Oleh: Ryan Adin Pratama
Menggali lagi hartaku yang lama sudah kupendam…
Mungkin itu kata yang pas untuk menggambarkan pribadiku saat ini.
Masih teringat jelas, sebelas tahun yang lalu semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama aku merasakan jatuh cinta dengan sajak-sajak puisi yang kutemukan di lorong pojok perpustakaan sekolah. Di saat yang lain mencari-cari cinta pertamanya dengan lawan jenisnya aku tersibukkan mencari berbagai cinta dalam buku-buku kumpulan puisi yang sekarang aku lupa judul bukunya apa. Mungkin sudah faktor U hehe...
Karena terpesona akan karya-karya puisi, aku menjadi lupa untuk belajar bagaimana sebenarnya membuat puisi yang benar hingga yang selalu terfikirkan. “ahh.. bodo amat yang penting aku suka dan mau buat karyaku sendiri.”
Selembar, dua lembar, hingga sebuku sudah aku membuat sajak-sajakku sendiri dengan gaya freestyle aku menyebutnya, karena apa yang aku rasa dan aku lihat langsung saja kutuang dalam buku tersebut. Yang terpenting aku sudah mengantongi “tema”, cukup sudah bagiku untuk menari-narikan pena dalam buku khususku itu.
#
Hingga tiba saat yang paling menghancurkan semangatku, di mana buku yang selalu menemaniku tertinggal di kolong meja, dan selama 3 hari belum ketemu juga. Pasrah sudah aku, hingga tiba-tiba ada keramaian di depan kelas.
Aku pun ikut nimbrung ke depan, dan ternyata ada sesi teman sekelas nembak cewek kelas sebelah. Tapi yang membuat diriku seakan tersambar petir adalah dia memakai kertas puisiku untuk menembak dengan tulisan “by fulan from fulani” (nama anak tersebut), seakan dia sendiri yang membuatnya.
Hancur sudah sekarang semangatku, mungkin terdengar lebay, tapi di situ aku baru sadar, bagaimana rasanya jika hasil karya sendiri di-klaim oleh orang lain apalagi oleh seseorang yang sudah kuanggap sahabat dekatku.
Sejak itu aku memutuskan untuk menguburkan semua kecintaanku terhadap puisi. Aku pun kembali melakukan rutinitas seperti siswa lainnya hingga lulus SMP sampai SMK.
#
Lulus SMK aku langsung melanjutkan bekerja di Surabaya selama hampir lima tahun. Di sanalah aku ingin sekali menggali lagi hartaku yang sudah kupendam dalam-dalam karena rasa kesepianku.
Hidup sendiri diluar kota mendorongku ingin menghasilkan lagi karya-karya terjujurku yang kusalurkan di atas kertas. Hingga satu tahun belakangan ini aku punya ritual khusus, di waktu senja bersama kopi dan laptop, aku mulai berimajinasi menembus kejujuran hati, mensinkronkan dengan jemari yang langsung mengetik di laptop, sambil iseng terkadang ku-share ke Blog.
Perlahan cinta lama datang kembali aku terus membuat puisi freestyle-ku dengan tetap mempertahankan motto “Ahh.. bodo amat yang penting aku suka dan mau buat karyaku sendiri.” Hehehe...
#
Setelah Lebaran tahun lalu aku memutuskan resign dari pekerjaanku dan keluargaku pun memutuskan untuk pindah ke Kota Blitar, karena sebelumnya aku menjadi warga Kota Malang. Karena di sini aku sudah tidak bekerja, aku pun memilih untuk melanjutkan pendidikan lagi.
Hingga suatu waktu aku mencoba mendalami lagi hobi menulis puisi ini dan mencoba mencari di Google “Komunitas Penulis Kota Blitar” (kalau nggak salah ketikan itu yang aku tulis), hingga muncullah nama “FLP Blitar”.
Semakin penasaran, aku pun iseng chat fanspage komunitas ini. Kalau tidak salah, Mas Fahrizal yang membalas chat-ku. Dari situ, aku pun ingin sekali bergabung dengan komunitas ini tapi malu dan bingung bagaimana mengawali untuk bergabung bersama mereka.
#
Entah ada angin apa, tiba-tiba 1 Desember 2016 ada broadcast whatsApp tentang launching Antologi Cerpen “Jejak-Jejak Kota Kecil”. Entah ini acara apa, pikirku, tapi yang jelas di sana ada keterangan dari FLP Blitar. Wooww...ini kesempatan emas! Keren, bisa tahu seperti apa komunitas ini.
Namun di hari H saya tak bisa datang karena ada keperluan di Surabaya. Sempat terabaikan sebulan lamanya niat untuk bergabung dengan FLP, dikarenakan kesibukan dengan komunitas lain di luar kota, dan beberapa project dakwah.
Tepat 1 bulan lebih, saat melihat chat whatsApp, ternyata masih ada chat dari si mbak yang menginfokan event bulan lalu di urutan chat paling bawah. Alhasil, tanpa pikir panjang lagi aku coba untuk menanyakan perihal cara bergabung menjadi anggota.
Balasan tak kunjung tiba, malahan di whatsApp muncul grup baru yakni “FLP Blitar”. Pikirku dalam hati, “Si mbak gokil! chat nggak dibalas, tapi langsung dimasukkan grup komunitas, hehehe…”
Belakangan aku baru tahu kalau si mbak itu bernama Mbak Alfa (itupun tahu dari nama kontak whatsApp-nya).
#
Minggu 22 Januari 2017, perdananya saya ikut nimbrung bareng komunitas ini di koridor Perpustakaan Bung Karno. Alhamdulillah banyak tambahan ilmu, walau masih sekali ikut nimbrung bareng para master. Hehehe...
Harapan saya, semoga di komunitas ini saya bisa mengembangkan harta karun yang dulu sempat terkubur dalam-dalam. Semoga harta ini nantinya bermanfaat untukku pribadi dan untuk orang lain yang melihatnya.
Zadanallah ilman wa hirsha. Semoga Allah menambahkan kita ilmu dan semangat.
Blitar 23 Februari 2017
*Sepenggal kisah hidup seorang pemula dalam karyanya. Coretan ini dibuat dalam rangka milad FLP ke-20, dan jujur ini kali pertamaku menulis.
1 comment:
Siiip semangat. Thanks for yur sharing
Post a Comment