: untuk perempuan cahaya
Yang tinggal di bukit Timur.
Rumahku dari sepotong kayu yang rapuh.
Di selimuti salju bayangbayang Utara.
Aku melihatmu sepintas. Dalam pantulan cahaya cermin yang dibawa seorang Lelaki malam itu. Saat dia mengetuk pelan pintu rumahku.
Lalu mengapa kau menangis sendirian?
Wajahmu pucat serupa bulan putih.
Kau hanya tersenyum pelan. Dan mengucapkan kata Selamat sambil perlahan menghilang dalam bayang bayang.
"Aku adalah Waktu dari masa lalu yang akan pergi. Dan kau adalah anak panah yang bergerak maju. "
Wahai, putri bulan. Ini masih Rabu bukan?
Bolehkah aku mengetuk pintu rumahmu di hari Kamis?
Aku pun tak pernah bisa memahami, mengapa Tuhan punya banyak Rencana. Namun, aku tidak pernah merasa memenangkan apa pun. Karena ini bukan soal pertarungan
Maka, ijinkan aku merangkai kisah merajut jaring laba laba yang telah usang.
Sekali lagi kupintakan, Bolehkah aku mengetuk pintu rumahmu?
Kamis esok.
Blitar, 18 februari 2021
No comments:
Post a Comment