Segelas Air Putih Untuk Bunda - FLP Blitar

Segelas Air Putih Untuk Bunda

Bagikan

Akhirnya hari ini aku pulang ke rumah. Setelah menjelani isolasi selama 17 hari, tujuh hari di rumah sakit dan sepuluh hari di rumah Paman, aku diperbolehkan pulang. 
Tepat pukul 9 pagi Bapak menjemputku di rumah Paman. Ya, aku dinyatakan positif covid setelah mengalami gejala batuk berlendir dan sesak nafas. Tidak hanya aku, Paman dan bibiku juga dinyatakan positif. Mereka terlebih dahulu masuk rumah sakit. Setelah tujuh hari di rumah sakit aku menginap di rumah Paman. Biar isolasi dengan orang yang sama-sama dinyatakan positif covid. Begitu alasannya. 

Setelah Bapak menjemputku, aku diantar ke rumah sakit untuk melakukan swab. Setelah menunggu selama hampir dua jam keluar hasil swab negatif, aku menelepon Bapak untuk menjemputku pulang. 

Tak sabar aku ingin pulang. Ingin kupeluk kedua buah hati yang paling kusayangi. Alesha dan Haidir. Setelah tujuh belas hari kami hanya puas ber video call. 

Ternyata benar, sampai di rumah kedua anakku berteriak kegirangan. Mereka semua memelukku erat. Haidir bergelayutan di tubuhku minta digendong. "Sebentar, bunda mandi dulu. "Kubersihkan badanku, aku berharap setelah ini tidak ada lagi acara perpisahan yang dramatis dengan anakku. Membuatku menahan rindu yang begitu hebatnya. 

Ketika aku akan memasuki kamar, Alesha berkata seakan dia menyembunyikan sesuatu. " Aku punya kejutan lo untuk bunda. "katanya sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang sudah ompong. " Tara..... Ini dia. " 

Sama-sama kulihat karena tidak memakai kacamata. Sebuah kertas kecil bergambar dua orang wanita memakai rok warna pink dengan tulisan ALESHA, BIU. Aku paham maksudnya, Alesha dan Ibu. Rupanya dia belum bisa menulis "ibu" dengan benar. 

Tanpa terasa ada gemuruh di dada yang entah apa aku tak bisa mendefinisikannya. Air mataku menetes. Aku merasa bahagia. Merasakan suatu penghargaan menjadi ibu terhebat di dunia. Meski itu versiku sendiri. 

Aku merasa memenangkan pertarungan ini. Aku menyebutnya pertarungan karena selama ini ada perang batin yang berkecamuk di dalam hatiku. Mampukah aku menjadi seorang ibu yang sempurna bagi anak-anak ku. Sementara aku bekerja, mengajar, lembur hingga malam. Sering meninggalkan anak-anak untuk melakukan penelitian. 

Pernah aku berpikir, untuk berhenti saja dari pekerjaanku menjadi pengajar di sebuah universitas. Pure, menjadi ibu rumah tangga. Namun, sisi lain batinku berkata. Jika kamu berhenti sekarang, dunia akan kehilangan seorang linguist. Tidakkah kau ingin mengambil peran sebagai akademisi. Banyak orang yang akan kau didik dan kau besarkan. Kau akan memberikan kemanfaatan kepada banyak orang. Tidak hanya kepada anakmu saja. 

Maka, dengan segala ketidaksempurnaan, aku tetap menjalankan dua peranan. Sebagai ibu dan sebagai pengajar. Mungkin, banyak sekali kesalahan dan kelalaian yang kulakukan. Telat mengantar anak sekolah, kesiangan karena semalam lembur. Cucian yang belum beres, setrikaan yang masih menumpuk. Almari yang berantakan setelah sehari dirapikan. 

Namun hari ini, aku bisa bernafas panjang dan menghaidahi diriku sendiri. Selamat, kau mendapatkan cinta anakmu. 

Alesha, anak perempuan pertamaku yang beranjak dewasa. Saat aku sibuk menata bajunya di suatu malam. Dia berkata dengan polosnya, "Kuambil kan segelas air putih untuk bunda. "

Aku tak mampu berkata-kata. Kulipat pelan-pelan baju anakku. Kureguk perlahan segelas air putih pemberian Alesha. 
Dan berucap syukur. "Terimakasih Tuhan. "

No comments:

Pages