Pejuang dan Pekerja Literasi - FLP Blitar

Pejuang dan Pekerja Literasi

Bagikan



Sabtu, 5 September 2020
Oleh Fahrizal A.

Pasca kemerdekaan, dalam tubuh TNI (BKR, TKR, TRI) ada dua eks tentara yaitu KNIL dan PETA. Prof. Salim Said, pengamat militer, menyebut jika tentara KNIL adalah tentara profesional, yang digaji Belanda. Sementara PETA, adalah tentara sukarelawan alias pejuang bentukan Jepang. Meski, tak sedikit juga eks tentara KNIL yang juga gabung dengan PETA.

Selanjutnya, istilah-istilah militer banyak digunakan oleh masyarakat, termasuk dalam mengelola organisasi masyarakat. Sebut saja istilah militansi, kaderisasi, SWOT, dan lain sebagainya.

Hal yang sama, juga bisa kita lihat misalnya di komunitas literasi. Ada yang memang pekerja aktif, ada yang pejuang. Ada pekerja yang sekaligus pejuang.

Perbedaannya sederhana. Pekerja berarti memiliki hitungan profesional. Dalam dunia literasi lebih dikenal istilah honorarium. Pejuang tidak demikian, dia tidak mendapatkan honor dari kegiatan berliterasinya.

Pekerja dan pejuang

Sebagai pekerjaan, bidang literasi ternyata cukup menjanjikan. Misalnya, jika kita melihat beberapa penulis populis seperti Tere Liye, Fiersa Besari, Asma Nadia, Dee Lestari dan lain sebagainya.

Honor selain dari royalty buku, juga ada honor undangan mengisi seminar dan pelatihan menulis. Bahkan ada yang memiliki sekolah kepenulisan, dengan biaya tak murah.

Literasi sudah menjadi bagian dari pekerjaan, masuk kategori pekerja kreatif.

Selain nama-nama populis di atas, sebenarnya ada nama non populis tetapi memiliki honor cukup tinggi juga dari kegiatan berliterasi. Sebut saja, content writer pro, travelblogger dan sebagainya.

Sementara pejuang, adalah mereka yang memiliki concern dan dedikasi pada bidang literasi, meski memiliki pekerjaan lain diluar kegiatan literasinya.

Umumnya, mereka aktif di organisasi dan komunitas literasi. Membuka lapak buku, rumah baca, kelas kepenulisan dan sebagainya.

Kalaupun misalnya ada pendapatan, itu digunakan untuk dana organisasi. Di antara organisasi dan komunitas itu ada yang sudah memiliki sumber dana tersendiri, namun terbatas untuk organisasi tersebut.

Para pengelolanya, mencari cara agar dapat tambahan dana : iuran, jual buku, bikin kerjasama dan sebagainya. Namun mereka tidak dibayar. Itulah pejuang.

Pejuang dan sekaligus pekerja

Menjadi pejuang adalah pilihan mulia. Itu sama dengan kegiatan filantropi dan sedekah, hanya saja yang disedekahkan adalah waktu, tenaga dan pikiran. Kadang juga sedekah harta.

Namun problemnya, siapakah yang bisa secara intens berbuat demikian?

Jadi pejuang pun juga harus menerapkan sistem organizing yang baik. Ya, katakanlah tetap jadi pejuang, tapi minimal tidak menjadi beban ekonomi tambahan. Artinya, komunitas itu harus bisa "membiayai" dirinya sendiri lewat program-programnya.

Bahkan jika memungkingkan, ada surplus. Ya, misalnya untuk sekadar membeli konsumsi saat rapat, atau bantuan transportasi jika ada kegiatan di luar daerah, diambil dari dana kas organisasi. Pejuangnya, cukup sumbang ide dan tenaga.

Namun bidang literasi, khususnya kepenulisan, itu unik. Menulis misalnya, adalah kegiatan super individual. Maka komunitas kepenulisan adalah wadah yang mempertemukan mereka yang sebenarnya berkarya secara individual.

Ya, sesekali memang ada kegiatan bersama seperti pentas seni, kelas menulis, dan sebagainya. Namun itu hanya bersifat komplementer.

Karena itu, sangat menggairahkan jika pejuang literasi sekaligus pekerja (atau memiliki ruang profesional) dalam kegiatan literasinya.

Itu tak sulit. Katakanlah, anggotanya punya toko buku, penerbit, menulis buku, pekerja media, guru di bidang bahasa, mentor menulis dan lain sebagainya.

Selain berjuang dalam bidang literasi, juga memiliki ruang profesional--meski pekerjaan sampingan--dalam bidang literasi.

Jika hal itu terjadi, kegiatan komunitas yang diikuti akan menjadi lebih punya makna. Lebih greget. Bisa menjadi wadah untuk saling mengisi semangat serta perluasan jejaring. Komunitas pun bisa awet dan berumur panjang, karena diisi orang yang punya komitmen untuk berkarya. []

No comments:

Pages