KESAKSIAN POHON - FLP Blitar

KESAKSIAN POHON

Bagikan
“KERONTANG (KESAKSIAN POHON)” 

Sebagai sesama makhluk hidup, pepohonan yang merupakan sumber makanan bagi manusia dan hewan, sesungguhnya juga ingin diperlakukan dengan kasih sayang. Mereka ingin dirawat dan dilindungi agar terus tumbuh dan berkembang sehingga mampu senantiasa menopang keberlangsungan kehidupan. Namun sayang, kasih sayang yang diharapkan tetumbuhan tak pernah jadi kenyataan. Dengan serakah manusia senantiasa menebang pepohonan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan.

Pohon-pohon berduka. Karena terlalu cinta, meski sudah diberitahu kalau Dayang Sumbi itu adalah ibunya, Sangkuriang tetap nekad untuk memperistrinya. Dengan modal kesaktiannya ia terima syarat yang diajukan Dayang Sumbi agar membuat bendungan dan perahu dalam waktu semalam saja. 

Pohon-pohon jadi korban. Ditebang semaunya demi mewujudkan ambisi Sangkuriang. Maka ketika hasrat dan upayanya itu bisa digagalkan oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang murka. Perahu setengah jadi itupun ditendang dan jatuh dalam posisi tertangkub. 

Pohon-pohon tercenung. Sebelum perahu itu mendarat di tanah ternyata ada sesuatu yang luput dari pandangan semua orang. Patahan batang kayu dari tiang layar perahu itu terlempar ke angkasa, terbang melintasi ruang dan waktu. 

Pohon-pohon tersenyum. Ketika patahan batang kayu itu ditemukan oleh empat orang wakil rakyat. Dengan keahlian masing-masing, batang kayu yang semula kering itu menjelma jadi seorang wanita cantik yang menyerupai Dayang Sumbi. Namun harapan pepohonan agar batang kayu itu lebih bermanfaat harus kandas. Setelah menjelma jadi perempuan cantik, ia jadi rebutan dan sekaligus menciptakan pertikaian. 

Melihat hal itu, seorang penulis gagal yang bernama Silitera datang memberi solusi. Perempuan cantik itu dikembalikan ke wujudnya semula menjadi sebatang kayu kering kerontang dan ia buang ke sebuah sungai. 

Pohon-pohon tak berhenti berharap. Saat batang kayu itu ditemukan seorang perajin mebel, pepohonan mengira nasip batang kayu itu akan jadi lebih baik. Tapi lagi-lagi harapan tinggal harapan. Ketika sang perajin mebel berhasil menjadi seorang anggota dewan, angkara Sangkuriang kembali terulang. Mengingat besarnya biaya yang ia pakai untuk ongkos pencalonan, membuat ia bertekad untuk cepat kembali modal dengan jalan korupsi. Untunglah masyarakat segera melengserkan dirinya sehari setelah pelantikan. 

Pohon-pohon tersenyum. Kursi kayu itu kini jatuh di tempat pembuangan sampah. Lantas dipungut oleh seorang pemulung yang istrinya baru saja meninggal. Lantaran tak mampu membeli batu nisan, maka ia jadikan papan dari kursi itu jadi dua buah pusara untuk makam istrinya. 

Sayang, saat teguran akar dan tanah dalam bentuk longsor dan banjir bandang, kedua nisan itupun hanyut. Dalam pencarian nisan itu, ia bertemu si penulis dan anggota dewan yang istri serta harta bendanya juga menjadi korban. Dan ketika bantuan kemanusiaan datang, nisan itu justru ditemukan oleh seorang bocah tukang semir. Maka digunakanlah nisan itu untuk menambal kotak semirnya yang berlubang di bagian belakang. 

Pohon-pohon tertegun. Sepertinya nasip pepohonan tak jauh beda dengan manusia. Tak semua harapan indah bisa terkabul tanpa seijin Yang Maha Kuasa. Kedamaian sejati hanya bisa tercapai tatkala kematian sudah menyapa. Diperlukan keseimbangan dalam hubungan timbal balik agar bisa saling memberi manfaat. 

Jika manusia mau melestarikan pepohonan maka pohon-pohon akan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Begitu pula sebaliknya. Bencana alam bisa datang kapan saja jika manusia tak menghiraukan kelestarian alam dan isinya. Karena sesungguhnya melestarikan pohon-pohon berarti melestarikan kehidupan manusia. 

Pohon-pohon tak mengharap perlakuan lebih. Mereka hanya ingin dilestarikan secara layak.

mau novel keren ini, chatt / inbox aja ya!

No comments:

Pages