Curhatan Anak Kecil tentang Antologi Puisi (Part #2) - FLP Blitar

Curhatan Anak Kecil tentang Antologi Puisi (Part #2)

Bagikan

Oleh : Alfa Anisa

Belajar berpuisi adalah sebuah cara sederhana mendekati Tuhan yang Maha Esa. Dan saya sedikit banyak belajar bagaimana sebuah puisi bisa mengajarkan untuk peka terhadap sekitar, berfirasat baik kepada Tuhan yang memberikan segala kebaikan dan kejahatan serta alam yang  senantiasa mengingatkan, bahwa hidup seperti membuka halaman demi halaman, hingga suatu ketika kau akan menemukan halaman terakhir yang bertuliskan kata tamat.

***

Kembali pada antologi puisi, entah kenapa agenda tahun ini memilih puisi sebagai tokoh utama dalam pembuatan buku. Mungkin karena lagi trend, atau memang karena saya yang kerapkali berbicara bagaimana menulis puisi dalam tiap rutinannya. Padahal tahun lalu saya berencana untuk membuat novel keroyokan di FLP Blitar. Tapi rencana memang hanya keinginan lain dari harapan yang belum dikehendaki.

Tugas pertama untuk memotivasi hampir membuat putus asa. Saya pun memilih diam dalam beberapa waktu, menanti orang-orang yang bersedia dan peka bahwa ini telah menjadi kesepakatan bersama. Kesalahan bukan terletak pada mereka, tapi pada motivasi diri dengan berbekal niat dan tekad yang masih terombang-ambing.

***

Pernah di suatu hari saya berbincang tentang masa depan kepenulisan komunitas ini dengan seorang teman. Mengeluhkan hal-hal sederhana bagaimana membangun minat menulis yang semakin hari semakin tipis, meski setiap Ahad kami memang bertemu, tapi hasil nyata dari itu semua seolah hanya menguap saja ke udara.

Kendalanya terletak pada semangat yang masih perlu ditumbuhkan dan kesibukan yang mengalahkan waktu  menyisihkan untuk menulis. Namun, jika menulis sudah menjadi keinginan yang kuat tentu kesibukan apapun, atau rasa lelah yang senantiasa mendatangi akan dikurangi sebentar demi memenuhi kewajiban setiap hari untuk menulis.

***

Setiap hari adalah belajar. Dan percakapan di suatu malam menjadi awal untuk saya kembali menulis dan menjadikannya sebagai kewajiban. Banyak proses memang dalam menemukan dirinya di dalam tulisan. Salah satunya adalah dengan berhenti sejenak beberapa waktu, hingga saatnya tiba akan menemukan bahwa menulis adalah kebutuhan.

Seperti halnya puisi, sesuatu mungkin harus dipaksa terlebih dahulu. Memulai terkadang lebih sulit dari apapun, tapi memulai dengan dipaksa diawal mungkin harus dilakukan meski pada akhirnya tidak baik juga. Tapi, memulai yang dipaksa demi kebaikan adalah harus. Sekian, terimakasih.[]

To be continued...

04 November 2017

No comments:

Pages