Sahabat, tahukah anda tentang sosok teduh bernama Ida Ayu Nyoman Rai? Perempuan terlahir dengan nama asli Nyoman Rai dan mempunyai nama kecil Idayu itu adalah keturunan terakhir Raja Singaraja dan ibunda dari presiden Indonesia pertama, Soekarno.
Ida Ayu Nyoman Rai lahir sekitar tahun 1881 di kota Buleleng, Bali, sebagai anak ke dua dari pasangan Nyoman Pasek dan Ni Made Liran.
Sewaktu kecil Ida Ayu Nyoman Rai yang lahir dalam kerluarga Hindu Bali ini memiliki nama panggilan Srimben, kata nan mengandung arti limpahan rejeki yang membawa kebahagiaan dari Bhatari Sri.
Idayu keturunan bangsawan dari kasta Brahmana. Ada darah keturunan Kerajaan Singaraja dalam diri Ida Ayu Nyoman Rai. Fakta tersebut ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat bahwa Ida Ayu Nyoman Rai adalah keturunan terakhir Raja Singaraja.
Menurut adat istiadat di Bali, mereka yang berasal dari kasta Brahmana tidak diperkenankan menikah dengan seseorang dari kasta yang lebih rendah.
Tetapi bukannya menikah dengan pria bangsawan Bali, gadis Nyoman Rai ternyata keukeuh memilih Raden Soekemi Sosrodihardjo. Tanpa kasta, bukan Hindu bahkan berasal dari luar Bali, berbeda suku.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa jangankan bermimpi untuk menikah dengan lelaki yang beda agama, menikah dengan orang luar Bale Agung saja sudah menjadi hal yang tabu.
Peristiwa ini menjadi pertentangan di Bali, sehingga pernikahan keduanya mendapatkan penolakan yang keras dari ke dua orang tua Nyoman Rai.
Adalah Made Lastri, sahabat Nyoman Rai, yang semasa remaja di Banjar Bale Agung itu kemudian memperkenalkannya dengan seorang guru asal Jawa bernama Raden Soekemi Sosrodiharjo.
Selain itu sepupu Nyoman Rai, Putu Kaler, juga mendukung hubungan asmara mereka. Putu Kaler adalah rekan Raden Soekemi belajar bahasa Bali.
Meski tembok tebal menghalagi, keduanya memutuskan untuk tetap menikah walaupun tanpa persetujuan ke dua orang tua. Akibatnya, Nyoman Rai tidak diperbolehkan membawa benda apapun yang berasal dari keluarganya. Gelar bangsawan yang disandang dan segala kemuliaan yang dimilikinya pun terhapus. Inilah hukuman yang harus diterimanya.
Ida Ayu Nyoman Rai tak sedikit pun berubah pikiran, ia menerima semua konsekwensi itu.
Akhirnya mimpi yang penuh pengorbanan itu jadi kenyataan. Tak terbayangkan sedikit pun olehnya suatu saat akan memiliki pendamping hidup seorang pria dari luar Bali. Itulah permainan sang takdir yang tak bisa ia tebak akan kemana membawa kakinya melangkah. Merasa berjodoh dan ditakdirkan untuk bersama karena cinta, dan cinta itu tidak memandang asal-usul dan latar belakang. Mereka pun secara resmi menikah di Bali pada tanggal 15 Juni 1887.
Putri pertama mereka, Raden Roro Soekarmini lahir pada tanggal 29 Maret 1898. Karena suasana hubungan keluarga tak kunjung membaik, kemudian keluarga Raden Soekemi pindah ke Surabaya.
Pada tanggal 6 Juni 1901, Nyoman Rai Srimben melahirkan anak ke dua yang diberi nama Raden Soekarno Sosrodihardjo di sebuah rumah di sekitar pemakaman Belanda, kampung Pandean III, Lawang Seketeng, Surabaya.
Nyoman Rai Srimben mendidik dan membesarkan ke dua anaknya dengan bekal spiritual Hindu sebagaimana yang pernah dipelajarinya.
Enam bulan kemudian beliau harus mengikuti suaminya yang pindah ke kota kecil di kecamatan Ploso, Jombang. Namun di tempatnya yang baru ini ke dua anaknya sering sakit-sakitan. Karena faktor kesehatan pula, beliau sempat berpisah dengan Soekarno yang dirawat dan diasuh oleh mertuanya di Tulung Agung.
Soekarno kembali beliau asuh ketika ia harus mengikuti suaminya pindah ke Mojokerto. Di kota ini pula kemudian putri sulungnya, Raden Roro Soekarmini menikah dan kemudian tinggal bersama suaminya.
