BANDUNG DAN SAYA YANG INGIN BICARA - FLP Blitar

BANDUNG DAN SAYA YANG INGIN BICARA

Bagikan

Oleh : Ana Fitriani

Bulan Februari sudah datang hampir setengah perjalanan, saya punya kewajiban untuk memberi asupan bahagia kepada pribadi diri. Mencipta bahagia itu sederhana, cukup kita mau melangkah dan mulai mengetuk pintu saudara. Membuka kembali silaturahim yang sempat terjeda.

Bandung menjadi destinasi perekatan ikatan itu, meski jarak antara rumah si teteh di Subang, tapi Bandung sengaja dipilih untuk mengawali kunjungan kali ini. Jauh-jauh hari saya merencanakan untuk bisa menginjakkan kaki di tanah parahyangan ini, yang katanya pasti bikin rindu.

Naik kereta api Matarmaja, saya dan sepupu menempuh waktu hampir 10 jam untuk sampai di Subang. Sehari setelahnya saya memutuskan untuk ke Bandung.

Jarak antara Subang - Bandung bisa menghabiskan waktu hingga 2 jam. Jika melewati Tol Cipali bisa lebih lama lagi, si teteh bilang berangkatnya lewat pegunungan saja. Yaitu melewati daerah Ciater dan wisata kawah Tangkuban Perahu.

Dalam perjalanan saya bicara kepada mereka yang saya lewati. Semoga ia akan amanah saya titipi kenangan disini.

Perjalanan panjang dihabiskan dengan bincang-bincang hangat sembari menikmati sejuknya perkebunan teh di Ciater. Si teteh yang tidak bosan-bosannya memberi tahu setiap hal yang kita lewati.

Sepertinya waktu berlari begitu cepat, hingga Bandung menyapaku dengan aroma susu khas Lembang. Sampai di farmhouse, Lembang. Saya masuk di kawasan wisata edukasi khas Belanda. Tema ini sengaja diangkat sebab susu berasal dari Nederland, Belanda.

Kebetulan Bandung dilanda libur panjang, hingga semua yang biasa sibuk menjadi pekerja bertumpah ruah mengadu tawa di tempat wisata. Begitu pula aku.

Bandung, kita perlu berbicara tentang dirimu. Kamu melahirkan banyak orang-orang hebat di sini, begitu kenangan yang akan manis bila disimpan dalam bumimu. Di farmhouse pula banyak pula tempat yang menyimpan rahasia indahnya jiwa Bandung.

Siang itu matari terik sekali bersinar, bahkan awan putih tak mampu melindungi kulit mulus para wanita cantik di depanku, berkali-kali ia mengelap dahinya yang basah oleh keringat.

Di farmhouse, saya ingin berbicara pada Bandung bahwa dia telah membawa saya nostalgia pada buku eyang Pram yang pernah saya baca, yaitu kisah keluarga nyai Ontosoroh; wanita pribumi yang dijadikan gundik oleh orang Belanda dalam tetralogi Bumi Manusia.

Segala hal yang pernah saya bayangkan di buku itu saya letakkan pada satu persatu ciri khas Belanda di farmhouse ini. Setelah puas merangkai andai dan mengembalikan cerita itu pada ingatan. Saya pamit dari farmhouse.

The Hobbiton menjadi destinasi kedua, letaknya satu komplek dengan farmhouse, Lembang. Tiket masuknya 20k lebih murah 5k daripada di farmhouse. Tetapi, isinya tidak kalah menarik.

Sekali lagi saya bicara kepada Bandung. Dia telah sukses membawa saya pada cerita Bilbo di buku The Hobbit karya J.R.R Tolkien. Bandung, hal ini perlu kita bicarakan lebih lama lagi, kamu mampu mencipta rumah, perpustakaan dan segala hal tentang Bilbo dengan nyata.

Rumah hobbit yang dibuat mirip mampu menyihir dunia kita ikut serta menikmati hangat huniannya. Kecil mungil tapi penuh perbotan khas si makhluk hobbit.

Lalu, lapar melanda kami semua. Makan adalah penawarnya. Bandung punya Cihampelas untuk menuruti lapar belanja kita, di sepanjang jalan Cihampelas kalian semua akan menemukan berbagai pakaian ataupun kerajinan para kreator keren Bandung.

Setelah melewati Cihampelas, Jalan Asia Afrika mampu meramaikan senja kali ini, meski tidak harus turun dari mobil dengan alasan malam hampir datang.

Meski sekedar lewat, Jalan Asia Afrika menyajikan para pemuda kreatif yang tergabung dalam costplayer Bandung. Mulai dari dandanan horor hingga Naruto berjajar rapi menghabiskan bahu jalan Asia Afrika.

Tak kalah juga, Alun - Alun Bandung juga menjadi salah satu destinasi yang perlu dibicarakan. Baluran putih pada gedungnya, membuat suasana rindu disana makin terasa. Apalagi Masjid Raya Bandung sore ini melafalkan adzan dengan syahdunya.

Usai jalan Asia Afrika, jalan buah batu bisa membuat saya bicara kepada Bandung tentang Dilan yang kemarin hari riuh disuarakan, tentang dia yang keberatan rindu, katanya.

Saya akui Dilan jujur tentang Bandung, kota ini memang sudah mencipta rindu dengan beratnya. Sungguh, beberapa menit yang membuat semua ingin diulangi lagi. Melewati Jalan Buah Batu yang juga digambarkan di novel ayah Pidi Baiq sudah dilewati dengan senyam-senyum membatin "Oh jadi disini Dilan pernah ngeboncengin si Milea." Haha.

Sudahkan? Aku sudah banyak bicara tentang dan dengan Bandung. Ada yang percaya dan ada yang tidak bahwa Bandung romantis. Buktikan saja, kalau macet itu tantangannya akan kalah dengan kenangannya.

Bandung, sudah dulu aku bicara denganmu. Besok-besok aku akan kemari dengan siapapun yang ingin kuberitahu hal romantis tentangmu. Benar memang Bandung geulis pisan.

Tabik,
@wadonesia

No comments:

Pages