Puisi-Puisi Fitriara (1) - FLP Blitar

Puisi-Puisi Fitriara (1)

Bagikan

Kepada Tuan di Balik Kaca Jendela

Mata yang penuh tanda tanya berangsur-angsur hilang oleh senyummu
Kala melihat kedatangannya yang sekali dalam seminggu

Namun senyum itu seketika lenyap
Saat tak kau dapati peluk yang lebih hangat dari matahari pukul sembilan
Saat tak kau temukan apa yang baru akrab denganmu berdering
Membuat rindu membuncah meski sekedar suara tanya di seberang
Meski bukan kau yang menjadi alasannya bertanya

Wahai Tuan,

Bukankah kau yang pernah merapal doa agar ia mendapatkan yang terbaik
Kau yang mengharap ia menemukan kebahagiaan
Namun, kau lupa untuk meminta agar ia mau menemani masa tua

Wahai Tuan,

Mungkin di setiap kepulangannya ia ingin sekali bercerita tentang hari-harinya seperti dulu
Mungkin ia ingin membuatkanmu teh dan memijat kedua kaki yang butuh kedua kaki lain untuk memapah
Mungkin ia ingin menjagamu saat terlelap, hingga saat kau butuh pelepas dahaga kau tak perlu lagi berteriak hingga serak

Mungkin bukan hari ini
Haru yang kau harapkan saat berdua dengannya
Seperti hari-hari silam saat ia bersama lelaki pilihan mencium lututmu meminta restu kebaikan

Wahai Tuan,

Yang tawanya masih  ku harapkan di tengah mata yang kian rabun melihat gemerlap dunia
Langit mendung kembali berawan
Hari itu kan datang
Saat meminta kehadiran tak lebih musykil dari mencari rupiah di setiap kendaraan
Saat kehadiran lebih berharga dari kiriman-kiriman kebutuhan

Semoga hari itu datang tidak terlambat
Semoga kau bahagia di saat tutup usia
Dan doa mampu melebur rindu ketika tak lagi tatap yang bertemu.





Kepada Perempuan yang Kutemui di Perpustakaan

Kamu percaya kan jika setiap tulisan punya penikmatnya?
Aku sedang...

Aku menemukanmu di tengah aksara yang meluap dari akar pikiran
Rupanya kita memiliki banyak kesamaan
Entah karena sebelum nama panggilanmu ada namaku
Atau setelah nama panggilanmu ada nama penulis favoritku
Eh, ternyata dia juga kesayanganmu
Kita adalah satu tema dengan cerita yang berbeda

Aku terkesiap dengan garis lengkung di bibir sosok yang kutemui pada Minggu siang
Kuberanikan menyapamu pada cakrawala maya
Lalu sebuah kita menjadi nyata

Kejutan mampir tak terduga-duga
Kamu percaya juga kan, tak ada kebetulan yang direncanakan
Melihatmu seperti sedang bercermin
Pantas saja asing tak betah berlama-lama hadir diantara kita

Dinda, yang dukanya disimpan dari hiruk pikuk dunia
Sehingga untuk menemukannya harus kutelusuri perpustakaan tanpa bantuan OPAC pun penjaganya
Aku tak ingini hanya fatamorgana kebahagiaan yang tak ada

Waktu berjalan lambat saat kita satu meja di perpustakaan
Berbeda dengan manusia lain di balik kaca
Semua serba terburu-buru
Bahkan untuk bernafas saja tak sempat

Dinda, nama yang selalu ada di chat history,
Berjuanglah untuk menjadi dirimu sendiri di tengah banyak kepala berlomba menjadi yang terbaik

Ketika kamu lupa akan fungsi lidah dan hatimu diguyur ketiadaan, hubungi aku ya
Aku takut aku lupa bahwa kau ada, bhihihik
Kau tak sendiri dalam labirin yang penuh sesak
Ada aku dengan senyum tak seberapa ini

Tertanda,
Saudara kembarmu yang apa-adanya-suka-pedas-dan-mendamba-memakai-sari-menari-dibawah-hujan-lalu-kau-tertawakan.





Kepada Perempuan yang Gemar Merapal Doa

Pagi ini terbuat dari resah semalam
Saya terjaga hingga pukul dua
Firasat mengatakan kau datang
Saya terus menunggu
Sampai lelah dalam lelap
Dan pagi menyadarkan bahwa hari ini bukan Sabtu pagi

Pagi ini rindu terbang bersama debu
Berserakan di teras rumah
Menari-nari dengan dedaunan
Angin mengetuk pintu rumah dan mengabarkan, rindu enggan terusir
Dan benar saja, rindu kembali mampir
Saya sadar ia akan benar-benar menyingkir jika kau hadir

Wahai, Puan.

Kau memang pandai menyulam sabar di lorong jalan yang kau sinari dengan doa
Maaf, jika kata maaf tak pernah bertamu dari mulut saya
Maaf, jika setiap langkahmu adalah alasan setiap kesalahan
Maaf, jika hanya goresan yang gemar saya torehkan di dadamu, puan

Tahukah kau, Puan?

