Karena Menulis Menyenangkan, Itu Saja! - FLP Blitar

Karena Menulis Menyenangkan, Itu Saja!

Bagikan


Apa manfaatnya menulis?


Apa ya? Sepertinya tidak ada.


Lho kok tidak ada? Terus kenapa sampean rajin menulis?


Oh iya, kenapa ya? Pertanyaan itu justru jarang saya jawab sendiri.


Mulanya, saya suka membaca. Suka sekali. Banyak buku saya baca. Koran, tabloid, majalah, website hingga papan iklan di jalanan.


Aktivitas selepas subuh ya membuka hape dan membaca tulisan-tulisan di berbagai portal online.


Setiap pagi rutin membuka facebook, bukan untuk berkeluh kesah atau memposting harapan hidup, hanya sebatas mengintip adakah tulisan baru di linimasa?


Kebetulan berteman dan mengikuti akun orang-orang hebat, dan menikmati kehebatan mereka dalam mengartikulasi gagasan atau sebatas karya grafis yang memicu perenungan.


Pada akhirnya saya belajar menulis, khususnya menulis esai, dan ternyata itu suatu yang menyenangkan.


Lantas apa manfaatnya? Entahlah, bagi saya sebatas "menyenangkan" saja sudah bermanfaat.


Meskipun kesenangan orang pasti berbeda-beda.


Sama dengan mereka yang senang bermain game dan rela berulangkali top up saldo, meskipun sering kalah.


Atau sama dengan mereka yang hobi bersepeda, memancing, jogging keliling kota, menghisap rokok sambil berbincang banyak hal dan sederet kesenangan lainnya.


Menulis juga suatu kesenangan, bisa bermain diksi dan menuliskan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan.


Suatu kesenangan yang tak perlu banyak dipertanyakan, dan cukup dinikmati.


Hanya saja, dalam sebuah pelatihan, kita dituntut untuk membagikan kesenangan tersebut. Padahal "rasa" tak bisa dibagi semudah itu, harus dirasakan sendiri.


Kita bisa mendengar cerita betapa nikmatnya segelas Teh Talua, namun akan beda halnya ketika merasakannya sendiri.


Meski kadang menarik juga mendengarkan cerita orang tentang beragam manfaat menulis, salah satunya mempertajam ingatan.


Mungkin ada benarnya, meskipun seseorang memutuskan untuk menulis justru karena ia sadar betapa terbatasnya ingatan.


Sesekali saya membuka tulisan saat sekolah, beberapa moment bahkan sudah tak mampu mengingatnya. Namun tulisan tersebut merekamnya secara epik pada kertas-kartas yang tintanya mulai memudar.


Menulis itu menyenangkan, kadang-kadang seperti berdialog dengan diri sendiri, bercengkrama dengan realitas yang kita lihat dan rasakan sehari-hari.


Menulis membuat kita harus lebih sering mengaktifkan ketajaman pikiran dan perasaan. Kadang itu menguras cukup emosi dan kalori, namun tetap menyenangkan.


Dalam perjalanan ke suatu tempat, atau pertemuan dengan seseorang menjadi bahan menulis yang menarik.


Rasanya, setiap detik adalah moment penting untuk disadari, setiap penglihatan adalah perenungan itu sendiri.


Membuat kita berusaha untuk memperhatikan detail peristiwa atau hal-hal yang ditemui.


Ketika sebuah karya tulis berhasil dibuat, ada kelegaan tersendiri. Mungkin juga berlaku untuk jenis karya lainnya.


Ada banyak karya, dan memang tak harus berbentuk tulisan.


Menulis, seperti halnya bentuk kesenangan pada umumnya, tak perlu banyak ditarik manfaat ini dan itu, nanti justru kehilangan nikmatnya.


Berharap dengan menulis kita akan lebih pintar, ingatan kuat, tubuh langsing, punya banyak uang atau sederet ekspektasi lainnya, mungkin justru hanya berakhir dengan kekecewaan.


Justru, menulis bagi sebagian orang adalah kerja pikiran yang melelahkan, tuntutan akademik atau pekerjaan yang membosankan.


Banyak orang terpaksa harus membuat karya tulis meskipun sebenarnya enggan melakukannya, lebih karena tuntutan hidup.


Menulis adalah kesenangan yang sulit dibagikan, apalagi jika harus membuat list manfaatnya.


Kalaupun bisa, itu tak lebih menarik dari iklan pengobatan alternatif yang berani menjamin kesembuhan atau uang kembali jika pelayanannya tak berhasil. []


Rabu, 20 Juli 2022

Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages