Sosok Manis (2)* - FLP Blitar

Oleh : Fitriara

Kau tahu, aku masih menjadi pengagummu nomor wahid. Karena kau adalah buku favoritku. Aku jatuh hati pada goresan kata yang kau tuang. Entah dari mana kau dapatkan dan meramunya menjadi kenikmatan. Mungkin dari buku-buku pinjaman di Perpustakaan Kota atau saduran dari penulis kesayangan.

Kau akan tetap menulis. Dalam laman web-mu, notes di handphone-mu, atau buku yang kau bawa kemana pun kau tuju. Aku mulai meniru tingkahmu. Karena menulis adalah kau dan sejarah. Kau ingin orang lain mendengar lewat mata. Karena lidah seringnya membuat buta.

Aku tahu, kau pernah merasa kehilangan yang membuatmu luluh lantah. Diam tak bergeming sepanjang perjalanan. Karena sosok itu tidak pernah memainkan fungsi telinga. Ia hanya pandai bersilat lidah. Dan kau lihai menenun kata. Pantas saja kau dan dia tak pernah bisa menyatu. Tunggu, aku tidak sedang mengambil peran Tuhan.

Kini kita dipersatukan pada lingkaran kecil dalam luasnya semesta. Menikam waktu hingga melupa pulang. Bagaimana mungkin aku lupa, bukankah kau pun tempat pulangku. Rupanya Tuhan telah merestui kita. Meski Februari yang kau puja sering menangis karena senja  tak mau lagi datang menemuinya.

Kau akan tetap menulis. Sebab menulis adalah kau dan sejarah. Meski rambutmu beruban dan mata mu mulai rabun. Kau tidak akan menjadi keriput dan pikun. Sebab kau menulis. Namun yakinilah keabadian itu bukan terletak diantara spasi dan kata. Ia hadir disana. Jauh disana.

Lusa adalah ulang tahunmu. Apa lagi yang akan kuberikan selain waktu. Dan semoga yang kau semogakan agar dikabulkan satu-satu. Termasuk lembaran-lembaran yang kau susun setiap harinya. Ia tak bersalah. Lekaslah kau pertemukan mereka dalam apa yang disebut buku.

Semesta telah menjodohkan hidup dengan khawatir. Aku yang tak seperti biasa memperhatikanmu membuatmu maju satu langkah lebih dekat dan berkata, ‘memulai itu tak pernah mudah, teruslah melangkah jika kau telah mampu bergerak. Lalu ajari aku  mempunyai hati seluas samudera, namun hanya kaulah pemiliknya setelah sang Pencipta.’
Ampun, Tuhan.[]

*(dibuat dalam rangka menyambut ulang tahun Forum Lingkar Pena, terima kasih untuk merekam kata lebih banyak dari pada apapun)
Blitar, 20-02-2017

1 comment:

titiek setyani_titiek st said...

Bukan akhir yang aku sesali, bukan pula keterlambatan diri, mengenalmu adalah sebuah anugerah.

Pages