Berapa musim yang kulewati untuk memahami
Mengapa saya sudah sepatasnya di sini
Padamu saya belajar banyak
Perihal kuat adalah kecemasan yang berhasil ditaklukkkan
Perihal cinta adalah doa dan keikhlasan
Perihal sabar bukan sekedar menanti senja yang pasti datang, namun berada pada ketidakpastian dengan diselimuti doa

Mencarimu serupa mantra saat saya kehilangan
Entah itu sepasang kaos kaki
Atau kerudung merah jambu kesayangan
Atau bahkan ide untukku menulis tugas di ambang pintu kedewasaan
Lucu rasanya jika kita saling bertanya untuk mencari hal yang jauh dari jangkauanmu
Entahlah, itu menjadi kebiasaan sejak kau rawat memar yang  kerap hinggap di lutut saya

Lewat pelukan bisu yang tiba-tiba mendarat pada punggungmu
Saya mencintaimu, meski itu yang kerap saya dustai

Hormat saya,
Perempuan yang begitu bangga lahir dari rahimmu





Kepada Bapak yang Punggungnya Sedamai Semesta

"Bapak, hari ini Ibu tidak bersama kita?"
"Kan ada Bapak, Nak."

Aku hanya terdiam
Lalu sibuk mencari arti jawabanmu
Aku tahu, Bapak dan Ibu tidak pernah bersatu dalam satu meja
Bapak marah sama Ibu?

Aku sering menangis diam-diam di sudut kotak rumah kita, Pak.
Entah merindukan masakan Ibu
Entah melihatmu bekerja mengurus rumah tak mengenal lelah

Bapak, mengapa Ibu pulang terlambat?
Ku dengar Ibu membanggakan teman lamanya sehingga membuatmu bungkam
Ku dengar Ibu minta motor baru sedang kau masih dengan kehidupan sederhanamu

Bapak yang punggungnya melenyapkan segala takut,
Tidak mengapa jika Bapak tak bisa membantuku mengerjakan PR
Toh aku bisa meminta kakak untuk membantuku
Atau aku pergi ke rumah teman terpintar di kelas dan belajar bersama

Tidak mengapa jika kau mengantarku ke sekolah dengan sepeda yang kau lap setiap pagi dengan bersenandung itu
Toh aku masih bisa sekolah di tempat yang asyik

Tidak mengapa jika matahari membakar kulitku, Pak
Toh aku masih sehat dan bisa menikmati perjalanan
Aku sudah bersyukur akan hal itu

Karena aku tahu di luar sana, ada seseorang dengan kaki yang diperban dan terkurung di kamar bercat putih sedang meronta ingin pulang dan menghirup udara segar

Bapak, cukuplah untuk ku bahagia bersamamu
Tapi itu dulu
Sekarang aku merindukan Ibu
Bapak dan Ibu baikan ya?
Aku mau pergi makan lalapan seperti sedia kala
Seperti Ibu yang sederhana
Dan Bapak yang mencintai kesederhanaan
Mengapa begitu sulit menyatukan dua kepala dalam satu meja, Pak?

Lalu aku terisak dan kau mulai pasrah
Kau mengalah untuk Ibu





Surat Tanpa Alamat

Serupa hujan yang jatuh membasahi tanah yang tandus
Pun menjadi awal atas apa yang telah mati
Untuk tumbuh dan menjulang tinggi
Dalam hari yang belum genap tiga puluh

Jika tak kau dapati suratku
Jika kemarin adalah suratku yang terakhir
Mungkin aku sedang kehabisan kertas atau kuota
Atau aku benar-benar pergi tanpa kepulangan
Jangan khawatir, senja masih akan tetap ada
Kau akan mendapatkan cinta yang lain
Aku telah mengirimkan cinta kepada sebanyak orang yang aku bisa
Agar mereka tahu, mereka begitu luar biasa dan terlampau layak dicintai

Jika kau bertanya mengapa aku begitu tabah dengan duka yang kutebus dengan doa
Ialah hujan yang mengajariku demikian
Ia mencintai meski tak diharapkan

Rintik hujan yang berhenti sehingga meninggalkan bekas pada kaca jendela
Mengajarkanku bahwa rindu juga bisa reda
Jika ada waktu, jenguk aku setelah lelap
Aku merindu senyum beku bahkan kerling jenaka itu
Untuk kali terakhir





Kepada Nona yang Mengantongi Cemas

Hujan seharusnya membuatmu tersenyum seperti biasa, namun mengapa kali ini tidak?
Hari-hari kemarin ku kira senyata-nyatanya bahagia, namun mengapa hujan begitu deras memeluk sajadah?
Apa yang kau cemaskan?
Aku benci mengatakan ini, tapi kau memang benar perihal "semua akan baik-baik saja"
Bahwa semua tepat sesuai perhitunganNya
Bahwa cinta yang baik adalah cinta yang dibalut dengan doa

Seharusnya surat ini kukirim lebih awal
Maaf, aku terlalu sibuk dengan orang yang membahagiakanku
Kau tahu Nona, kelak, kau pun akan dicintai tanpa jeda dan jarak
Berbahagialah, meski tak selamanya ada
Kau yang pelupa kelak akan melupa cara lupa
Karena ingatan adalah sebaik-baik pulang

Aku ingin kau bahagia
Setulusnya tertawa, tanpa menutup luka
Setulusnya tertawa, tanpa alasan yang kau buat-buat

Kau tahu, apa yang patut kau jaga untukmu, Sayang?
Ialah dirimu yang kerap lupa kau cintai
Berhentilah membahagiakan banyak orang
Tak semua akan menghargai itu

Seharusnya aku paham, segala celotehku akan kau abai
Kau tetap saja pada keras kepalamu itu
Setidaknya aku lakukan ini karena aku mencintaimu
Aku tahu, kau paham bahwa aku mencintaimu
Tapi, terkadang cinta memang perlu diutarakan bukan?

Aku,
Dirimu sendiri.


1 comment:

titiek setyani_titiek st said...

...cinta yang baik adalah cinta yang dibalut dengan doa

Pages