Mendung (Bagian 11) - FLP Blitar

Mendung (Bagian 11)

Bagikan


Mei, 2008

Mobil ekspedisi mengantarkan 1.000 eksemplar majalah sekolah dari percetakan. Kami girang bukan main. Rasa syukur mendalam. Majalah itu akan dibagikan lebih cepat, sebelum acara perpisahan kelas XII.

Beberapa tulisanku ada pada majalah itu, sekaligus menandai masa baktiku di ekstrakurikuler ini akan segera berakhir.

Panitia acara pun kembali dibentuk. Hanya pada rapat OSIS itu aku bisa bertemu Clara, agak lama. Hubungan kami begitu dingin, seperti sebelumnya, saat belum sama-sama mengenal.

Kami tidak lagi satu sie. Kali ini aku di sie humas. Clara tetap di sie acara, bersama Hazmi. Panitia perpisahan lebih banyak, karena melibatkan perwakilan ekstrakurikuler.

Salah satu tugasku adalah mencari sponsor dan mengantar undangan antar instansi. Perpisahan kali ini, kami akan mengundang Rafly and friend, band beranggotakan 3 orang yang baru saja menang kontes di Jakarta.

Aku kenal dekat dengan Rafly, karena dulu dia murid bapakku di sekolah, dan sering mampir ke rumah. Kini dia terkenal sebagai band indie, pernah menjadi band pembuka konser ST12 di lapangan yonif 511.

"Aku request satu lagu ya?" Pintaku, saat mengantarkan surat permintaan mengisi acara perpisahan sekolah.

"Apa bro?"

"Love of my life."

Mereka bertiga saling bersitatap. Lalu menyetujui.

###

Acara perpisahan digelar sebelum pengumuman ujian nasional muncul. Ada prosesi wisuda secara simbolik, dan bocoran nilai tertinggi. 10 siswa dan siswi terbaik naik ke panggung untuk mewakili.

Sebagai sie acara, Clara dan Hazmi selalu siap di belakang panggung, mengkoordinir setiap pergantian pengisi acara. Begitu pun dengan panitia yang lain.

Aku menyambut kedatangan Rafly and friend, serta peninjau dari pihak sponsorship yang diutus ke acara hari itu.

Rafly and friend akan naik ke panggung, membawakan 4 lagu langsung. 2 lagu bertema kebangsaan, 2 lagu bebas, salah satunya : Love of my life dari Queen.

"Ini lagu yang direquest oleh Rizaldy, panitia yang mengantarkan undangan waktu itu," Ucap Rafly, sebelum masuk ke intro petikan gitar lagu itu.

Alamak! Kenapa Rafly harus bilang kalau aku yang meminta lagu itu?

Saat gitar dipetik, tepuk tangan bergemuruh. Terutama dari bapak-ibu guru yang sudah mendengar lagu itu saat masih muda. Lagu itu memang lagu lawas.

Clara mematung di belakang panggung. Dia tak menangis, seperti waktu itu, seperti yang diceritakan Zanuba padaku.

Dia tenang, dan nampak menikmati. Lalu kulihat dia mengambil ponsel dari sakunya.

Tak berselang lama ponselku berdering. Ada sebuah pesan masuk. Isinya :

"Brengsek!"

Tiba-tiba dadaku sesak membaca sms itu. Dia masukkan kembali ponselnya, dan tak beralih pandang ke arahku. Padahal aku berdiri sekitar 5 meter di belakangnya.

Aku balas pesan itu.

"Maksudnya apa?"

Clara tak membalas pesan itu, sampai seminggu kemudian kutunggu juga tak ada balasan. Aku sedikit kecewa dan tersinggung dengan kata itu. Entahlah.

"Kamu harus minta maaf ke dia Zal," Tegur Zanuba.

"Buat apa? Memang lagu itu hanya untuk dia?" Jawabku sedikit geram.

"Ya, tapi kan kamu tahu kalau Clara ...,"

"Diam!" Bentakku.

Zanuba terdiam seketika. Bentakanku tadi membuat seisi dapur Jurnalistik pun senyap.

Aku berjalan keluar, menemui Clara di kelas XI IPS 3. Dia sedang berbincang seru dengan teman yang lain, aku mendekat, namun dia masih terlihat acuh.

"Maaf," Ucapku.

Clara memandang ke arahku, lalu dia berdiri. Mata kami saling beradu.

"Jadi emang sengaja?"

"Enggak."

"Terus?"

Keadaan sedikit menegang.

"Aku sayang kamu!"

Clara terperangah, namun ekspresinya datar kembali, acuh kembali.

"Aku nggak bisa memungkiri itu. Terserah apa kamu peduli apa nggak," Lanjutku.

Clara tak menjawab, aku pun beranjak pergi. Aku sudah tak peduli. Tak peduli lagi dengan perasaan ini. Sungguh tak peduli.

Aku sudah mengungkapkan, dan itu sedikit membuatku lega. Sedikit.

Bersambung

~~~
Cerbung by Ahmad Fahrizal Aziz

No comments:

Pages