Memulai Kebiasaan Membaca Di Atas Usia 30 Tahun (Mungkin) Sudah Terlambat - FLP Blitar

Memulai Kebiasaan Membaca Di Atas Usia 30 Tahun (Mungkin) Sudah Terlambat

Bagikan

SAYA jadi teringat Jean Piaget ketika ada seseorang mengeluh ketika--seiring bertambahnya usia--aktivitas membaca terasa melelahkan.


Ia menceritakan pengalamannya yang sering tertidur ketika baru membaca satu atau dua lembar buku.


Sembari bercanda saya pun menjawab: justru itu bagus, sebab ketiduran adalah tidur yang paling nikmat.


Bayangkan betapa susahnya mengalami insomnia, sudah berbaring di ranjang namun tak jua terlelap, sudah ribuan domba dihitung namun mata tetap terjaga hingga tengah malam.


##


Jean Piaget adalah seorang psikolog developmentalism yang menggagas teori perkembangan kognitif terutama anak-anak dan remaja.


Kami memelajari teorinya di semester awal dalam mata kuliah Psikologi Perkembangan.


Mungkin dari teorinya Piaget lah hirarkis pendidikan, khususnya di Indonesia, sekarang ini terbentuk. Salah satu yang terlihat adalah PAUD atau Play Group.


Piaget menjelaskan jika anak usia 0-2 tahun itu masuk pada tahap sensori motorik, ketika ia mulai mempelajari tubuhnya, memahami indera mulai dari pendengaran, penglihatan, penciuman, pencecap/rasa dan beragam sentuhan.


Memasuki usia 2-7 tahun anak mulai masuk tahap pra operasional, yang fokus utamanya adalah melatih kecakapan motorik.


Usia PAUD dan TK yang semestinya belum diajarkan membaca dan menulis, sebab menurut Jean Piaget pada usia tersebut aktivitas fisik/kinestetik anak lebih penting daripada duduk diam di atas kursi.


Baru pada usia 7-11 tahun mereka memasuki tahap operasional kongkret yang mulai berlatih berpikir logis tentang kejadian-kejadian yang mereka lihat, dengar dan rasakan.


Maka jangan heran ketika pada usia tersebut anak banyak bertanya sesuatu yang aneh.


Seperti kenapa ikan tidak kedinginan dan njebeber padahal terus di dalam air? Sementara dia mengalami sendiri jika berendam cukup lama membuat tubuhnya kedinginan dan kulit-kulit tangannya keriput.


Karena baru proses penalaran logis, maka wajar saja jika pertanyaan anak jadi sangat aneh dan liar.


Namun jangan sampai mematahkan rasa penasarannya dengan membentak atau berhenti bertanya, sebab itu akan "mematikan" nalarnya perlahan-lahan, padahal sedang bertumbuh.


Jawab saja dengan sederhana, atau jika kesulitan menjawab lempar balik pertanyaan, semisal oh iya ya, kok bisa begitu ya?


Dalam petualangan nalar tersebut yang diperlukan sebenarnya bukan jawabannya, namun justru penguatan kebenaran atas nalar tersebut.


Kembali ke kegiatan membaca buku, pada tahap operasional kongkret mereka akan lebih tertarik dengan buku yang dominan gambarnya.


Gambar membantu menciptakan bentuk kongkrit dalam pikiran mereka. Sehingga perpustakaan di lingkup Sekolah Dasar sebaiknya diperbanyak cerita bergambar, komik dan ensiklopedia.


Begitupun ketika di rumah, letakkan saja buku-buku yang banyak gambarnya di ruang tamu, ruang tengah, atau tempat manapun.


Tidak perlu disuruh, letakkan saja. Karena anak yang menemukan sendiri isi buku tersebut justru lebih baik daripada dipaksa untuk membacanya.


Jika di era sekarang anak usia SD lebih suka memegang ponsel, mungkin juga tak terlalu buruk misal yang mereka lihat adalah situs-situs iptek dengan dominasi gambar atau video berisi pengetahuan.


Tak perlu risau sebab itu memang masa perkembangan mereka, hanya medianya saja yang berbeda.


Berikutnya, di atas usia 11 tahun mereka akan memasuki masa operasional formal ketika dari berpikir kongkret sudah mulai berpikir abstrak.



Membaca itu skill yang perlu dilatih


Teori Jean Piaget sangat bagus dan mencerahkah, namun mungkin perlu digarisbawahi jika perkembangan yang baik tentu harus didukung oleh proses yang baik.


Dalam kebiasaan membaca misalnya, idealnya anak usia di atas 11 tahun bacaannya sudah bukan lagi yang dominan bergambar.


Apalagi mereka yang memasuki tahap dewasa awal di atas 21 tahun, dan seterusnya. Otaknya sudah mampu mengabtraksi kalimat demi kalimat sehingga mampu menciptakan visualisasi sendiri dalam pikirannya.


Maka kita perlu prihatin ketika ada orang dewasa berkata: kamu kok betah sih membaca novel padahal gak ada gambarnya?


##


Membaca adalah skill/keahlian yang perlu dilatih dan dibiasakan.


Berbeda dengan mendengar dan menonton yang sudah nature menjadi panca indera yang melekat dalam tubuh manusia.


Membaca perlu dilatih, makanya ada pelajaran membaca. Selanjutnya membaca perlu dibiasakan, tentu harus berdasar kemampuan dan tahapannya.


Mereka yang tidak membangun kebiasaan membaca sejak tahap operasional kongkret misalnya, tentu akan sangat kesulitan jika harus memasuki tahap operasional formal.


Atau mungkin juga mereka tidak mendapatkan buku yang sesuai dengan tahap perkembangannya.


Misalnya, ketika anak SD diharuskan membaca buku pelajaran atau LKS yang minim gambarnya, bagi mereka itu menjemukan sehingga mereka berpikir jika membaca itu capek dan melelahkan.


Apalagi anak SD diminta membaca dan mereview novel? Jelas sekali akan sangat menyiksa mereka.


Lalu, bagaimana ketika ada orang dewasa yang berkata jika mereka lebih suka menonton daripada membaca?


Tentu akan sangat menyakitkan ketika kita harus menyebutnya masih pasa tahap sensori motorik atau pra operasional?


Termasuk orang dewasa yang berkata lebih suka membaca buku yang dominan gambarnya, apa itu berarti--secara mental--mereka masih pada tahap operasional kongkret?


Padahal, siapapun jika diminta memilih suka menonton atau membaca, pasti akan menjawab lebih suka menonton, atau lebih tepatnya aktivitas menonton itu lebih mudah dilakukan daripada membaca.


Pada satu sisi seorang pembaca juga adalah seorang penonton dan pendengar. Sesuatu yang tidak perlu diperbandingkan sebab ketiganya sangat berkaitan.


Membangun kebiasaan membaca di usia dewasa mungkin akan sulit dan melelahkan, di tengah banyaknya urusan hidup lainnya.


Apalagi membaca itu adalah keahlian yang seharusnya dilatih sejak kecil.


Maka tak heran ketika baru membaca satu atau dua halaman buku, kantuk pun datang menyergap.


Tak hanya membaca, saat mendengarkan pidato atau pengajian juga begitu. Mak sliut kata orang Jawa.


Sesuatu yang tak didasari dengan passion atau minat yang kuat memang akan sangat berat dijalani. []


Blitar, 18 Juli 2022

Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages