalui tangga penulis tersebut. Tidak mungkin hanya asal menulis, lalu tiba-tiba menjadi penulis besar, apalagi menulisnya hanya di sosial media atau blog.

Perlu media-media yang lebih ketat, perlu melewati editor-editor yang menjaga gawang rubriknya agar mereka mengakui jika tulisan kita berkualitas dan layak di gol-kan. Harus punya kebiasaan menulis yang lebih dari anggota lainnya. Butuh kerja keras dan tahan banting.

Namun jika ingin sekedar menulis, ya itu pilihan. Toh segala profesi pada intinya juga bisa tetap menulis, namun tidak bisa intens dibandingkan mereka yang mendedikasikan dirinya sebagai penulis.

Saya sendiri termasuk yang tidak melalui tangga kepenulisan tersebut, karena mengawalinya dari dunia kewartawanan, dan entah selanjutnya mau kemana, masih dalam perenungan. []

8 Mei 2017
A Fahrizal Aziz

No comments:

Pages