Saat suaminya dipindah ke Blitar, ia harus menghadapi kenyataan bila Soekarno juga mulai bersekolah di Surabaya. Akhirnya beliau mengikuti kepindahan suaminya ke Blitar dan Soekarno dititipkan di rumah Haji Omar Said Cokroaminoto untuk meneruskan sekolah di Surabaya.
Di Blitar, Nyoman Rai Srimben tinggal di asrama sekolah dan dipercaya untuk mengelola asrama sekaligus mengurus makan para pelajar yang tinggal di Asrama tersebut. Sekarang komplek di jalan Achmad Yani itu menjadi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Blitar,
Peristiwa demi peristiwa terjadi, suka dan duka silih berganti, hingga suatu saat datang berita tentang ditahannya Soekarno di Lapas Sukamiskin Bandung. Dengan pikiran cemas Nyoman Rai Srimben gegas menuju Bandung dan mendatangi Penjara Sukamiskin. Karena ia buta politik dirinya langsung bertanya kepada petugas rumah tahanan. Bukan jawaban yang diperolehnya melainkan bentakan dan diusir untuk pergi dari rumah tahanan tersebut.
Sejak saat itu dendam Nyoman Rai Srimben tidak terbendung, di manapun berada jika melihat orang Belanda ia memperlihatkan ketidaksukaannya. Di saat yang sama rumahnya di Blitar diawasi karena putranya melawan penjajahan Belanda.
Kepada suaminya ia ceritakan kejadian di rumah tahanan yang dialaminya, sehingga R. Soekemi memutuskan untuk pensiun dini sebagai guru dari Kementerian Pendidikan Belanda di Batavia.
Memasuki masa pensiun suaminya, Nyoman Rai Srimben terus mendampingi suaminya yang memutuskan menjalani hari-harinya di Blitar, sembari tetap menunggu surat, berita Koran atau berita burung yang dibawa saudara atau kenalannya tentang putranya Soekarno baik di dalam maupun di luar tahanan.
Kehidupan keluarga di Blitar kembali dirundung keprihatinan ketika Nyoman Rai Srimben mendengar bahwa putranya bercerai dari Inggit Ganarsih dan kemudian menikah dengan Fatmawati, semua berita itu diterimanya dengan tabah.
Tak lama berselang berita sukacita datang saat Fatmawati melahirkam seorang cucu, M. Guntur Soekarnoputra yang sangat diharapkan Nyoman Rai Srimben dan R. Soekemi. Nyoman Rai Srimben dan R. Soekemi menyaksikan kelahiran cucunya itu di Jakarta.
Nun kebahagiaan Nyoman Rai Srimben tidaklah lama karena pada saat berjalan-jalan di Jakarta R. Soekemi terjatuh, lalu sakit hingga akhirnya meninggal pada tanggal 18 Mei 1945.
Kemudian Nyoman Rai Srimben kembali ke Blitar. Pada hari tuanya ketika Soekarno telah menjadi “orang pertama” di Republik Indonesia, Nyoman Rai Srimben tidak pernah mau menginjakkan kakinya di Istana Negara.
Nyoman Rai Srimben menjadi pelopor perkawinan campur antar suku, sehingga mungkin memberikan inspirasi kepada Soekarno untuk menyatukan Nusantara menjadi Republik Indonesia.
Pada tanggal 12 September 1958, Nyoman Rai Srimben dipanggil Sang Pencipta. Jasadnya dimakamkan di Blitar berdampingan dengan suaminya R. Soekemi Sosrodihardjo dan kelak dengan putranya Soekarno.
Blitar, 28 Februari 2021
Disarikan dari berbagai sumber :
Biografi Ibunda Sukarno Ida Ayu Nyoman Rai, Terobos Agama demi Cinta
Vanny El Rahman, 10 Agustus 2020
www.idntimes.com
Ida Ayu Nyoman Rai, Keturunan Terakhir Raja Singaraja, Ibunda Bung Karno
by Ardi, 19 Agustus 2020
www.antvklik.com
Kisah Cinta Orangtua Bung Karno Ternyata Tak Seindah Cerita Kasih Anaknya
by Endah Boom 217w
www.boombastis.com
Kisah di Balik Nama Ida Ayu Pada Ibu Presiden Soekarno
Lugas Wicaksono, 9 Oktober 2016
www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com
Sejarah Singkat Bung Karno Putra Sang Fajar
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar Tahun 2020
Dokumentasi dan Keterangan foto : Raden Soekarno bersama kawan-kawan di hoogreburgerschool Surabaya tahun 1918 - Museum Istana Gebang, 3 Februari 2021
Ide judul terinspirasi pada Puisi Ibu Indonesia yang dibacakan Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri di acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018 di Jakarta
Sumber Gambar : antvklik.com
No comments:
Post a Comment